Selasa, 18 Maret 2008

Cinta-Mu Abadi bagi Kami, Perayaan 40 Tahun Hidup Membiara Sr. Paula Wa Suli, JMJ


Penduduk Pulau Muna Selatan konon berasal dari Pulau Jawa dan Buton. Daerah sekitar teluk Laengko ini, jika dipandang sepintas memang sangat memprihatinkan berbatu-batu dan amat tandus.
Lima tahun setelah Indonesia mengenyam kemerdekaan sekitar tahun 1950 daerah ini belum terjangkau oleh perhatian pemerintah. Segenap penduduk masih buta huruf. Belum terdapat sekolah sama sekali. Petugas pemerintah hanya dapat menghubungi penduduk untuk menagih pajak lewat pasar umum yang berlangsung setiap enam hari sekali. Mata pencaharian penduduk adalah bertani (ladang) dan menangkap ikan dengan alat sederhana. Kehidupan masyarakat dipimpin oleh pawang kampung. Seorang pawang membawahi kurang lebih 30 kk. Pesta suka duka diselenggarakan di bawah pimpinan pawang. Permasalahan yang terjadi diselesaikan secara musyawarah.
Dalam kondisi seperti inilah Misionaris CICM yang telah berkarya di Muna Utara (Raha) sejak tahun 1938 dipelopori Pastor Melhian Arts bersama keluarga Gerardus pengantar, keluarga La Sule (Ipar Pak Kono) ditemani beberapa pemuda dari Wale-ale memasuki daerah Muna selatan dan mulai karya Allah, mendirikan sekolah rendah (SR) 3 tahun di atas tanah beratapkan alang-alang dan berdindingkan gamacca (jelaja) dari bambu Lolibu (lipumalanga) desa pertama penuh sejarah iman yang letaknya di ujung jalan buntu (kini tak tampak lagi) karena SR itu pindah ke pantai (malampino) suatu stasi di tepi pantai paling selatan. Murid-murid pertama antara lain La Bakolu, La Balosi, Wa Dau. Mereka ini menerima baptisan katolik dan menerima nama baru Matius Bakolu, Thomas Balosi Ana Wa Dau. Tuhan memanggil yang dikehendakinya pada awal karya misi sebagai imam dan biarawati berkat pendidikan di SR ini. Ketika itu murid-murid yang naik kelas empat harus melanjutkan sekolah ke Raha. Dari selatan ke utara jaraknya 90 km. Di Raha sudah ada SD Misi dan di pastoran disiapkan internat untuk menampung anak-anak dari kampung. Meski perjalanan agak sulit hanya ada satu kemungkinan yaitu berjalan kaki, namun semangat belajar yang tinggi memungkinkan semua dijalani dengan baik. Syukurlah tahun 1961 berkat kehadiran guru tamatan SGA Makale SR Lolibu buka kelas 4, 5 dan 6. Juni 1963 kami boleh ujian di Bau-Bau (Buton). 1 Agustus 1963 kami melanjutkan ke SMP Katolik Raha. SMP ini didirikan oleh Pastor Theo Heurkens sebagai SMP pertama di Kabupaten Muna. Pada tahun 1955. Tahun 1972 SMP ini dikelola oleh Yayasan Taman Tunas dan tahun 1990 hingga sekarang oleh Yayasan Yoseph. Cukup banyak Pastor dan Suster alumni SMP Raha ini.
Kebahagiaan hari ini adalah hasil perjuangan hari kemarin dan harapan akan hari esok. Meniti panggilan hidup membiara selama 40 tahun tidak lepas dari pengalaman hidup dan dasar iman masa kecil dan masa remaja. Terima kasih ayah – bunda, kakak-adik sanak saudara dan para pendidik, guru-guru dan secara khusus para Pastor Missionaris CICM utusan Tuhan. Hari bersejarah 17 Agustus 1954, ayah sebagai pawang melepas jabatannya pemimpin dan menghantar istri dan kelima anaknya bersama seluruh kelompok binaannya ke hadapan imam CICM untuk menerima baptisan Katolik di lokasi sekolah. Tuhan berkarya dalam keluarga dan desa kami. Karya Cinta kasih Misionaris CICM inilah yang memungkinkan saya boleh menapaki panggilan sebagai seorang biarawati. Terima kasih kepada Societes JMJ yang sudi memberi saya kesempatan menghayati hidup membiara, ikut serta dalam hidup dan karya dengan kekuatan dan kelemahanku dengan kelebihan dan kekuranganku. Terima kasih kepada komunitas-komunitas yang telah menampung saya dalam kehidupan ini, terima kasih atas pendampingan sampai hari ini masih setia dan bertekad tetap setia hingga akhir hayat.
Mensyukuri pesta emas kapel Stella Maris yang dirangkaikan dengan 40 tahun hidup membiara di komunitas ini mengajak saya untuk mengenang kembali motto kaul kekal 9 Juli 1979, Luk.9:23 “Setiap Orang Yang Mau Mengikuti Aku Ia Harus Menyangkal Dirinya, Memikul Salibnya Tiap Hari Dan Mengikuti Aku“. Tepat waktu, di komunitas ini dekat rumah sakit saya dengan sepenuh hati bersedia meneruskan jalan salib kehidupan yang disediakan bagiku untuk mencapai keselamatan yang membahagiakan bersama dengan rekan-rekan suster yang penuh cinta persaudaraan dan dengan mantap menatap hari depan karena : “CINTA-MU TUHAN, ABADI BAGIKU“.***

Tidak ada komentar: