Rabu, 20 Juni 2007

Presiden Ajak Gereja Katolik Berpartisipasi dalam Pembangunan Bangsa

JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara melalui kerukunan dan toleransi.
"Sebagai warga bangsa, umat Katolik hendaknya ikut terlibat dalam membangun bangsa dan negara," ajak presiden dalam pidatonya pada perayaan puncak peringatan 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta.
Lebih dari 7.000 umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta menghadiri perayaan yang berlangsung lima jam di Istora Senayan Jakarta, tanggal 26 Mei.
Dengan mengambil tema, “Makin Setia Kepada Tuhan, Makin Berbakti Kepada Masyarakat dan Bangsa,” perayaan itu dimulai dengan Misa yang dipimpin Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ. Dua puluh enam uskup lain ikut merayakan Misa konselebrasi itu termasuk Uskup Agung Leopoldo Girelli, Duta Vatikan untuk Indonesia. Sekretarisnya, Monsignor Novatus Rugambwa, bersama lebih dari 100 imam juga menjadi konselebran Misa itu.
Juga hadir dalam acara seusai Misa bersama presiden dan isterinya adalah beberapa menteri kabinet, tokoh lintas agama, imam, suster, bruder dan frater.
Presiden mengatakan umat Katolik Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membangun bangsa bersama umat beragama lain.
Ia mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk menghadapi perubahan jaman dan transformasi sosial dengan membangun budaya damai dan meninggalkan sikap yang tidak mendidik dan miskin etika. Sebaliknya, bangsa Indonesia harus “membangun sikap sportif, menghargai pencapaian orang lain meski itu kecil, sekaligus tetap memelihara sikap kritis serta peduli.”
Mereka perlu membangun semangat keuletan dan kesediaan untuk bekerja keras, serta menguasai ilmu pengetahuan, seraya membangun kerukunan dan toleransi, lanjut presiden itu.
Ia minta para tokoh agama dan tokoh masyarakat termasuk pemimpin Katolik, “untuk membangun karakter umat yang tangguh,” seraya menegaskan bahwa kemajuan dan kesejahteraan ditentukan oleh karakter bangsa Indonesia sendiri.
“Para pemimpin Gereja Katolik harus ikut membangun reformasi pasca-krisis dengan mengajarkan agama dan moralitas,” kata presiden. Ini akan ”membentuk membuat umat menjadi pribadi yang kuat dan tangguh serta hidup harmonis dengan seluruh komponen bangsa.”
Dalam pesan yang dibacakan Uskup Agung Girelli, Paus Benediktus XVI mengajak umat Katolik “untuk menjadi saksi-saksi Kabar Gembira yang setia pada misteri kepenuhan Sang Putra dengan cara yang sesuai cita rasa bangsa mana pun namun tetap setia pada Kitab Suci dan Tradisi.”
Setelah Misa, peserta mendengar paduan suara dari berbagai paroki dan penyanyi Katolik, serta menonton film dokumenter tentang Sampah. Film itu menunjukkan salah satu cara umat Katolik dalam mengupayakan perbaikan masyarakat, dengan membersihkan sampah yang telah menjadi masalah serius di sejumlah wilayah di negara itu.
Stephanus Dwiatmoko, umat paroki Keluarga Kudus Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengatakan kepada UCA News ia bangga menjadi orang Katolik di Jakarta karena "saya dituntun untuk mengasihi orang lain.” Di masa mendatang, ia berharap keuskupan agung itu memprioritas misinya untuk membantu orang yang miskin secara material dan spiritual.
Maria Christina Junita dari Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan “ke depan selain memperhatikan yang miskin, umat Katolik juga melakukan dialog dengan agama lain baik di tingkat formal maupun informal.”
Kardinal menjelaskan bahwa perayaan 200 tahun itu “merayakan pengangkatan pemimpin Gereja pertama di Batavia, nama lama Jakarta.”
Paus Pius VII mengangkat Pastor Jacobus Nellissen sebagai Prefek Apostolik Batavia "pada 8 Mei 1807, untuk melayani seluruh wilayah Nusantara."
Batavia merupakan satu-satunya yuridiksi Gereja di Indonesia hingga 1902, saat Batavia menjadi prefektur apostolik yang dipimpin bergantian oleh tiga prefek apostolik, kemudian menjadi vikariat apostolik yang dipimpin bergantian oleh delapan vikaris apostolik. Vikaris apostolik terakhir menjadi uskup agung, dan menyusul dua uskup agung lainnya termasuk Kardinal Darmaatmadja.
“Sejarah 200 tahun itu dapat dibagi menjadi dua babak. Seratus tahun pertama, wilayah keuskupan agung Jakarta adalah seluruh Nusantara. Maka semua keuskupan di Indonesia memiliki akar bersama pada sejarah 100 tahun pertama itu. Seratus tahun kedua, yakni sejak tahun 1902 sampai sekarang, mulailah wilayah Nusantara dibagi menjadi beberapa keuskupan. Sekarang menjadi 37 keuskupan,” jelas kardinal itu.
“Maka perayaan 200 tahun ini merupakan perayaan khusus Keuskupan Agung Jakarta, namun juga sekaligus perayaan semua keuskupan karena awal mereka dari satu Keuskupan Batavia,” katanya.
Tanggal 3 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII membentuk hirarki Katolik di Indonesia. Jakarta dijadikan keuskupan agung, dan Uskup Agung Adrianus Djajasepoetra SJ, asli Jawa, menjadi uskup agung pertamanya.
Sekarang keuskupan itu memiliki 59 paroki dengan hampir 500.000 umat Katolik yang dilayani sekitar 260 imam, 561 suster dan 50 bruder. *** sumber: UCAN

Tidak ada komentar: