Selasa, 18 Desember 2007

Komunitas Basis Gerejawi: Gaya Baru Hidup Menggereja


Pengantar
Jika kita membaca tulisan Bapa Uskup yang berjudul “Menumbuhkembangkan KOMBAS Dalam dan Melalui Wadah-wadah yang Sudah Ada” pada Koinonia edisi Maret-Mei 2007, jelas Uskup menghendaki suatu pembaharuan dalam Gereja Lokal kita, Keuskupan Agung Makassar yang kita cintai. Terinspirasi dari gaya hidup menggereja umat Kristen perdana dalam Kisah para Rasul 4:31-36; 2:42-46 dan hasil SAGKI 2000, Uskup menantang kita supaya dalam reksa pastoral kita, umat dan secara khusus para pastor, pastor paroki dan pemimpin-pemimpin umat, dapat mencontohi gaya hidup menggereja umat Kristen perdana yang ditandai 5 sokoguru atau tiang utama yakni :
1. Unsur Koinonia, yaitu persekutuan persaudaraan, fellowship, sehati sejiwa;
2. Unsur Didache, Iman mereka bertumbuh atas pengajaran para rasul dan pewartan injil;
3. Unsur Diakonia, mereka bersama-sama membagi masalah-masalah yang mereka alami, dan mencari solusinya, mereka saling melayani, saling membantu dan berbagi;
4. Unsur Leiturgia – mereka berkumpul untuk berdoa, mendengarkan sabda Tuhan dan memecahkan roti; dan
5. Unsur Martyria, mereka benar-benar bersaksi kepada Kristus dalam hidup mereka sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.

Dan Kitab Suci mengatakan bahwa umat semakin bertambah jumlahnya. Orang-orang lain tidak hanya terkesan dengan gaya hidup mereka (lihat, betapa mereka saling mencintai satu sama lain) melainkan tertarik juga untuk menjadi anggota komunitas kristiani itu sendiri. Demikianlah secara sepintas gambaran tentang gaya hidup menggereja umat Kristen perdana.

Dengan adanya contoh dari umat Kristen perdana, kita pelayan-pelayan umat dewasa ini, ditantang dalam reksa pastoral kita supaya Keuskupan Agung Makassar yang kita cintai menjadi sungguh-sungguh relevan bagi umat kita pada zaman ini yang ditandai banyak perkembangan dan perubahan. Supaya Gereja kita menjadi relevan dewasa ini, sangat perlu suatu pembaharuan. Yang saya maksudkan bukan pertama-tama pembaharuan struktural atau institusional. Akan tetapi suatu pembaharuan lingkungan (environmental renewal). Bagaimana dapat membentuk sebuah lingkungan yang kristiani secara efektif? Kita tahu bahwa tujuan utama Gereja bukanlah membentuk struktur-struktur betapapun pentingnya. Melainkan membentuk komunitas Kristiani yang dapat memampukan mereka untuk hidup sebagai orang-orang sejati. Dalam hal ini, parokilah yang merupakan wadah yang paling cocok untuk membangun dan membentuk komunitas kristiani itu. Karena dalam parokilah seorang Katolik dapat menemukan semua kebutuhannya untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman dan Kristus. Akan tetapi kita juga tahu bahwa dewasa ini paroki-paroki kita semakin besar, artinya semakin banyak umat yang notabene terpencar-pencar. Uskup menggambarkannya sebagai “gereja diaspora”. Dan karena semakin banyak umat, semakin banyak tuntutan juga dan masalah-masalah yang muncul. Dengan demikian pastor paroki disibukkan dengan bermacam-macam kegiatan atau masalah-masalah pastoral. Tenggelam dalam urusan-urusan demikian, bisa saja dia lupa apa yang paling utama yaitu: membawa pembaharuan lingkungan (environmental renewal) yang Kristiani.

Bergerak dan bertindak sekarang!
Menanggapi tantangan itu Uskup bertekad supaya dalam Keuskupan kita terwujud Komunitas Basis Gerejawi mulai dari sisa tahun 2007 ini dan berlanjut sampai tahun-tahun mendatang. Itu sebabnya melalui Panitia, terjadilah Pelatihan Komunitas Basis Gerejawi.

Maka, pada 3-6 Oktober 2007 yang lalu diadakan Pelatihan Komunitas Basis Gerejawi KAMS di Baruga Kare. Komunitas Basis Gerejawi ini sudah lama dibicarakan dan direncanakan, akan tetapi karena satu dan lain hal pelaksanaannya tertunda-tunda. Syukurlah apa yang sudah lama dibicarakan dan direncanakan mulai menjadi kenyataan akhirnya pda tnggal tersebut di atas. Lima puluh lima (55) peserta dari 63 yang diundang mengindahkan undangan Panitia. Para peserta terdiri dari 3 Vikep, 14 Pastor Paroki, 28 Awam dan 5 Ketua/Wakil Ketua Komisi bersama 5 Pastor dari Panitia. Berkumpul bersama dengan fasilitator-fasilitator yaitu Ibu Afra Siowardjaja, Romo Adi SJ, dari Komisi Kateketik KWI dan Romo Lucius Poya, Pastor Paroki dan Dekan dari Keuskupan Pangkal Pinang. Empat belas Pastor Paroki dan 28 awam adalah utusan dari dari 5 Kevikepan KAMS. Para Vikep, pastor paroki dan kaum awam yang dikirim adalah pengurus-pengurus stasi/rukun/paroki dan kevikepannya masing-masing. Pada umumnya kaum awam yang dikirim adalah pengurus-pengurus stasi/rukun/paroki dan semuanya sudah berpengalaman dalam memimpin umat. Sementara kehadiran 5 Ketua/Wakil Ketua Komisi (dari 13 ketua yang diundang) disambut dengan baik karena mereka diminta untuk mem-back-up KBG gaya AsIPA yang akan disiapkan dan dikembangkan; supaya dalam perencanaan dan pelaksanaan program, Komisi bermuara pada pengembangan KBG sesuai tiap komisi yang bersangkutan; misalnya: dapat diminta bantuan dari tenaga Komisi PSE untuk memperkuat unsur diakonia dalam KBG lewat CU (kalau itu dikehendaki oleh umat di dalam KBG ). Hal ini penting supaya ada kesinkronan di lapangan.

Inti dari materi pelatihan ini bermuatan Bahan-Bahan Asian Integral Pastoral Approach (AsIPA) dari Federation of Asian Bishops Conference (FABC) dengan memakai metode partisipatif. Adapun garis besar penyajian dilaksanakan sbb:
Metode Partisipatif adalah metode ini yang digunakan dalam keseluruhan penyajian materi atau proses pelatihan. Dengan metode ini para peserta merasa bahwa mereka adalah subjek bukan objek belajar.
Maksud dan Tujuan: terutama memotivasi para peserta dalam tanggung jawab hidup menggereja dan memasyarakat. Secara khusus para peserta dilatih untuk menjadi pelatih-pelatih atau formator Kombas di stasi/rukun/paroki/kevikepan yang mampu menyelenggarakan dan menghidupkan perkembangan Kombas.

Hari I: Pembukaan dan Perkenalan
Pentahtaan Kitab Suci, mengungkapkan kata atau ayat yang mengena hati mereka; mensharekan pengalaman; dari rangkuman. Kemudian dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin Vikjen
Pembukaan dan Pengarahan oleh Vikjen KAMS
Perkenalan dan pembentukan kelompok
Harapan dan kecemasan
Pembagian tugas
Pengantar tentang Metode AsIPA dan A 5
Doa malam

Hari II : Gereja Partisipatif
Doa pagi dalam bentuk sharing Injil 7 langkah: Kelompok dibagi 2.
Kedua narasumber memimpin sharing.
Session I : Persahabatan dengan Kristus & pleno
Session 2: A/1
Session 3 : Visi Gereja Partisipatif & pleno
Session 4 : Sharing Injil Menggali Harta Terpendam A/2 & pleno
Session 5 : Kita membagi diri bersama Kristus A/3
Perayaan Ekaristi dipimpin Vikep Luwu
Session 6 : Harvesting
Session 7 : persiapan kelompok untuk sharing Injil pagi.

Hari III : Ciri-Ciri Komunitas Basis Gerejawi
Doa pagi dalam bentuk sharing Injil 7 Langkah: Kelompok dibagi 5
kelompok kecil dan dipimpin oleh salah satu peserta dari kelompok
Session I : Kesaksian dari Romo Lucius Poya bagaimana beliau mengalami suka duka memulai Komunitas Basis Gerejawi di parokinya di Batam. Tanya-Jawab
Rencana tindak lanjut pada kevikepan masing-masing & Evaluasi
Perayaan Ekaristi sebagai penutup yang dipimpin Vikep Tana Toraja
Kata Sambutan dari vikjen KAMS dan pemberian cinderamata kepada 3 narasumber.

Rencana Tindak Lanjut pada Kevikepan masing-masing
I. Kevikepan Luwu:
3 bulan pertama: di masing-masing paroki (percontohan) pastor paroki dan dua fasilitator mengembangkan Kombas di parokinya.
Tim akan berkumpul pada awal 2008
Sosialisasi ke umat

2. Kevikepan Toraja:
Pertemuan Kevikepan dilaporkan hasil Kombas
Masing-masing utusan Paroki akan mencoba di paroki masing-masing merekrut tenaga-tenaga potensial
Merekrut tenaga potensial 1-5 orang
Mengadakan pertemuan dengan tetangga terdekat
Vikep memfasilitasi paroki-paroki utusan untuk mengadakan pertemuan berkala
Sharing Injil 7 langkah akan diperkenalkan pada pertemuan para pengantar.

3. Kevikepan Sulbar:
Memperkenalkan Kombas Sharing Injil 7 langkah di Paroki dan stasi. Dicoba dilaksanakan di dalam rukun.
Menyampaikan dalam rapat kevikepan dan mengusulkan kevikepan untuk menggandakan modul-modul Kombas.
Mengusulkan kepada Depag (Bimas) mengembangkan para fasilitator.

4. Kevikepan Sultra:
Paroki (peserta yang ikut) masing-masing mempratekkan langsung. Melibatkan umat yang lain.
Memberi informasi dalam rapat kevikepan.

5. Kevikepan Makassar:
Membicarakan dengan pastor paroki. Pastor paroki bicarakan di Depas. Depas pahami lalu ke rukun-rukun.
Mengharapkan setiap keluarga mempunyai Kitab Suci.
Secara perlahan-lahan dilaksanakan di doa-doa rukun.

6. Komisi-Komisi:
Komisi PSE, Kepemudaan dan Pastor Mahasiswa berjanji akan mem-back-up KBG KAMS dalam menyusun program Komisi untuk membantu terlaksananya KBG KAMS.

Akhir kata
KBG gaya AsIPA, menurut saya, bukanlah satu kegiatan di antara banyak kegiatan pastoral. Melainkan satu model gaya baru hidup menggereja yang ditawarkan kepada kita oleh Roh Kudus untuk Keuskupan kita melalui Bapa Uskup. Kita akui bahwa memulai sesuatu yang baru rasanya susah seperti yang telah dialami oleh Romo Lucius yang memulai KBG gaya AsIPA dalam parokinya di Batam. Namun, kita tidak boleh menyerah. Memang gaya ini menantang kita untuk mengubah paradigma gaya berpikir dan gaya pastoral kita. Kita memerlukan suatu “paradigm shift” (perubahan paradigma, red.) dalam tugas perutusan kita. Untuk itu diperlukan nekad, ketekunan dan komitmen untuk memulai dan mengembangkan KBG di stasi/rukun/paroki/kevikepan kita. Jika KBG ini adalah pekerjaan Tuhan, Dia pasti membantu. Bagi Tuhan, tidak ada yang mustahil.***
P. Ernesto Amigleo, CICM
Vikjen KAMS

Tidak ada komentar: