Selasa, 23 Desember 2008

Dari Meja Uskup Agung: Perihal Lembaga Pendidikan Katolik

Pengantar
Redaksi KOINONIA meminta saya mengisi rubrik “Dari Meja Uskup Agung” edisi ini dengan tema sekitar kerasulan Sekolah Katolik dan tantangan-tantangannya. Setelah berpikir-pikir, saya memutuskan kali ini menggunakan rubrik ini sebagai salah satu sarana sosialisasi Pesan Pastoral Sidang KWI 2008 perihal ‘Lembaga Pendidikan Katolik’ (LPK).

Barangkali benarlah bahwa kadar dan kompleksitas masalah yang dihadapi LPK berbeda-beda dari Keuskupan yang satu ke Keuskupan yang lain. Namun jenis permasalahannya sendiri pada dasarnya sama di seluruh Nusantara. Sudah seringkali terdengar keluhan mengenai turunnya mutu Sekolah Katolik. Demikian juga visi-misinya banyak dipertanyakan. Regulasi dan tuntutan masyarakat diakui memperhadapkan LPK pada permasalahan yang rumit dan berat. Hal yang tidak dapat dibantah ialah grafik jumlah peserta didik di Sekolah Katolik dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2003-2008) terus menurun hampir di semua Keuskupan. Tidak terkecuali di Keuskupan kita!

Dalam 5 tahun terakhir jumlah siswa/i di Sekolah Katolik di Keuskupan kita turun 7%. Lilitan semua persoalan ini tampaknya sedang menyeret LPK ke dalam krisis serius. Namun, sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Anita Lie, M.Ed. di depan para peserta Sidang KWI 2008 baru-baru ini, itu tidak berarti tidak ada harapan; karena “krisis selalu berjalan beriringan dengan hadirnya peluang”. Tergantung bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada.

Dalam upaya mengidentifikasi permasalahan dan peluang yang ada, ditemukan 7 aspek akar permasalahan, yi.: filosofi pendidikan, reksa pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan dan kependudukan. Dalam masing-masing dari ke-7 aspek inilah pula perlu ditelusuri peluang-peluang yang ada. Untuk itu mutlak dibutuhkan komitmen bersama demi perubahan, yang dilandasi oleh kesadaran betapa penting dan strategis bidang pendidikan itu dalam mewujudkan tugas perutusan Gereja.

Itulah latar belakang dari Pesan Pastoral Sidang KWI 2008 di bawah ini. Pesan Pastoral tersebut dimaksudkan sebagai sumber inspirasi yang mengilhami semua pihak yang terlibat dalam LPK di Nusantara ini untuk mencari dan menemukan jalan terbaik bagi LPK di masing-masing Keuskupan di bawah pimpinan Uskupnya. Dan khusus untuk Keuskupan kita, rapat Dewan Imam baru-baru ini cukup tanggap dengan menyepakati pendidikan sebagai salah satu bidang prioritas program pastoral empat tahun ke depan.

Di sini Kita Berpijak

1. Dalam hari studi, 3-4 November 2008, sidang KWI memusatkan perhatian pada "Lembaga Pendidikan Katolik: Media Pewartaan Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak kepada yang Miskin". Para uskup, utusan Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia (Koptari) dan sejumlah pengelola Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yang hadir, dibantu oleh para narasumber, aktif terlibat dalam seluruh proses tukar-menukar pikiran, pemahaman, dan pengalaman. Keterlibatan itu mencerminkan pula kepedulian dan kesadaran akan arti serta nilai pendidikan, yang dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh LPK sebagai wujud nyata keikutsertaan Gereja dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (bdk. Pembukaan UUD 1945 alinea 4).

2. Disadari sepenuhnya oleh para peserta sidang, bahwa karya kerasulan pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan Kabar Gembira terutama di kalangan kaum muda. Dalam menjalankan panggilan Gereja tersebut, LPK mengedepankan nilai-nilai luhur seperti iman-harapan-kasih, kebenaran-keadilan-kedamaian, pengorbanan dan kesabaran, kejujuran dan hati nurani, kecerdasan, kebebasan, dan tanggung jawab (bdk. Gravissimum Educationis, art. 2 dan 4). Proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai insani-injili inilah yang membuat LPK itu unggul. Di sinilah, dan di atas nilai-nilai itulah LPK berpijak untuk mempertegas penghayatan iman dan memperbarui komitmen.

3. Sebagai lembaga agama, Gereja mendaku (mengklaim) memiliki tanggung jawab terhadap masalah sosial, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin (bdk. KHK 1983, Kanon 794). Dalam bidang pendidikan, tanggung jawab tersebut dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir ini mengalami tantangan karena pelbagai permasalahan, yang berhubungan dengan cara berpikir, reksa pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan, dan kependudukan. Tentu saja, cakupan permasalahan ini berbeda-beda menurut daerah dan jenis pendidikan Katolik yang tersebar di seluruh Nusantara. Sidang menyadari bahwa LPK menghadapi pelbagai macam tantangan dan kesulitan. Namun, para penyelenggara pendidikan Katolik harus tetap berusaha meningkatkan mutu dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Kesadaran Umat Beriman

4. Dari pengalaman jelaslah, LPK yang dikelola oleh keuskupan, tarekat maupun awam memperlihatkan, bahwa pendidikan Katolik menjadi bagian utuh kesadaran umat beriman (bdk. KHK 1983, Kanon 793). Pada gilirannya, mereka perlu mengambil bagian dalam tanggung jawab keberlangsungan LPK dalam lingkungan hidup mereka. Dalam upaya nyata untuk mengangkat kembali kemampuan LPK, keuskupan-keuskupan dan pengelola LPK lain sudah mengambil langkah nyata, antara lain menggalang dana pendidikan untuk menumbuhkan rasa memiliki di kalangan murid-murid sendiri, orang tua murid, mitra pendidikan, umat dan masyarakat umum. Dengan demikian dikembangkanlah solidaritas dan subsidiaritas dalam lingkungan karya pendidikan.

5. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat warga. Di sana-sini terjadi kesulitan dalam menerapkan peraturan pemerintah, filosofi pendidikan, dan kebijakan pendidikan yang mengutamakan orang miskin. Kendati demikian, LPK tetap menjalin kerjasama serta komunikasi setara dengan pemerintah, agar fungsi dan peran LPK tetap nyata.

Perubahan yang Diperlukan

6. Untuk setia pada pendidikan yang unggul dan mengutamakan yang miskin, perlu adanya perubahan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan. Perubahan itu merupakan keniscayaan bagi LPK, termasuk di dalamnya Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (Komdik KWI), Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Perhimpunan Akademi Politeknik Katolik Indonesia (PAPKI), Ikatan Insan Pendidikan Katolik (IIPK), pengurus yayasan, kepala sekolah/direktur/ketua/rektor, guru, orang tua peserta didik, peserta didik, dan seluruh umat, apa pun jabatannya.

7. Betapa mendesaknya suatu perubahan dalam seluruh tingkatan LPK! Perubahan itu mestinya dirancang dengan saksama dan dilaksanakan dengan arif di bawah otoritas uskup sebagai penanggungjawab utama pendidikan Katolik di keuskupannya (bdk. KHK 1983, Kanon 806). Perubahan yang diperlukan di sini antara lain:

•- menata ulang pola kebijakan pendidikan,

•- meningkatkan kerja sama antar-lembaga pendidikan,

•- mengupayakan pencarian dan penemuan peluang-peluang penggalian dana,

•- memotivasi dan menyediakan kemudahan bagi para guru untuk meningkatkan mutu pengajaran,

•- melaksanakan tata pengaturan yang jelas dan terpilah-pilah,

•- merumuskan ulang jiwa pendidikan demi memajukan dan mengembangkan daya-daya insan yang terarah kepada kebaikan bersama,

•- memperbarui penghayatan iman dan komitmen.

8. Perubahan-perubahan tersebut tidak dapat diserahkan hanya kepada salah satu pihak saja. Oleh karena itu, sidang menghendaki agar perubahan itu merupakan tanggung-jawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup. Dengan demikian, kunci perubahan adalah pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan beriman melalui LPK (bdk. Gravissimum Educationis, art. 3).

Harapan dan Ucapan Terima Kasih

9. Pesan pastoral ini hendaknya mengilhami semua pihak yang terlibat dalam LPK di seluruh Nusantara untuk mencari dan menemukan jalan terbaik bagi LPK di masing-masing keuskupan di bawah pimpinan uskupnya. Mengingat fungsi strategis dan pentingnya LPK dalam kerangka perwujudan tugas perutusan Gereja, kami para uskup sepakat, bahwa KWI akan menulis Nota Pastoral tentang Pendidikan. Nota Pastoral ini dimaksudkan selain untuk mendorong tanggung jawab bersama dalam pendidikan, juga untuk menguraikan lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan LPK.

10. Mengingat dan mempertimbangkan seluruh dinamika hari studi ini, kami para uskup dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peduli pada dan terlibat dalam LPK, khususnya:

•- Para guru yang telah bekerja dengan penuh dedikasi;

•- Orang tua yang tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka pada LPK;

•- Umat (warga masyarakat) yang penuh perhatian terhadap pendidikan;

•- Lembaga-lembaga Pendidikan Katolik yang benar-benar mengutamakan kalangan yang miskin.

Seraya berdoa, kami berharap semoga kehadiran LPK semakin mempertegas sikap Gereja Katolik untuk mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada gilirannya menjadi kabar gembira bagi semua.

Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita semua.

Jakarta, 11 November 2008
Konferensi Waligereja Indonesia

K e t u a

Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap.


Sekretaris Jenderal

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

Profil Yayasan Paulus Makassar



LATAR BELAKANG MUNCULNYA YAYASAN PAULUS MAKASSAR
Awal mula Gereja membutuhkan sarana untuk:
- Pewartaan Kabar Baik/Sukacita.
- Kesaksian Gereja di tengah masyarakat.
Bentuk kepedulian Gereja terhadap masyarakat yang lemah dan terbelakang.
Maka pada tahun 1948 diadakanlah Sekolah Malam (dilaksanakan pada malam hari) di Makale, Kabupaten Tana Toraja, selanjutnya mengalami perkembangan pesat.
Gereja merasa bahwa sekolah malam perlu dikembangkan, timbullah lembaga yang akan mengelola Pendidikan dan pengajaran Formal dan Non Formal yakni Yayasan Paulus.

SELAYANG PANDANG SEJARAH PERKEMBANGAN YAYASAN PAULUS MAKASSAR
1. Dengan Akta No.9 tahun 1950 No. JP.2.1/29/16 berdirilah Yayasan Paulus.
Pendirinya : Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders.
Tujuannya : Mengadakan pengajaran di Indonesaia dan pengajaran Katolik khususnya.

2. Dengan No. 10 tanggal, 7 Nopember 1977. Anggaran Dasar Yayasan diubah.
Tujuannya : Sama dengan tahun 1950.
Ketua Yayasan : J. Langan.

3. Dengan No. 55 tanggal, 21 September 1983. Anggaran Dasar diubah untuk kedua kalinya.
Ketua Yayasan : P.Dr. Alex.Paat,Pr.
Tujuannya : Tetap sama dengan tahun 1950.

4. Dengan No. 72 tanggal, 27 September 1983. Anggaran Dasar diubah untuk ketiga kalinya.
Ketua Yayasan : P.Dr. Alex. Paat,Pr.
Azasnya : Berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 dan Azas-azas Katolik.
Tujuannya : Mengusahakan dan mengembangkan pendidikan, pengajaran, dan pembangunan masyarakat Indonesia dengan jalan:
Mendirikan dan memelihara sekolah-sekolah, mendirikan tempat pelatihan, mendirikan kursus pertanian/pertukangan dan perniagaan.
Ruang geraknya: Bidang Sosial, Pendidikan non formal dan formal.

5. Dengan No. 198 tanggal, 24 Juni 1996. Anggaran Dasar diubah untuk keempat kalinya.
Ketua Yayasan : P. Willibrordus Welle,Pr.
Azas dan Ruang geraknya: Dalam terang iman katolik, berazaskan Pancasila dan UUD’45, bergerak di bidang sosial, dan tidak terbatas pada bidang pendidikan.
Maksud dan Tujuannya: Mengusahakan dan mengembangkan pendidikan, pengajaran dan pembangunan masyarakat Indonesia dengan jalan:
Mendirikan dan memelihara dan mengurus sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.

6. Dengan No. 6 tanggal, 3 Agustus 2002. Anggaran Dasar diubah untuk kelima kalinya.
Ketua Yayasan: P. Lucas Paliling,Pr.
Nama Yayasan: Yayasan Paulus.
Maksud dan Tujuannya: sama dengan poin 5 di atas.

7. Dengan No. 06 tanggal, 16 Desember 2006. Anggaran Dasar diubah untuk keenam kalinya.
Ketua Yayasan: P.Dr.Piet Timang,Pr.
Nama Yayasan: Yayasan Paulus.
Maksud dan tujuannya: sama dengan no. 5 di atas.

8. Dengan No. 02 tanggal, 8 Desember 2007. Pendirian Yayasan Paulus oleh Departemen HUKUM dan HAM.
Nama Yayasan: Yayasan Paulus Makassar.
Akte Pendirian: NPWP : 01.250.424-05.000.
SK. Menteri HUKUM dan HAM: No. AHU.841.AH.01.02 tahun 2008.
Lembaran Berita Negara: Tanggal 24/12-2008 No. 41.
Maksud dan Tujuan: Di bidang Sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Kegiatannya:
Bidang Sosial: Mendirikan rumah yatim piatu, mendirikan rumah LANSIA, mendirikan sekolah lemah mental, mendirikan rumah sakit/poliklinik, menyelenggarakan pendidikan non-formal, pendidikan formal mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi .
Bidang keagamaan: mendirikan rumah ibadah, pemeliharaan taman makam.
Bidang kemanusiaan: mendirikan rumah singgah, pelayanan jenasah, mendirikan penampungan pengungsi, hak asasi manusia dan perlindungan konsumen.

Pada tahun 2006, untuk pertama kalinya dalam suatu rapat kerja para Kepala Sekolah dirumuskanlah VISI dan MISI Yayasan Paulus Makassar. Visi dan Misi ini merupakan arah dan pola kebijakan operasional Yayasan ke depan.

VISI YAYASAN PAULUS MAKASSAR
Terwujudnya Komunitas Pendidikan yang Profesional, Setia terhadap Pencerdasan Kehidupan Bangsa dan Ciri Khas Katolik dengan Semangat Misioner dalam Pendampingan Kaum Muda sehingga tercipta Pribadi yang Cerdas.

MISI YAYASAN PAULUS MAKASSAR
Menyangkut :
a. Profesionalitas para Pengurus Yayasan, Kepala sekolah, Guru dan Pegawai.
b. Setia tehadap pencerdasan bangsa melalui upaya Karya Pastoral Pendidikan dengan tetap mengacu pada Pembukaan UUD’45.
c. Setia terhadap Ciri Khas melalui upaya Pelaksanaan Karya Kerasulan Pendidikan dengan tetap mempertahankan Ciri Khas Katolik.
d. Semangat Misioner melalui upaya Menghidupkan semangat Misoner para pegawai Yayasan tanpa pamrih.
e. Cerdas melalui usaha Pendampingan peserta didik agar mampu mengembangkan talentanya.

PERMASALAHAN SEKARANG DAN KE DEPAN
KETENAGAAN :
Tenaga guru yang berijazah S1 dan berakta IV sebagai persyaratan akreditasi sekolah sangat kurang terutama yang beragama katolik.
Sekalipun ada tenaga guru yang memenuhi syarat makin langka ditemukan yang bersemangat militan, loyal dan berdedikasi sebagai warga gereja katolik.
Kecenderungan para calon guru sekarang lebih tertarik memilih menjadi guru PNS atau ke sekolah swasta yang kuat finansilanya serta muda mendapatkan kemudahan dalam hal kesejahteraan.

KESEJAHTERAAN :
Kenyataan bahwa pendapatan Yayasan hanya bertumpu pada iuran orang tua/siswa pada Uang Pangkal, Uang Alat dan Uang SPP yang dari tahun ke tahun semakin menunjukkan grafik menurun.
Kenyataan pula bahwa biaya hidup sekarang ini semakin tinggi dan semakin berat, Yayasan belum mampu membiayai guru dan pegawainya sama seperti PNS.

KEPRIHATINAN :
Struktur dan Manajemen Yayasan dipandang perlu ditata kembali sesuai Anggaran Dasar Yayasan No. NPW: 01.250.424.7-805.000 dan UU Yayasan No. 16 Tahun 2001 yunto No. 28 Tahun 2004 dengan harapan :
a.1. Yayasan akan semakin profesional.
a.2. Pengurus/Anggota Yayasan akan memiliki persepsi yang sama tentang hakekat, peran dan fungsinya masing-masing.
a.3. Pengurus/Anggota Yayasan akan semakin mampu dalam menentukan strategi dan kebijakan operasional sekolah asuhannya.
a.4. Pengurus/Anggota Yayasan akan mampu menerjemahkan Ajaran Gereja ke dalam strategi kebijakannya.

Manajemen Persekolahan perlu ditata kembali searah dan senafas dengan RENSTRA tahun 2006 dan Anggaran Dasar Yayasan yang baru tahun 2008.dengan harapan :
b.1. Setiap Kepala sekolah tahu menyadari dan bertanggungjawab bahwa dia adalah perpanjangan tangan Yayasan di sekolah yang dipimpinnya.
b.2. Setiap Kepala sekolah tahu tanggungjawab, posisi dan fungsinya.
b.3. Setiap guru dan pegawai dapat bekerja secara profesional dan bertanggungjawab sebagai warga gereja.
b.4. Penegakan disiplin, meningkatkan mutu pendidikan dan SDM.
b.5. Menyadari pentingnya pendidikan agama katolik sebagai salah satu ciri khas sekolah katolik.

TANTANGAN SERIUS KE DEPAN
a. Munculnya sekolah swasta yang kuat finansialnya.
b. Adanya Program Pendidikan gratis dari pemerintah pusat dan propinsi.
c. Para orang tua akhir-akhir ini lebih cenderung memilih sekolah negeri yang melaksanakan pendidikan gratis, sarananya semakin lengkap dan mutu semakin baik.

SOLUSI ATAS PERMASALAHAN dan SEKALIGUS PROGRAM KERJA BADAN PENGURUS KE DEPAN (Periode 2006 – 2011)
- Merekrut tenaga guru yang memenuhi syarat akreditasi, militan, loyal dan berdedikasi.
CPNS yang berasal dari Guru Yayasan diberi rekomendasi dari Yayasan agar ditempatkan kembali di sekolah Yayasan.
- Penempatan tenaga PNS di sekolah Yayasan perlu ada pendekatan dengan pihak pemerintah Dinas Pendidikan.
- Penertiban masuk keluarnya dan penyimpanan uang Yayasan melalui tertib administrasi, pengawasan dan penegakan disiplin pengelolaannya baik di sekolah maupun di kantor/perwakilan Yayasan disertai laporan berkala yang teratur dan transparan.
- Secara bertahap/setiap tahun Yayasan menaikkan Gaji Pokok, Honor, Tunjangan dan insentif lainnya, sejauh keuangan Yayasan memungkinkan.
- Anggaran Dasar yang baru akan disosialisasikan kepada komponen Yayasan serta Perwakilannya.
- Akan mencari dan mengirim tenaga Yayasan bila ada kursus atau pelatihan manajemen.
- Mengadakan pembekalan tentang ajaran gereja yang relevan dengan bidang Pendidikan, beserta Narasumber yang berkompeten.
- Sosialisasi Anggaran Dasar yang baru kepada Kepala/Wakil dan KAUR sekolah.
- Pelatihan/kursus manajemen persekolahan secara lebih luas.
- Memanfaatkan waktu bila ada Seminar/lokakarya/pelatihan baik di daerah mapun luar daerah sejauh keuangan Yayasan memungkinkan.
- Mengadakan penyegaran sesuai bidang studi yang diasuh oleh para guru.
- Mengajak para orang tua siswa melalui pertemuan rutin di sekolah untuk menjelaskan/sharing sekitar tanggungjawab mereka terutama mereka yang beragama katolik.
- Bekerja sama dengan semua Yayasan anggota Komdik-MPK KAMS agar dipupuk sikap toleransi dengan sekolah yang kurang mampu.
- Dibutuhkan terobosan untuk memperkuat keuangan Yayasan oleh semua komponen Yayasan sebagai tanggungjawab bersama.
- Pendidikan gratis harus dicermati dampaknya bagi sekolah swasta dengan mempelajari perangkat aturan yang menyertainya.
- Orang tua yang beragama katolik lebih cenderung memilih sekolah negeri, alasannya: sekolah katolik mahal, bahkan menuntut supaya gratis karena mereka orang katolik. Perlu ditanamkan bahwa mati hidupnya sekolah katolik sesungguhnya merupakan tanggungjawab mereka juga. Perlu kerja sama dengan pihak Gereja agar ada penjelasan tentang keberadaan sekolah katolik.
- Yayasan secara bertahap mengadakan dan melengkapi serta meningkatkan sarana yang telah ada agar proses belajar mengajar berjalan lancar.
- Yayasan, Kepala sekolah, guru dan pegawai harus bertanggungjawab bersama memajukan mutu sekolah dan disiplin kerja yang semakin profesional.

KESIMPULAN PROGRAM MELIPUTI
Perekrutan Tenaga, Penertiban keuangan, Kesejahteraan, Struktur dan Managemen Yayasan, Manajemen Kepala sekolah/Wakil dan KAUR, Peningkatan mutu/sarana serta telaah terhadap berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah Dinas Pendidikan.

Kalau demikian karya dan reksa pastoral pendidikan formal yang diemban Yayasan Paulus Makassar akan tetap eksis, berkembang, dan bermutu, akan sungguh menjadi TERANG dan GARAM di tengah-tengah Gereja Lokal dan Masyarakat pada umumnya, sekalipun di depan mata sungguh banyak masalah yang akan dihadapi Yayasan.***
(sumber: Sekretaris Badan Pengurus Yayasan Paulus Makassar)

Seruan Bersama PGI-KWI dalam Rangka Pelaksanaan Pemilu 2009

Saudara-saudara terkasih di dalam Yesus Kristus,

1.    Kita patut menaikkan syukur ke hadirat Allah dalam Yesus Kristus, sebab atas anugerah-Nya bangsa dan negara kita dapat mengukir karya di tengah sejarah, khususnya dalam upaya untuk bangkit kembali serta membebaskan diri dari berbagai krisis yang mendera sejak beberapa tahun terakhir ini. Anugerah, penyertaan dan bimbingan Tuhan bagi perjalanan sejarah negeri ini, sebagaimana yang terus-menerus dimohonkan melalui doa-doa syafaat kita sebagai Gereja, adalah modal utama dan landasan yang amat kokoh bagi bangsa dan negara kita untuk berjuang lebih gigih dalam mencapai cita-cita proklamasi. Sejalan dengan itu Pemerintah dan seluruh komponen bangsa harus berupaya dengan lebih setia dan bersungguh-sungguh agar keinginan luhur bangsa sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, sejahtera dan damai, dapat diwujudkan.

Pemilihan Umum (Pemilu), baik untuk memilih anggota-anggota legislatif, maupun memilih Presiden dan Wakil Presiden akan dilaksanakan pada bulan April dan Juli 2009. Persiapan-persiapan pelaksanaannya telah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu melalui proses penyusunan perangkat perundang-undangan, pendaftaran dan verifikasi partai-partai politik calon peserta Pemilu, serta pencalonan bakal anggota-anggota legislatif dan berbagai persiapan lainnya.

Undang-undang Pemilu kali ini mensyaratkan beberapa hal baru dan mendasar yang sangat perlu dipahami oleh seluruh anggota masyarakat. Untuk mengawal proses Pemilu yang penahapannya sangat panjang dan mengandung beberapa ketentuan baru, kami mengajak seluruh umat kristiani untuk mempelajari aturan perundang-undangan itu dengan cermat dan cerdas agar keterlibatan dalam Pemilu sungguh-sungguh menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan memiliki tanggungjawab terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia bahkan mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar memiliki wibawa karena didukung sepenuhnya oleh rakyat.

Mengingat pentingnya peristiwa nasional ini, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) dan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (Presidium KWI) menyampaikan Seruan Bersama bagi umat kristiani baik yang ada di Tanah Air maupun yang berdomisili di luar negeri.

2.    Kami memahami bahwa pelayanan Gereja pertama-tama adalah sebagai tanda kasih Allah bagi umat manusia. Politik adalah salah satu bidang pelayanan yang seharusnya juga ditujukan bagi perwujudan kasih Allah itu. Kasih Allah itu kian nyata dalam upaya setiap warga mengusahakan kesejahteraan umum. Alkitab menyatakan, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (bdk.Yeremia 29:7). Karya seperti itu dijalankan dengan mengikuti dan meneladani Yesus Kristus, Sang Guru, Juruselamat dan Tuhan, yang secara khusus menyatakan keber-pihakan-Nya terhadap kaum yang kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan.

Dalam semangat mendasar ini Gereja mendukung pelaksanaan Pemilu yang berkualitas, yang diharapkan akan menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pejabat-pejabat pemerintah yang benar-benar memiliki kehendak baik untuk bersama seluruh rakyat Indonesia mewujudkan kesejahteraan umum.

Atas dasar pertimbangan di atas kami menyerukan agar hal-hal berikut diperhatikan dengan saksama:

Pertama, perlu disadari bahwa melalui peristiwa Pemilu hak-hak asasi setiap warga negara di bidang politik diwujudkan. Oleh karena itu setiap warga negara patut menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab dan dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara hati nuraninya. Bagi kita, Pemilu pada hakikatnya adalah sebuah proses kontrak politik dengan mereka yang bakal terpilih. Tercakup di dalamnya kewajiban mereka yang terpilih untuk melayani rakyat, dan sekaligus kesediaan untuk dikoreksi oleh rakyat. Keinginan dan cita-cita bagi adanya perubahan serta perbaikan kehidupan bangsa dan negara dapat ditempuh antara lain dengan memperbarui dan mengubah susunan para penyelenggara negara. Sistem Pemilu yang baru ini membuka peluang untuk mewujudkan cita-cita perubahan dan perbaikan itu dengan memilih orang-orang yang paling tepat. Alkitab menyatakan: “…pilihlah dari antara mereka orang-orang yang cakap, setia, dan takut akan Tuhan, dipercaya dan benci pada pengejaran suap… ” (bdk. Keluaran 18:21).

Kedua, masyarakat perlu didorong untuk terus-menerus mengontrol mekanisme demokrasi supaya aspirasi rakyat benar-benar mendapat tempat. Sistem perwakilan yang menjadi tatacara pengambilan keputusan ternyata sering meninggalkan aspirasi warga negara yang diwakili. Hal ini disebabkan karena para politisi wakil rakyat itu dalam menjalankan tugasnya ternyata tidak mampu secara optimal mewujudkan keinginan rakyat bahkan mengingkari janji dan komitmen mereka. Tindakan mereka tidak dapat dipantau sepenuhnya oleh rakyat bahkan tidak sedikit dari mereka yang ingin terpilih, beranggapan bahwa dengan jabatan itu mereka akan memperoleh keuntungan.

Ketiga, hasil-hasil Pemilihan Umum harus benar-benar menjamin bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tetap dipertahankan sebagai dasar negara dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemilihan Umum seharusnya memberikan jaminan bagi kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia, jaminan pelaksanaan kebebasan beragama, terwujudnya pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa.

Hasil-hasil Pemilihan Umum harus menjamin terwujudnya kehidupan politik yang makin demokratis, pembangunan yang menyejahterakan rakyat, adanya kepastian hukum dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

3.   Kita mengambil bagian dalam Pemilihan Umum sebagai warga negara yang bertanggungjawab dan sekaligus sebagai warga Gereja yang taat kepada Tuhan. Dapat saja terjadi bahwa di dalam suatu Jemaat atau Gereja, terdapat anggota-anggota yang berdasarkan hati nurani dan tanggungjawab masing-masing menerima pencalonan diri dan atau menjatuhkan pilihannya kepada kekuatan-kekuatan sosial politik yang berbeda-beda. Dalam hal demikian, maka pilihan-pilihan yang berlain-lainan itu yang dilakukan secara jujur, tidak boleh mengganggu persekutuan dalam Jemaat dan Gereja; sebab persekutuan dalam Jemaat dan Gereja tidak didasarkan atas pilihan politik yang sama, melainkan didasarkan atas ketaatan terhadap Tuhan yang satu. Dalam upaya menjaga netralitas dan obyektivitas pelayanan gerejawi maka pimpinan Gereja/Jemaat tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik. Amanat Tuhan agar umat-Nya menjadi garam dan terang dunia, dapat dijalankan dalam wadah kekuatan-kekuatan sosial-politik yang berlain-lainan sesuai dengan hati nurani dan pilihan yang jujur dari masing-masing anggota jemaat dan Gereja. Para warga Gereja yang melayani kepentingan rakyat dan negara melalui wadah-wadah yang berlainan harus selalu saling mengasihi dan hormat-menghormati, sebab mereka semuanya membawa amanat yang sama, yaitu untuk “berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah” (bdk. Mikha 6: 8).
 
 Demikianlah Seruan Bersama kami. Kiranya Tuhan Allah, akan senantiasa memberkati bangsa kita dalam menapaki hari-hari cerah di masa depan. Semoga Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita berkenan menyelesaikannya pula (bdk. Filipi 1:6).

Jakarta, Oktober 2008

Majelis Pekerja Harian
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia


Ketua Umum,
ttd.
Pdt. Dr. A.A. Yewangoe,

Sekretaris Umum,
ttd,
Pdt. Dr. Richard M. Daulay

Konferensi Waligereja Indonesia

Ketua,
ttd.
Mgr. M.D. Situmorang, OFM.Cap.


Sekretaris Jenderal,
ttd,
Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF

Caritas Makassar dan Banjir di Palopo

CARITAS MAKASSAR BERSAMA UMAT
MEMBANTU PENANGANAN BENCANA
BANJIR BANDANG PALOPO


Awal November yang lalu, tepatnya Selasa, 4 November 2008, telah terjadi banjir bandang yang merendam sebagian kota Palopo, menewaskan dua orang anak, beberapa orang cedera serius dan membawa kerugian materil yang tidak sedikit. Luapan air yang tiba-tiba menerjang di malam hari itu merobohkan dan menghanyutkan puluhan rumah serta melumpuhkan aktivitas sebagian masyarakat karena kerusakan jalan dan fasilitas umum.

Menurut data Satkorlak Palopo, hampir seluruh wilayah Kecamatan Wara dan Wara Timur tergenang banjir, meliputi kelurahan Tompotikka, Amassangan, Surutanga, Salutellue, Ponjalae, Pajalesang, Dangerakko dan Lagaligo. Infrastruktur yang mengalami kerusakan parah diterjang banjir bandang di antaranya: Jembatan Amasangan, Jembatan Putih, Jembatan Gantung Latuppa, pagar SDN Surutanga rubuh, 5 titik longsor di jalur Jalan Palopo-Bastem dan lain-lain yang belum terdata di Satkorlak. Setelah air surut genangan lumpur setinggi 20 cm memenuhi jalan-jalan dan kurang lebih 2000 rumah penduduk serta beberapa sekolah. Sekitar 100 rumah penduduk mengalami kerusakan parah, serta sebuah rumah terbakar pada saat kejadian berlangsung.

Sehari setelah terjadinya bencana dan setelah mengadakan koordinasi dengan Pastor Frans Tandipau Pr, Pastor Paroki St. Mikael Palopo, Pastor Fredy Rante Taruk Pr. selaku Direktur Caritas Makassar segera mengumpulkan pengurus dan anggotanya, yang kebetulan sedang mengikuti Training Project Cycle Management (PCM) di Malino, untuk mendiskusikan langkah-langkah tindakan bantuan. Dibentuklah tim penanganan bencana banjir Palopo dan diputuskan segera mengirim tim peninjau untuk mengumpulkan data dan mengusulkan program bantuan darurat maupun rehabilitasi yang dapat dilakukan oleh Caritas. Pastor Natan Bungadatu Pr bertindak selaku Kordinator Tim Tanggap Darurat (Emergency Response Team). Bersamaan dengan itu segera dikoordinasikan penggalangan bantuan yang diumumkan ke semua Paroki di kota Makassar.

Data hasil peninjauan kemudian segera dibahas dan diputuskan untuk melakukan intervensi tanggap darurat berupa pemberian bahan makanan dan minuman yang lebih merata, penyewaan truk dan perlengkapan untuk pembersihan genangan lumpur serta sampah yang berserakan, pemberian bantuan kasur busa, buku dan perlengkapan sekolah serta pengadaan obat-obatan yang memang sangat dibutuhkan karena sebagian warga mulai terkena penyakit seperti ISPA dan diare. Sumbangan bantuan umat yang terkumpul di kantor Caritas di Kantor Keuskupan juga segera dilengkapi dan dikirimkan ke Palopo. Dikawal oleh beberapa pengurus Caritas Makassar, di antaranya Dominikus Renaldi dan Robin D. Zakharia, serta seorang volunteer Andrew, sumbangan tanggap darurat Caritas Makassar pun segera dibawa ke Palopo.

Setiba di Palopo segera dilakukan kordinasi dengan tim Paroki Palopo dan Satkorlak setempat untuk pelaksanaan pemberian bantuan. Pertama-tama dengan menyewa beberapa truk dan bersama umat setempat melakukan pembersihan fasilitas umum dari genangan lumpur dan sampah. Setelah itu kepada mereka yang memang sangat membutuhkan diberikan bantuan berupa peralatan masak, kasur busa, sepatu, seragam dan perlengkapan sekolah, serta bahan makanan.

Rencananya setelah berkordinasi dengan Karina KWI akan diputuskan bentuk bantuan berikutnya. Caritas Makassar pertengahan Desember kembali akan menurunkan tim untuk pelaksanaan bantuan tersebut, sekaligus membawa sumbangan umat yang terkumpul kemudian. Di lapangan tim ini akan bekerjasama dengan tim Seksi Sosial Paroki St. Mikael Palopo.

LAPORAN HASIL PENINJAUAN LAPANGAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI PALOPO
Masalah:
- Pembagian sembako untuk korban belum mencukupi dan tidak merata.
- Lumpur masih mengenangi sebagian rumah penduduk. Lumpur dan sampah sisa-sisa barang barang rumah tangga yang hanyut masih berserakan dijalan-jalan. Lumpur sangat mengganggu aktifitas penduduk di kota Palopo.
- Tempat tidur/kasur/buku-buku anak sekolah dan banyak perabotan rumah tangga tidak dapat dipergunakan lagi.
- Listrik tidak dapat menyala secara optimal(terjadi pemadaman bergilir), akibat tower aliran listrik dari PLTA Bakaru roboh.
- Obat-obatan darurat terutama untuk penyakit ISPA sudah sangat menipis (data dari POSKO)
- Air PAM tidak mengalir, kalaupun mengalir airnya keruh.

Tindakan darurat yang sudah dilakukan Caritas Makassar bekerja sama dengan Paroki St. Mikael Palopo:

- Pembagian SEMBAKO kepada masyarakat dengan sasaran daerah daerah yang belum/kurang menerima pembagian SEMBAKO
- Menyewa 4 (empat) buah truk untuk mengangkut LUMPUR/SAMPAH yang masih berserakan di jalan.
- Mengarahkan siswa SMU/SMP FRATER dan tim relawan dari umat paroki Sto Mikael Palopo untuk turut bersama sama mengangkut LUMPUR/SAMPAH yg masih ada di jalan ke atas truk untuk dibuang tempat pembuangan akhir.
- Pembagian kasur busa/matras untuk korban yang benar-benar tidak mampu.
- Pembagian buku tulis dan peralatan sekolah untuk siswa yg kehilangan karena banjir dan tidak mampu untuk membeli lagi.
- Bantuan obat obatan untuk penyakit ISPA.

Pada kunjungan terakhir, 15 Desember 2008, Caritas Makassar terjun ke daerah terdampak banjir bandang dan berkoordinasi dengan Kesbang, Pemerintah Kota Palopo, telah disalurkan bantuan dalam bentuk kasur/matras, panci atau dandang, peralatan makan: sendok, gelas dan piring. Kunjungan terakhir ini dipimpin oleh Program Manajer Advokasi dan Networking Jefri Tanwil, bersama dengan Dominikus Renaldi, Robin D.Zakharia serta Matius Tirangka.*** Penulis: Yohannes T. Boro, Caritas Makassar


Mutasi Personalia KAMS

P. Paskalis La Oda
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Paroki “St. Petrus” – Nanggala dan diangkat sebagai Pastor Paroki Siti Fatima – Bantaeng.

P. Daud La Bolo
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Paroki “St. Petrus” – Mamasa dan diangkat sebagai Pastor Paroki St. Petrus – Nanggala.

P. Natanael Runtung
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Paroki “Kristus Raja” – Nonongan dan diangkat sebagai Pastor Paroki Hati Maria Tak Bernoda – Makale.

P. Simon Tunreng Malatta
Dilepaskan dari tugas studi lanjut di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diangkat sebagai Pastor Paroki Kristus Raja – Nonongan.

P. Alex Maitimo
Diangkat sebagai Pejabat sementara Pastor Paroki St. Petrus Mamasa.

P. Falentinus Folata Laia CICM
Diangkat sebagai Pastor Moderator Perkumpulan Warakawuri St. Monika.

Agenda Bapa Uskup

Desember 2008
Tgl. Acara
02 Hari Imam
04 Rapat Kuria Plus
06 Pertemuan dgn Yayasan PT Atma Jaya
08 Pertemuan Tim Studi Budaya/Inkulturasi di IKAR
09 Pertemuan dgn Sie Sosial Kemasyarakatan FK2T di IKAR
16 Hari Imam
17 Pertemuan dgn Pengurus JSM
22 Pancawindu Imamat P. Ernesto Amigleo CICM / Vikjen
23 Hari Imam
25 Natal
26 Open House
30-31 Acara di Tator

Januari 2009
Tgl. Acara
02 Acara di Palopo (syukuran Pastoran dan Perayaan Natal)
03 Misa Bersama Umat di Palopo
06 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
07 Pertemuan Lintas Kelompok Kerasulan Orang Muda
11 Pemberkatan Gereja di Barru
13 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
17 Acara JSM
20 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
22 Pesta Perak Imamat P. Rudy Kwary & P. Leo Matheus Arruan
28-30 Rapat Presidium KWI di Jakarta

Februari 2009
Tgl. Acara
03 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
05 Acara di Suaya
06 Rapat Tim Semlok Inkulturasi di IKAR
07 Pemberkatan Gereja di Suaya
10 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
12 Rapat Dewan Konsultor
19 Tahbisan Uskup Denpasar
24 Hari Imam; Sore: Misa di SPC
25 Rabu Abu

Tahbisan Uskup Banjarmasin Mgr. Piet Timang



TAHBISAN USKUP KEUSKUPAN BANJARMASIN
MGR. DR. PETRUS BODDENG TIMANG
Banjarmasin, 25-26 Oktober 2008


Mgr. Piet Timang saya rasakan sebagai malaikat pelindung saya ketika saya bersama beliau hidup di rantau – di Collegio Saint Paolo Roma selama beberapa tahun dari tahun 1983-1986. Saya datang setahun kemudian dari Mgr. Timang dan saya merasa sebagai orang asing di tempat itu, tetapi saya merasa dijaga, dilindungi, diantar ke tempat-tempat yang belum saya mengerti. Saya diantar ke Universitas Angelicum – tempat kami belajar bersama dan juga ke supermarket untuk belanja bahan makanan.” (Mgr. Johannes Pujasumarta)

Salve Agung, Sabtu, 25 Oktober 2008
Sore itu hujan mengguyur kota Banjarmasin, namun hal ini nampaknya tidak menghalangi niat umat yang berdatangan untuk mengikuti Salve Agung. Sabtu sore, 25 Oktober 2008, mulai pukul 18.00 Wita bertempat di Gereja Katedral “Keluarga Kudus” Banjarmasin, diadakan Salve Agung, dimana pada prosesi ini dilakukan pemberkatan berbagai perlengkapan dan atribut dari Uskup terpilih (meliputi Mitra, Tongkat, Cincin, Salib dan Tongkat). Pemberkatan dipimpin oleh Nuntius (Duta Besar Vatikan untuk Republik Indonesia) Mgr. Leopoldo Girelli didampingi oleh Uskup Keuskupan Palangkaraya Mgr. Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF dan Uskup Keuskupan Tanjung Selor Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF.

Perayaan Ekaristi Tahbisan Uskup Keuskupan Banjarmasin, Minggu, 26 Oktober 2008
Pada hari Minggu, 26 Oktober 2008, bertempat di Gedung Sultan Suriansyah, jalan Brigjend H. Hasan Basry – Kayutangi, Banjarmasin, digelar perhelatan akbar berupa Tahbisan Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. DR. Petrus Boddeng Timang. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. F.X. Prajasuta, MSF selaku Konselebran Utama didampingi oleh Uskup Keuskupan Agung Samarinda Mgr. Sului Florentinus, MSF dan Uskup Keuskupan Agung Makassar Mgr. John Liku-Ada’.

Perayaan Ekaristi didahului dengan Prosesi Perarakan sekitar pukul 08.07 WITA, yang dibuka dengan tari-tarian dari Tana Toraja. Para penari ini kemudian menjemput para petugas Perayaan Ekaristi, Duta Besar Vatikan untuk Republik Indonesia, Kardinal, Uskup terpilih, para Uskup, para Administrator Keuskupan dan para Imam menuju ke arah Altar yang diiringi dengan Lagu Gregorian berjudul “Ecce Sacerdos”. Saat berada di depan, para Imam segera menuju deretan bangku depan yang telah disediakan, sedangkan yang lainnya langsung menuju ke atas Altar. Tampak Uskup terpilih Keuskupan Banjarmasin didampingi oleh 2 orang Pastor yaitu Pastor DR. Wim van der Weiden, MSF dan Pastor Clemens Schreurs, CICM. Perayaan Ekaristi dimulai dengan Tanda Salib yang dipimpin oleh Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. F.X. Prajasuta, MSF.

Usai Tanda Salib kemudian disampaikan Pengantar oleh Mgr. Petrus Timang. Dalam Pengantar yang disampaikannya, Mgr. Petrus Timang berujar, “Siapakah aku ini sehingga dipanggil untuk mengembang tugas sebagai Uskup? Kiranya pada saat seperti ini, setiap orang merasa tidak mampu dan tidak pantas untuk mengemban tugas yang berat dan luhur tersebut. Saya sungguh percaya bahwa Anda sekalian; pertama-tama sebagai umat beriman mempercayakan diri kepada kehendak Allah, untuk bersatu padu dan sejiwa untuk memenuhi segala harapan Allah dalam tutur kata dan tingkah laku. Maka marilah kita bersama-sama mengakui kelemahan-kelemahan dan kesalahan kita sebagai tanda bahwa kita percaya akan kasih Allah yang menguatkan dan menyelamatkan. Marilah kitapun saling mengampuni supaya Tahbisan ini bisa kita laksanakan dengan hati yang bersih dinaungi oleh kasih karunia Allah.” Kemudian Mgr. Petrus Timang mengajak seluruh umat untuk mengucapkan Doa Tobat secara bersama-sama.

Lagu Gregorian “Kyrie” dan “Gloria” kemudian dilantunkan oleh barisan koor bersama-sama dengan umat secara berurutan, lalu dilanjutkan dengan Doa Pembukaan sebelum akhirnya masuk ke dalam bagian Liturgi Sabda. Setelah Liturgi Sabda selesai, umat bersama semua yang hadir masuk ke dalam bagian Ritus Tahbisan Uskup yang diawali dengan lagu “Veni Creator.” Mgr. Petrus Timang didampingi oleh Pastor Wim van der Weiden, MSF dan Pastor Clemens Schreurs, CICM menuju ke depan Altar dan berdiri di hadapan Mgr. Prajasuta, Mgr. Sului dan Mgr. John Liku-Ada’ yang berdiri membelakangi Altar, kemudian dilakukan Pengajuan Uskup Terpilih oleh Imam Pendamping 1 yaitu Pastor Wim van der Weiden, MSF. Usai mengadakan tanya jawab dengan Mgr. F.X. Prajasuta, lalu Mgr. Prajasuta memohon kepada Duta Besar Vatikan Mgr. Leopoldo Girelli – sebagai Wakil dari Sri Paus Benediktus XVI untuk membacakan “Bulla” (Surat Pengangkatan Resmi dari Takhta Suci Vatikan), sedangkan Mgr. Timang dan 2 orang Imam Pendamping kembali ke tempat duduk semula di sisi kiri Altar.

“Benediktus, Uskup, hamba dari para hamba Allah kepada Petrus Boddeng Timang, Imam dari Keuskupan Agung Makassar yang terpilih menjadi Uskup Banjarmasin,

Salam dan berkat Apostolik,
Sebagai pelanjut kedudukan Santo Petrus, kami sungguh menaruh perhatian pada kesejahteraan Gereja setempat masing-masing, karena harus dipenuhinya takhta Keuskupan Banjarmasin karena pengunduran diri dengan hormat saudara kami Yang Mulia Fransiscus Xaverius Rocharjanta Prajasuta, MSF. Setelah mendengar saran dari Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-bangsa, kami mendapatkan dalam diri Anda putera terkasih, kelayakan-kelayakan untuk menjadi pemimpinnya karena Anda dianugerahi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dan memiliki pengalaman dalam hal-hal yang kudus.

Oleh karena itu atas dasar kekuasaan Apostolik tertinggi yang ada pada kami, kami mengangkat Anda menjadi Uskup Banjarmasin dengan segala hak dan kewajibannya.
Kami mengijinkan Anda menerima Tahbisan dari seorang Uskup Katolik manapun di luar kota Roma, asal diperhatikan ketentuan liturgis yang berlaku dan didahului Pendamping Imam Katolik serta pengucapan Janji Kesetiaan kepada kami dan para pengganti kami sesuai dengan ketetapan-ketetapan Kitab Hukum Kanonik.
Selain itu kami memerintahkan agar surat ini dimaklumkan kepada segenap Klerus dan segenap umat di Keuskupan Anda. Kepada mereka kami mengesahkan agar mereka menerima Anda dengan sukacita dan tetap terikat dengan kesatuan penuh dengan Anda.
Akhirnya putera terkasih, dengan bimbingan Santa Perawan Maria, bagi Anda kami mohonkan berlimpahnya anugerah Roh Kudus Sang Penghibur, agar dengan anugerah-anugerah itu Anda dapat menggembalakan umat beriman yang dipercayakan kepada Anda dengan penuh kasih kebapaan. Agar dengan demikian terutama digerakkan oleh suri teladan Anda, mereka ini dari hari ke hari semakin berkembang keutamaan-keutamaan Kristiani mereka dan menjadi saksi-saksi hidup dari kasih Allah kepada dunia.

Semoga damai Kristus senantiasa menyertai Anda dan segenap Komunitas Gerejani Anda yang juga sungguh sangat kami kasihi.

Dikeluarkan di Roma di Gereja Santo Petrus
pada tanggal 14 bulan Juni pada tahun Tuhan 2008
dalam tahun keempat masa Kepausan kami,
Benediktus XVI Paus.”


Setelah pembacaan Bulla, kemudian disampaikan Homili oleh Uskup Keuskupan Bandung – Mgr. Johannes Pujasumarta. Mengakhiri homili, Mgr. Puja menyampaikan cerita kecil.

Dalam sebuah perjalanan ditemukan rintangan yaitu sebuah balok besi yang besar. Untuk mengatasinya ada 4 buah sarana yang tersedia yaitu palu, gergaji, kapak dan api. Setelah keempatnya berunding, maka masing-masing diberi kesempatan untuk mengeluarkan rencana-rencana strategis masing-masing untuk menyingkirkan besi yang menjadi penghalang itu. Si palu langsung memukul-mukulkan dirinya pada besi itu, tetapi apa yang kemudian ia alami? Kepala palu itu mencelat (terlempar-red), hancur dan balok besi itu tetap ada di jalan tersebut. Lalu kemudian gergaji maju, berkoar-koar, banyak ribut, banyak omong dulu, kemudian mulai bekerja menancapkan gigi-giginya pada batang besi itu, tetapi semua giginya rontok dan balok besi tetap berada di jalan. Yang ketiga adalah kapak yang maju mengasah diri dulu, hening sejenak lalu memukul-mukulkan dirinya pada besi itu. Tetapi kapak itu juga tidak bisa menghancurkan besi itu. Yang keempat adalah api. Api dengan tenang kemudian memeluk besi itu, memeluk dan terus memeluk sampai besi itu luluh dan rintangan itupun akhirnya dapat dihindari.

Api itu adalah api kasih, api itu adalah api Roh Kudus yang hendaknya juga membakar diri kita, mengubah kita menjadi utusan-utusan-Nya. Veni Sancte Spiritus – motto Mgr. Prajasuta - Datanglah Roh Kudus, masuklah Roh Kudus itu ke dalam hati kami agar kami semua memahami betul dan mengalami bahwa Allah adalah Kasih – Deus Caritas Est. Terpujilah Tuhan Yesus untuk selama-lamanya. Amin.

Usai penyampaian homili oleh Mgr. Pujasumarta, proses kemudian dilanjutkan dengan pengucapan Janji Uskup terpilih. Mgr. Petrus Timang segera beranjak dari tempat duduknya menuju bagian depan Altar dan kemudian berlutut di hadapan Mgr. Prajasuta, Mgr. Sului Florentinus dan Mgr. John Liku-Ada’ untuk mengucapkan Janji Uskup. Setelah selesai dinyanyikan secara megah “Litani Para Kudus”, saat ini Mgr. Petrus Timang tiarap di Altar.

Puncak Ritus Tahbisan pun tiba, Mgr. Petrus Timang berlutut dan saat ini dilakukan Penumpangan Tangan oleh Mgr. Prajasuta selaku Pentahbis Utama, kemudian Pentahbis 1 dan 2 juga menumpangkan tangan diikuti oleh seluruh Uskup yang hadir secara bergantian. Prosesi dilanjutkan dengan Doa Tahbisan Uskup, dimana pada saat pengucapan Doa Tahbisan, Kitab Injil berada pada posisi terbuka dan diletakkan di atas kepala Uskup Baru hingga Doa Tahbisan berakhir.

Selanjutnya adalah prosesi Ritus Pelengkap dimana pada saat ini, Pentahbis Utama Mgr. Prajasuta mengurapi kepala Uskup Baru dengan minyak krisma, dilanjutkan dengan penyerahan Injil, pengenaan cincin, mitra dan penyerahan tongkat kegembalaan.

“Saudari-saudari terkasih, Keuskupan Banjarmasin kini mempunyai seorang Uskup Baru yang akan memimpin dan mempersatukan umat pada Kristus, memperhatikan keselamatan, serta hidup bersatu sehati sejiwa dalam suka dan duka dengan umat. Sebagai tanda syukur kepada Tuhan, kita semua dengan gembira menyambut Bapak Uskup Petrus Boddeng Timang sebagai pemimpin Keuskupan Banjarmasin,” demikian disampaikan Mgr. Prajasuta kepada umat yang hadir. Serentak umat berdiri dan bertepuk tangan gembira menyambut Uskup baru Keuskupan Banjarmasin. Kemudian Mgr. Petrus Timang menuju Tahta Uskup dan berdiri di depan Tahta beliau untuk menerima ucapan selamat dari pada Uskup, Pendamping 1 dan 2, juga perwakilan dari semua Kongregasi Imam yang berkarya di Banjarmasin. Dari Kongregasi Praja diwakili oleh Pastor Simon Edy Kabul Teguh Santoso, Pr, dari Kongregasi MSF diwakili Pastor Aloysius Lioe Fut Khin, MSF, dari Kongregasi CM diwakili oleh Pastor Christophorus Katijanarso, CM, dari Kongregasi CP diwakili Pastor Gregorius Sabinus, CP dan dari Kongregasi MSC diwakili Pastor Theodorus Yuliono, MSC sebagai ungkapan hormat dan taat kepada Uskup Baru. Saat ini dinyanyikan lagu “Proficiat” dengan begitu megah oleh koor, Imam, Biarawan/Biarawati, Suster dan segenap umat yang memenuhi Gedung Sultan Suriansyah pagi ini.

Kemudian dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi. Sesudah Komuni, dinyanyikan lagu “Hati Baru” karya Mgr. Prajasuta, MSF. Usai pengucapan Doa Sesudah Komuni, Uskup Baru Banjarmasin Mgr. Petrus Boddeng Timang memberikan berkatnya kepada seluruh umat yang hadir dengan berkeliling hingga keluar gedung Sultan Suriansyah didampingi oleh Mgr. Sului Florentinus dan Mgr. John Liku-Ada’ dengan diiringi lagu “Berkatilah Ya Tuhan” yang dinyanyikan dengan gaya Dayak Bahau. Usai memberikan berkatnya, Mgr. Petrus Timang dan para Uskup Pentahbis kembali ke tempat duduk masing-masing. Lalu Seremoniarus memperkenalkan Duta Besar Vatikan, Bapak Kardinal, para Uskup, Administrator Keuskupan, dan Imam Pendamping.

Acara selanjutnya adalah Sambutan-sambutan di antaranya dari Mgr. Prajasuta, Mgr. Dogma Situmorang, Mgr. Leopoldo Girelli dan ditutup dengan sambutan dari Uskup Banjarmasin yang baru Mgr. Petrus Timang.

Setelah sambutan-sambutan acara dilanjutkan kembali dengan proses Berkat Meriah dari Uskup Baru Keuskupan Banjarmasin hingga kemudian para Uskup meninggalkan Altar dengan nyanyian penutup “Ti Ring Grazio, O Mio Signore” karya Mgr. Prajasuta, MSF.

Acara selanjutnya adalah Resepsi Tahbisan Uskup dan Pesta Perak Tahbisan Uskup yang digelar ditempat yang sama. Acara ini dihadiri oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Dirjend Bimas Katolik Depag RI, Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan, Walikota serta jajaran Muspida Tingkat I dan II, Jajaran Militer TNI dan POLRI, para Tokoh Agama dan masyarakat, FKUB serta umat. Acara diisi dengan berbagai tampilan hiburan berupa tari-tarian dan paduan suara yang ditutup dengan acara foto bersama. Dalam acara ini hadir sekitar 6.500 orang umat dari berbagai tempat. Acara dimulai sekitar pukul 08.00 WITA pagi berakhir pukul 14.00 WITA dengan berjuta kesan yang mendalam. Proficiat kepada Mgr. Petrus Timang! Selamat berkarya di Keuskupan Banjarmasin.*** [Sumber: Panitia Tahbisan, diedit Tim Redaksi]

Panca Windu Tahbisan Imamat: P. Ernesto Amigleo cicm

Pada hari yang berbahagia ini saya bergembira dan bersyukur kepada Tuhan atas karunia Sakramen Imamat yang oleh kasih-Nya yang besar dianugerahkan-Nya kepada saya. Maka, dalam rangka yubileum ini, saya “hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya.”

Dalam Injil Yohanes, Yesus menanyakan 3 kali kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” dan Simon menjawab: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Yesus berkata: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Pertanyaan Yesus kepada Simon Petrus seolah-olah ditanyakan pula oleh Yesus kepada saya saat saya ditahbiskan imam. Dan jawaban saya seperti jawaban Simon Petrus: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Dan Yesus berkata kepada saya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Waktu itu saya belum tahu konsekwensi dari apa saya ucapkan itu. Sesudah 40 tahun sebagai gembala-Nya, baru saya mengerti isi dari komitmen yang saya ucapkan saat saya ditahbiskan itu.

Bercerita tentang panggilan saya, pertama-tama hanya Allah saja yang tahu. Yang pasti bahwa panggilan saya adalah karunia Tuhan, bukan karena jasa saya, melainkan karena Kasih-Nya yang besar kepada Gereja. Yesus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Aku yang memilih kamu.” Berikut ini saya mau membagikan secara singkat pengalaman saya selama 40 tahun sebagai imam. Anggaplah ini sebagai suatu kesaksian.

Keluarga dan Latar Belakang Panggilan Saya
Saya lahir dan bertumbuh dari keluarga yang sederhana dan takwa kepada Tuhan. Bapa saya seorang militer dan veteran Perang Dunia II. Mama saya adalah seorang ibu rumah tangga. Kami 4 bersaudara: kakak perempuan, saya, dan dua adik laki-laki. Pada masa kecil, Mama sering membawa saya ke gereja untuk ikut Misa pagi. Pada umur 8, saya menjadi misdinar. Sebagai misdinar timbul minat saya untuk menjadi imam yang bisa mengubah roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus. Namun pada masa remaja ketika saya di SMP dan SMA yang dikelola oleh para misionaris CICM, sekalipun saya tetap misdinar, minat itu luntur karena kesibukan dalam banyak kegiatan di sekolah baik kurikuler maupun ekstra-kurikuler. Selesai SMA saya melamar ke Sekolah Tinggi de La Salle (sekarang Universitas) dan mengikuti tes masuk. Saya lulus, namun diminta dari saya surat rekomendasi dari kepala sekolah SMA yang adalah seorang pastor CICM. Dalam percakapan kami, dia berkata: saya pernah dengar dari orang-tuamu bahwa kau ada minat untuk menjadi imam.” Saya menjawab: “ya, dulu ketika SD. Tetapi sekarang saya mau lanjut studi ke de La Salle.” Lalu dia katakan, seolah-olah tidak mendengar apa yang saya katakan: “coba pergi ke Seminari CICM di Baguio.” Baguio itu sebuah kota di pegunungan (mirip Tana Toraja) 250 km jauhnya dari ibukota Manila. Ketika saya minta izin dari orang-tua, bapa saya kurang setuju. Dia mengatakan bahwa dia mau supaya saya menjadi seorang duta besar Filipina, abdi negara. Bapa saya tidak menyadari bahwa pada suatu hari anaknya ini akan menjadi duta besar, akan tetapi duta besar Kristus untuk Indonesia! Mama sangat setuju dengan kepergian saya ke seminari. Bagaimana Mama dapat mempengaruhi atau membujuk bapa saya untuk mengizinkan saya masuk seminari, itu saya tidak tahu.

Selama satu minggu saya tinggal di Seminari Maryhurst di Baguio sebagai tahap perkenalan. Di sana saya bertemu dengan Frater-Frater yang sangat ramah. Saya mengenal gaya dan irama hidup mereka di seminari, betapa teratur: ada waktu untuk berdoa, ada waktu untuk belajar, waktu untuk tidur, waktu untuk bangun, waktu untuk berolah-raga, dstnya. Selama satu minggu itu saya merasa kerasan. Menjelang pulang, saya diwawancara oleh Rektor dan sekaligus diberi tes masuk. Dua minggu kemudian saya mendapat surat bahwa saya boleh masuk seminari. Maka, pada 31 Mei 1959 saya masuk seminari dan mengikuti filsafat. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1962-63 saya masuk novisiat. Dan sesudahnya dilanjutkan satu tahun lagi filsafat (1964). Pada tahun 1965 saya masuk Teologi di Seminari Tinggi Sto. Karolus, Makati, Rizal.

Panggilan Saya Diuji
Selama tujuh tahun pertama di seminari, panggilan saya itu berjalan mulus. Akan tetapi ketika saya di tingkat II Teologi, saya mengalami cobaan dalam panggilan saya. Pada 25 Februari 1966 bapa saya meninggal. Saya sangat terpukul dengan peristiwa itu, seperti badai yang melanda hidup saya. Saya merasa kasihan pada ibu saya yang terpaksa harus mencari nafkah untuk saudara-saudara saya. Ketika saya berkonsultasi dengan Mama, kakek, om dan tante, mereka semua menasihati saya untuk meneruskan panggilan saya, bilamana memang saya bertekad untuk menjadi imam. Kata-kata dari Mama sangat meneguhkan dan sekaligus menantang iman saya: “Jangan memikirkan kami. Tuhan menyertai kami. Percaya kepada-Nya dan penyelenggaraan ilahi-Nya.” Saya juga berkonsultasi dengan bapa rohani saya. Mereka semua mendukung supaya saya meneruskan panggilan saya. Peneguhan mereka itu saya anggap dari suara Tuhan sendiri, maka saya meneruskan panggilan saya. Jika sekarang – 42 tahun kemudian - saya melihat keadaan keluarga saya, saya sungguh dapat mengatakan bahwa memang benar apa yang dengan penuh iman diucapkan Mama kepada saya. Tuhan menyertai dan menyejahterakan mereka baik jasmani maupun rohani. Tuhan itu baik dan setia akan janji-janji-Nya! Mama saya sekarang mencapai umur 93 tahun, masih sehat, namun tidak bisa datang di tengah-tengah kita sekarang.

Selama 40 tahun imamat saya, ada tugas-tugas yang dipercayakan kepada saya. Pertama, saya ditugaskan untuk studi di Universitas Gregoriana, Fakultas Ilmu Sosial, di Roma dan kemudian dilanjutkan di Amerika Serikat. Saya menjadi Rektor Seminari Tinggi CICM di Filipina, kemudian dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi-Fajar Timur, di Abepura, Jayapura, Magister Novis CICM di Sang Tunas, Makassar, dan Pastor Kampus di Universitas Atma Jaya-Makassar. Selain itu saya dapat tugas di bidang administrasi, pertama sebagai Wakil Provinsial dan Provinsial CICM di Filipina, dan kemudian Wakil Provinsial CICM di Indonesia (3 kali) dan anggota dewan Provinsi Indonesia untuk 18 tahun; dan pada 1 September 2003, saya diangkat Uskup Agung Mgr. John Liku Ada’ sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Makassar. Saya juga berkarya di bidang pastoral. Masing-masing tugas itu mempunyai keistimewaan, tanggung-jawab, tantangan dan suka dukanya. Masing-masing tugas saya sukai. Namun, tugas yang paling saya sukai adalah tugas pastoral baik waktu di Filipina, maupun di Makale, Tana Toraja pada tahun 1974-1976 dan di Irian Jaya pada tahun 1986 -1994. Karena waktu tidak mengizinkan, maka saya hanya mau sharing-kan pengalaman pastoral saya di Makale dan di Irian Jaya. Pada bulan Januari 1974 saya bersama Pastor Andy Altamirano, (alm.), berangkat ke Indonesia.

Tugas Pastoral di Paroki Makale (1974-1976)
Tiba di Makassar, Pastor Andy dan saya belajar bahasa Indonesia di Seminari Menengah Sto. Petrus Claver di mana rektor waktu itu adalah Pastor Jose Saplala (alm). Di SPC pada malam pertama saya terkejut dan terbangun karena pagi-pagi buta saya mendengar suara-suara keras dari mesjid untuk bangunkan umat Muslim buat shalat. Di sekitar seminari saya melihat banyak mesjid dan banyak saudara-saudara Muslim pergi bersembahyang. Saya sangat terkesan ketika melihat bahwa lebih banyak laki-laki yang pergi sembahyang daripada perempuan. Yang menarik perhatian saya juga adalah kaum laki-laki pakai sarung, sebagai ganti celana. Bagi saya itu suatu hal yang baru. Sebagai usaha mengenkulturasikan atau menyesuaikan diri, saya juga mulai memakai sarung. Pada awalnya, saya merasa aneh. Tetapi lama kelamaan, saya senang. Di seminari saya mengambil kesempatan untuk belajar naik sepeda. Saya juga belajar bahasa Indonesia di bawah bimbingan seorang guru yang baik, Bpk. Jan Kedang, yang sangat membantu saya. Saya juga menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar Seminari. Sambil berjalan-jalan di pasar, di pantai dan seputar jalan Somba Opu, saya menyaksikan bagaimana saudara-saudara Muslim kita itu sembahyang baik di tengah pasar maupun di pinggir jalan. Saya sangat terkesan betapa religius saudara-saudara Muslim kita itu dan takwanya kepada Allah. Sedikit demi sedikit saya berkenalan dengan beberapa keluarga Muslim di sekitar seminari. Dalam kunjungan saya prasangka-prasangka saya yang jelek tentang mereka ketika masih di Filipina perlahan-lahan berubah. Saya merasakan keramah-tamahan mereka dan sekalipun bahasa Indonesia saya waktu itu masih patah-patah mereka dapat memahami dan memaafkannya karena saya seorang asing. Pernah ketika saya memimpin Misa Kudus di gereja Gotong-Gotong dalam bahasa Indonesia, saya salah ucap. Yang seharusnya “marilah kita berdoa,” saya katakan: “marilah kita berdosa!” Setelah dua bulan belajar bahasa, pada bulan April 1974 Provinsial langsung mengutus saya dan Pastor Andy, kami berdua, untuk jadi pastor bantu di Paroki Makale, Tana Toraja.

Waktu tiba di Makale, Tana Toraja, saya terkesan melihat keindahan alam Tana Toraja dan mengalami kebaikan dan keramah-tamahan orang-orang Toraja. Di paroki Makale, Pastor Andy dan saya tinggal bersama-sama dengan pastor paroki Mgr. Karolus Noldus dan P. Wim Letschert. Minggu-minggu pertama, saya sebagai seorang misionaris berusaha menyesuaikan diri. Pertama, saya berusaha belajar bahasa Toraja. Kata pertama yang saya bisa ungkap adalah: “Manasumoraka?” Menurut orang Toraja, kata-kata itu adalah cara menyalami orang. Maka setiap kali saya lewat rumah orang saya selalu memberi salam kepada mereka: Manasumoraka!” Dan orang menjawab “manasumo.” Akan tetapi, karena kesibukan, saya tidak sempat meneruskan untuk belajar bahasa Toraja selanjutnya. (Saya menyesal sekarang!) Di Makale, saya juga belajar mengemudikan sepeda motor. Pada suatu hari habis Misa pagi di kapel Suster JMJ di Paku, saya pulang. Akan tetapi persis di depan gedung lembaga kemasyarakatan, ada mobil yang menabrak saya dari belakang. Saya jatuh. Ketika jatuh, banyak orang dari kantor keluar dan melihat saya dan berteriak: “O, Pastor tertabrak mobil.” Lalu, saya diangkat dan dibawa ke rumah sakit dan di situ saya disuntik. Pengalaman itu membuat saya was-was setiap kali naik sepeda motor.

Kami senang bertemu dengan Pastor Noel Valencia, CICM, di Paroki Minanga. Kami juga mulai berkenalan dengan para imam projo dan konfrater-konfrater CICM lainnya. Kami saksikan bahwa hubungan antara CICM dan imam projo baik dan harmonis. Ketika Mgr. Noldus pulang ke Belanda, beliau digantikan Pastor Maris Marannu, pr. Kesan kami Pastor Maris baik hati tetapi tegas! (Sampai sekarang, benar ‘kan, Pastor Maris?) Pastor Andy dan saya senang bahwa seorang imam projo menjadi pastor paroki Makale. Kami berdua tetap sebagai pastor bantu yang bertugas ke stasi-stasi. Pastor Andy, karena orangnya besar dan gemuk, ditugaskan di stasi-stasi yang gampang dikunjungi dan tidak perlu naik gunung. Sedangkan saya, karena kurus waktu itu saya ke stasi-stasi yang jauh dan harus naik turun gunung seperti stasi Santung, Pasang, Bera, Palesan, Pa’buaran, Kayosing. Namun, saya juga sempat mengunjungi stasi-stasi yang lain, seperti Botang, Kalembang, Tampo, Lapandan, Tarongko-Mariali, Batupapan, Padangiring dan Rantetayo. Di Paroki, kami berdua didampingi kedua katekis yang sangat membantu kami sebagai pastor baru. Mereka itu adalah katekis Bpk. Vinsentius Tulak dan Bpk. Thomas Pasulle (alm.) yang penuh dedikasi dan setia pada panggilan mereka sebagai katekis. Kedua mereka itu adalah bagi saya “malaikat” Tuhan, karena selalu mendampingi saya dan Pastor Andy. Tugas utama kami di paroki adalah mengunjungi umat di stasi-stasi dan merayakan Ekaristi. Bersama Katekis, saya seringkali berjalan kaki, naik gunung, menyeberangi sungai, dan melewati jalan-jalan yang berbatu-batu dan becek dan licin jika musim hujan. Mengunjungi umat di stasi-stasi itu paling saya sukai karena bisa bergaul, mengenal dan belajar dari orang-orang kampung. Di stasi, saya dengan katekis berusaha untuk tinggal beberapa hari mengumpulkan umat, mengadakan doa keluarga di bawah sinar lilin atau lampu petromaks (belum ada listrik waktu itu di pedalaman) dan memberi pendalaman iman. Makan minum seadanya, tidur di lantai di rumah umat, merasakan irama hidup mereka di kampung dan menyaksikan bagaimana umat memberi yang terbaik buat pastornya sangat menyentuh hati saya – pengalaman yang tidak pernah saya lupakan. Di pusat kota, Pastor Andy dan saya, dibantu oleh kedua katekis, mengadakan pendalaman iman dan pertemuan-pertemuan berkala untuk para pengantar dan pengurus-pengurus stasi.
Pernah ada peristiwa yang lucu yang terjadi bagi saya dan Pastor Andy. Pada suatu hari saya dan Pastor Andy menghadiri upacara pesta orang mati di Sangalla. Sebagai orang yang baru tiba di Tana Toraja, kami berdua menonton bagaimana seseorang laki-laki, dengan sekuat tenaganya menyembelih seekor kerbau dengan parang. Saya berusaha memotretnya. Akan tetapi, tiba-tiba kerbau yang setengah hidup itu terlepas dari ikatnya dan lari berputar-putar keliling lapangan. Semua orang lari ketakutan, termasuk saya dan Pastor Andy. Saya lari lebih cepat daripada Pastor Andy yang berbadan berat itu. Kebetulan sambil lari saya terjatuh dan tahu-tahu Pastor Andy ikut terjatuh -- persis di belakang saya! Saya sangat takut mengira kerbau yang jatuh di belakang saya. Syukurlah hanya Pastor Andy!

Di Tana Toraja pada umumnya, dan di paroki Makale khususnya, saya mengalami suka duka orang-orang di kampung yang sangat memperkaya saya dalam hidup sebagai seorang imam dan misionaris. Kesaksian hidup dan iman mereka sungguh memperkuat iman dan panggilan saya untuk mewartakan Kristus dan menambah semangat saya untuk melayani umat untuk memberi diriku tanpa pamrih demi umat Allah. Untuk itulah saya menjadi imam misionaris.

Sayang sekali sesudah kira-kira tiga tahun di Makale, Provinsial P. Paul Catry waktu itu, menyampaikan bahwa tenaga saya sangat dibutuhkan di Filipina. Dengan berat hati saya meninggalkan Paroki Makale dan Indonesia untuk kembali ke tanah air saya pada akhir bulan Desember 1976.

Pastoral di Daerah Transmigrasi di Koya-Skanto (1986 – 1994)
Tugas pastoral yang lain adalah ketika saya ditugaskan di Irian Jaya, khususnya di Keuskupan Jayapura. Pada pertengahan tahun 1986 saya berangkat dan kembali ke Indonesia. Saya langsung diberi tempat tugas oleh Pater Provinsial – waktu itu Pater Ludo Reekmans – untuk ke Irian Jaya (Papua sekarang), khususnya Keuskupan Jayapura. Ketika di Irian Jaya terus terang saya merasa lain sekali. Pertama-tama saya merasa saya hidup di ujung bumi – jauh dari hidup modern yang saya kenal. Rasanya seperti jam berbalik dari zaman modern ke zaman yang baru saja keluar dari zaman batu. Saya berjumpa dengan budaya peramu dan berburu, budaya koteka dan tarian susu, budaya di mana penduduk asli sungguh-sungguh bersahabat dengan hutan dan alam, budaya di mana banyak “tabu” atau larangan masih mempengaruhi hidup mereka, budaya yang masih memamakai sistem “barter”, budaya di mana irama hidup sangat pelan, dan konsep waktu adalah “kairos” yaitu peristiwa dan rahmat bukan “kronos” yaitu waktu dihitung dengan jam. Kesan saya bahwa orang-orang Papua sungguh menikmati hari yang diberi Tuhan. Mereka tidak pusing, khawatir atau stress dengan besok harinya. Dalam hal itu, saya berkesimpulan bahwa orang-orang Papua lebih menghayati nilai-nilai Injili daripada manusia modern.

Di lain pihak, Gereja Papua yang sebagian besar imamnya berasal dari luar negeri waktu itu, berusaha dengan sepenuh tenaga untuk menjadikan Gereja relevan dengan situasi dan kondisi Papua, sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II. Kaum awam dilibatkan dalam tugas-tugas pastoral dan administrasi gerejani. Misalnya: istilah “pastor awam” baru saya dengar di Papua. Artinya, paroki-paroki dimana tidak ada imam, seorang awam – entah laki-laki atau perempuan, berkeluarga atau tidak, diberi tugas oleh Uskup untuk mengurus umat di paroki, kecuali memimpin Misa dan sakramen-sakramen lain. Untuk itu seorang imam dipanggil. Para “pastor awam” ini tentu dipersiapkan dengan mengikuti kuliah di STFT- Fajar Timur. STFT itu terbuka bagi para calon imam dan pastor awam. Pastor awam harus menyelesaikan filsafat-teologinya sebelum ditugaskan sebagai pastor awam. Di Keuskupan Jayapura saya sangat terkesan karena kaum awamlah yang diangkat menjadi ketua-ketua Komisi Keuskupan, bahkan sekretaris Uskup seorang awam, demikian juga bendahara yang dipercayakan untuk mengurus keuangan keuskupan adalah seorang awam yang didampingi oleh seorang Bruder OFM. Ketika di Papua, saya menyaksikan bagaimana para Uskup di Papua berusaha keras untuk menghadirkan Gereja di tengah-tengah masyarakat majemuk dengan budaya modern dan budaya tradisional yang bercampur aduk. Sungguh, saya salut pada para Uskup, imam dan misionaris di Papua!

Di Jayapura, selain mengajar sebagai staf dosen di STFT-Fajar Timur, saya juga dapat kesempatan untuk berpastoral, atas permintaan saya sendiri. Tugas pastoral saya yang pertama di Jayapura, Papua, adalah pastor bantu di paroki Sto. Willibrordus, Arso, perbatasan Jayapura dan Papua New Guinea, letaknya 50 km. bagian selatan Jayapura. Sesudah satu tahun, saya diangkat Mgr. Herman Munninghoff, OFM, untuk mulai membentuk paroki baru di daerah-daerah transmigrasi di mana saya menjadi Pastor Paroki Koya-Skanto yang pertama.

Paroki Koya-Skanto ini adalah paroki dengan stasi-stasi yang terpencar-pencar dan beranggotaan transmigran dan putera-putera daerah. Bersama umat kami berhasil mendirikan sebuah gereja. Ketika gereja itu diresmikan oleh Bp. Uskup, kami menamainya “Paroki Kristus Sang Penabur.” Kami menamainya demikian karena terinspirasi oleh kondisi masyarakat setempat yang adalah para petani. Tugas pastoral saya, adalah mengunjungi umat, membentuk komunitas-komunitas kristiani di stasi, mendampingi pengurus-pengurus stasi, memberi penyuluhan, merayakan sakramen-sakramen, dan memperhatikan segi sosio-ekonomi umat dan membangun tempat ibadah bagi umat Katolik di stasi-stasi. Untuk tugas-tugas itu saya bersyukur sekali karena mendapat dua tenaga yang andal. Yang pertama adalah seorang katekis yang bernama Sdra. Agustinus Eko Widiyatmono, yang kemudian terpanggil menjadi imam. Tenaga yang kedua adalah seorang awam, guru SMA Taruna Bhakti sukarelawan dari Jawa, tetapi sudah lama tinggal di Waena, Abepura. Namanya adalah Bpk. Rafael Karsinu. Dia adalah orang yang penuh dedikasi dan perhatian terhadap kaum transmigran dan putera-putera daerah. Kepadanya dipercayakan oleh Keuskupan untuk mengurus hal-hal dalam bidang ekonomi masyarakat di paroki tempat saya bertugas. Dia memberi penyuluhan. Kami bertiga berusaha untuk bekerja sebagai tim. Dalam kunjungan di stasi-stasi Bpk. Karsinu selalu ikut mendampingi saya. Kami berdua sering mengalami banyak kesulitan dan tantangan dalam mengurusi umat. Pertama, medan menuju paroki dan stasi-stasi sangat sulit karena sering harus menanjak gunung di tengah-tengah rimba dan hutan. Selain itu, jalan berbatu-batu dan berlobang-lobang, dan bila hujan jalan licin dan becek sehingga sopir harus berhati-hati jangan sampai jatuh ke jurang; mobil kami kadang-kadang mogok di tengah jalan karena lumpur begitu dalam. Pernah kami harus berjalan kaki malam hari menuju stasi. Setelah tiba di rumah transmigran atau orang Papua, baru kami merasa lega, bisa berbaring sedikit dan mandi.

Warga Koya-Skanto itu adalah campuran orang-orang asli Papua dan orang-orang transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa dan beragama Islam, ada juga dari Flores dan daerah-daerah lainnya. Di daerah transmigrasi keadaan memang sulit. Waktu itu saya menyaksikan sendiri kesulitan dan tantangan yang dialami masyarakat transmigran di Irian Jaya. Kondisi di tengah hutan yang dibabat dan kemudian dibangunkan pemukiman orang transmigran, belum memadai; medan jalan rusak, becek dan licin bila hujan, malaria merajalela sehingga banyak mereka menderita penyakit, kehidupan ekonomi sangat minim sehingga keluarga mendapatkan jatah dari pemerintah , yaitu – sembako – untuk satu tahun, sesudahnya mereka harus cari sendiri. Mereka pula mendapat dua hektar lahan untuk diolah dan ditanam sayur-mayur. Di temgan-tengah situasi yang memprihatinkan itu, saya berusaha mengunjungi mereka – baik umat Katolik maupun Protestan bahkan kaum Muslim, untuk menunjukkan rasa solidaritas saya sebagai pastor terhadap keadaan mereka yang demikian. Mudah-mudahan situasi mereka sekarang sudah berubah.

Berpastoral di tengah-tengah penduduk asli Papua menuntut perhatian khusus. Mereka adalah peramu dan suka berburu karena gaya hidup mereka itu memang demikian. Bersama Komisi Pengembangan Sosio-Ekonomi Keuskupan Jayapura, kami berusaha untuk memberi penyuluhan kepada umat asli Papua. Suster-Suster DSY mengumpulkan ibu-ibu untuk mengajar mereka membaca dan menulis, cara memelihara bayi dan anak-anak dan cara memasak. Sambil bapak-bapak juga diajar membaca dan menulis, dan diberi pelajaran bagaimana mengatur lahan. Mengalihkan mereka dari budaya peramu ke budaya tani merupakan tantangan besar.

Dari tahun 1988 – 1994, sebagai pastor paroki Koya-Skanto, saya menjadi Dekan Kerom (mirip Vikep). Kerom itu terletak di perbatasan Papua New Guinea dan Indonesia.
Saya sungguh mengagumi baik transmigran maupun putera-puteri Papua itu karena ditengah-tengah tantangan yang berat, mereka itu berupaya dan berjuang untuk bisa hidup, mereka bekerja keras untuk mencari nafkah, tanpa menyerah dan putus asa. Disana saya menyaksikan bagaimana mereka betul-betul memperjuangkan nilai-nilai kehidupan supaya tetap hidup – nilai-nilai seperti kerja keras tanpa menyerah, tabah, tekun, saling membantu, saling membagi dan merasakan suka duka hidup dan di tengah-tengah tantangan, kesulitan dan serba kekurangan itu – mereka bisa tetap tersenyum dan tertawa dan takwa kepada Tuhan. Nilai-nilai kehidupan itulah yang saya peroleh dari mereka dan yang sungguh menyadarkan saya bahwa hidup manusia adalah suatu perjuangan. Setiap kali saya mengunjungi keluarga-keluarga, saya disambut dengan senyum dan ramah – menunjukkan bahwa Tuhan memang menyertai mereka, bahwa Tuhan di pihak mereka. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Tuhan, mereka akan memperoleh kerajaan Allah.” Demikianlah nilai-nilai kehidupan dan Injili yang luhur, indah dan kaya yang saya peroleh dari orang-orang sederhana itu. Untuk itu saya bersyukur kepada Tuhan karena mereka telah memperkuat iman dan panggilan saya untuk setia padaNya. Aku hendak menyanyikan kasih-setia Tuhan untuk selama-lamanya.

Makna Imamat Saya
Seperti saya katakan pada awal, pada saat saya ditahbiskan imam, jawaban Simon Petrus atas pertanyaan Tuhan Yesus “apakah engkau mengasihi Aku?” menjadi jawaban saya juga: “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Waktu itu saya belum tahu konsekuensi dari “ucapan saya itu.” Akan tetapi, setelah 40 tahun menjalani panggilan imamat saya ini, saya dapat mengerti konsekuensi dari ucapan saya itu kepada Tuhan, yaitu, bahwa:
1. Sakramen Imamat yang adalah karunia dari Tuhan, menyadarkan saya bahwa Sakramen Imamat adalah pertama-tama panggilan, bukan status atau fungsi. Maka sebagai panggilan, menuntut hati dan dedikasi.
2. Sakramen Imamat itu adalah suatu bentuk pelayanan seturut dengan teladan Yesus yang berkata: Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.
3. Sakramen Imamat adalah pemberian diri secara utuh kepada Tuhan dan sesama manusia.

Saya menyadari bahwa apa yang saya berikan atau bagikan kepada saudara-saudara sangat sedikit ketimbang apa yang anda memberikan kepada saya yang membuat saya kaya dan hidup saya lebih berarti. Oleh karena itu, saya hendak menyanyikan kasih-setia Tuhan untuk selama-lamanya.”*** (Sumber: P. Ernesto)

Keputusan Sidang Dewan Imam KAMS, 25-27 November 2008

PENGUMUMAN
KEPUTUSAN SIDANG DEWAN IMAM KAMS
25 – 27 NOVEMBER 2008
No.: 2711/C-2.8/2008


Pada tanggal 25 - 27 November 2008 diselenggarakan sidang Dewan Imam KAMS masa bakti 2008 – 2013 (sidang pertama) di Baruga Kare Makassar.
Berdasarkan KHK Kan. 500 § 3 dan Statuta Dewan Imam KAMS pasal 10 ayat 4 maka dengan ini kami, selaku Uskup Agung KAMS, mengumumkan keputusan sidang Dewan Imam KAMS tanggal 25-27 November 2008 sebagaimana terlampir.
Dengan pengumuman ini, kami menetapkan bahwa untuk selanjutnya keputusan tersebut diberlakukan dan mempunyai daya ikat bagi semua pihak yang berkepentingan dalam Gereja Lokal KAMS untuk ditindak-lanjuti secara cermat dan dievaluasi pada waktunya.

Makassar, 27 November 2008

ttd.
Mgr. John Liku-Ada’
Uskup Agung KAMS


Lampiran: Pengumuman Keputusan Sidang Dewan Imam KAMS 25-27 November 2008
No.: 2711/C-2.8/2008

BUTIR-BUTIR KEPUTUSAN SIDANG DEWAN IMAM KAMS
25 – 27 NOVEMBER 2008


1. Fokus Program Pastoral KAMS sampai dengan tahun 2012: KOMBAS.

2. Bidang Program Pastoral KOMBAS ada 4, yaitu:
a. Keluarga,
b. Pendidikan formal (sekolah-sekolah katolik) dan kesehatan masyarakat.
c. Sosial ekonomi, dan
d. Sosial politik.

3. Penjabaran dan pelaksanaan masing-masing bidang diserahkan kepada setiap kevikepan dengan koordinasi vikep.

4. Gereja lokal KAMS akan mengadakan suatu penelitian untuk keperluan 3 tahun menjelang dan dalam rangka sinode diosesan 2012 (mencakup 4 bidang program pastoral) yang ditunjang oleh tim ahli, difasilitasi oleh Pastor Rudy dan Pastor Jos van Rooy, dan menjangkau seluruh wilayah keuskupan. Sebagian dana dari Kevikepan Makassar, kekurangannya akan ditanggung oleh keuskupan jika sumbangan-sumbangan setiap kevikepan tidak mencukupi. Target waktu:
Januari 2009 : Pengiriman questionaire.
April 2009 : Data terkumpul.
Mei 2009 : Hasil analisis data sudah ditangan Dewan Imam (rapat Mei 2009)

5. Setiap sentrum pastoral kevikepan perlu difasilitasi oleh pihak keuskupan (BP3-KAMS) menyangkut pengadaan fasilitas minimalnya diantaranya: ruang sekretariat dan peralatan kantor.

6. Setiap kevikepan membutuhkan tenaga sekretariat full time untuk sentrum pastoral. Oleh karena itu setiap kevikepan perlu memaksimalkan pelayanan umat dengan mengusahakan sendiri dan memberdayakan tenaga-tenaga potensial di kevikepannya masing-masing.

7. Keberadaan dan pengembangan ekonomi kerakyatan di KAMS (a.l. CU, koperasi) didukung sepenuhnya, sebagai salah satu unsur pelayanan dan kesaksian dari KOMBAS.

8. Keberadaan Sekolah-sekolah Katolik sebagai media pelayanan Gereja di bidang pendidikan tetap aktual dan penting.

Makassar, 27 November 2008

ttd.
Mgr. John Liku-Ada’
Uskup Agung KAMS

Uskup Baru Denpasar Prioritaskan KBG

Denpasar, Bali (UCAN) -- Pada 22 November, Takhta Suci mengumumkan pengangkatan Pastor Silvester San Tungga sebagai uskup Denpasar, lebih dari setahun setelah kematian pendahulunya.

"Perasaan saya, saat mendapat kepercayaan ini, terkejut dan awalnya merasa berat juga, sebab jabatan uskup membutuhkan tanggung jawab yang besar," kata Uskup-terpilih San, rektor Seminari Tinggi St. Petrus di Ritapiret, bagian timur Pulau Flores, kepada UCA News via telepon pada 24 November.

Keuskupan Denpasar yang berbasis di Denpasar, Bali, mencakup semua propinsi yang mayoritas berpenduduk Hindu itu dan Propinsi Nusa Tenggara Barat yang mayoritas berpenduduk Muslim.

Uskup-terpilih itu mengakui bahwa ia hanya tahu bahwa umat Katolik di Keuskupan Denpasar merupakan minoritas, yang berjumlah 32.000 orang dari 6,9 juta penduduk.

"Dengan kondisi seperti ini maka perlu dibangun hubungan yang baik dengan umat mayoritas," katanya. Situasi di Flores yang mayoritas Katolik sungguh berbeda.

Ketika ditanya tentang fokus pelayanan pastoralnya, Uskup-terpilih San mengatakan bahwa ia ingin mengembangkan Komunitas Basis Gerejani (KBG) seperti diimbau pada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005. "Saya berharap agar Komunitas Basis Gerejani tidak sekedar sebagai kelompok doa, tetapi anggotanya harus saling memperhatikan dan memberdayakan," jelasnya.

Mengomentari pengangkatan tersebut, Pastor Yosef Casius Wora SVD, yang menjadi administrator Keuskupan Denpasar sejak Uskup Benyamin Yosef Bria meninggal 18 September 2007, mengatakan kepada UCA News: "Perasaan saya senang, karena kita saat ini memang memerlukan seorang pemimpin dan Tuhan memberikannya tepat pada waktunya."

Seraya menceritakan bahwa ia dan uskup yang baru diangkat itu pernah belajar di Seminari Tinggi St. Paulus di Ledalero, Flores, Pastor Wora mengatakan bahwa uskup yang baru diangkat itu "orang yang tekun dan tidak banyak bicara."

Administrator itu berharap bahwa setelah mengetahui lebih banyak tentang situasi lokal, uskup baru itu akan meningkatkan persatuan di kalangan umat Katolik setempat dan memperteguh iman mereka. "Saya juga berharap Bapak Uskup nanti dapat bekerjasama dan menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah setempat. Semoga beliau mampu membawa keuskupan kita menjadi lebih baik di masa depan."

Bernardus I Gusti Wisnu Purwadi, seorang Katolik asli Bali, ingin agar uskup baru itu melebur dalam budaya lokal. "Dari mana pun datangnya uskup yang baru, saya berharap (ia) bisa mengakar dalam budaya setempat, paling tidak dapat memahami budaya Bali sehingga Keuskupan Denpasar ini dapat berkembang dengan mengakar pada budaya setempat," kata pria awam itu.

Seorang umat Katolik lainnya, Christina Herman, mengharapkan bahwa ia bisa bekerjasama dengan uskup baru itu untuk melanjutkan karya yang telah dirintis oleh almarhum Uskup Bria. "Saya berharap semoga Bapak Uskup yang baru dapat bekerjasama dalam semangat kasih dengan para karyawan keuskupan untuk meningkatkan pelayanan kepada umat," kata staf Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar itu.

Uskup-terpilih San lahir 14 Agustus 1961 di Mauponggo, Kabupaten Ngada. Ia ditahbiskan menjadi imam untuk Keuskupan Agung Ende pada 29 Juli 1988. Ia kemudian berkarya di Seminari Menengah St. Yohanes Berchmans di Mataloko, Flores bagian tengah, hingga 1990. Di saat yang sama, ia juga menjadi pastor pembantu di Paroki Roh Kudus di Mataloko.

Sejak 1990 hingga 1992, ia belajar teologi Kitab Suci dan mendapat gelar licentiat di Universitas Urbaniana Kepausan di Roma. Ia kemudian mengajar Kitab Suci di Seminari Tinggi St. Paulus hingga akhir 1994, dan kemudian kembali ke Universitas Kepausan Urbaniana untuk mengikuti program doktoral bidang teologi Kitab Suci.

Sekembalinya ke Indonesia tahun 1997, ia mengajar di Seminari Tinggi St. Petrus, di mana ia diangkat sebagai rektor pada 2005.*** sumber: UCANews

Kronik KAMS September - November 2008

2 September
Anggota Kuria mengadakan rapat dengan para karyawan kantor KAMS untuk membicarakan kenaikan biaya transport mengingat kenaikan harga bahan bakar. Pada saat yang sama, Bapa Uskup menyampaikan informasi asuransi kesehatan.

3 September
Bapa Uskup memulai kunjungan pastoral di Tana Toraja yang berlangsung sampai 16 September.

5 September
Sekitar 300 mahasiswa baru mengikuti 3 hari Seminar Pendidikan Nilai dan diakhiri dengan Misa Pembukaan Tahun Akademik 2008-2009 Universitas Atma Jaya Makassar. Misa dipimpin oleh P. Ernesto Amigleo.

8 September
Sore hari, Legio Maria Paroki St. Yoseph Pekerja Gotong-gotong merayakan ulangtahunnya ke-50 dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin moderator yang baru, P. Rudy Kwary.

9 September
Seminari Menengah St. Petrus Claver (SPC) merayakan ulangtahun ke-55, sekaligus pesta pelindung dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin Mgr. Piet Timang bersama konselebran Rektor P. Willy Welle dan Staf Seminari di Paroki St. Yakobus Mariso. Tema Perayaan: “Jadilah Kudus, seperti Bapamu yang Kudus”. Setelah Misa, atraksi budaya ditampilkan para seminaris. Sebuah drama yang menggambarkan kehidupan seminaris di SPC. Selain itu ditampilkan pula pertunjukan: karate, gitar klasik, puisi, permainan organ, dan atletik.

17 September
Para imam MSC mengadakan pertemuan di Saluampak.

18 September
Hari ini tepat 100 hari berpulangnya P. Patrick Galla. Perayaan Misa Arwah di gereja Assisi, tempat mendiang pernah melayani sebagai pastor paroki.

19 September
Rumah Yatim Piatu yang didirikan P. Jos van Rooy dan dikelola oleh Yayasan Pangamaseang mengundang kaum muslim sekitar untuk berbuka puasa pukul 18.00. Kegiatan ini telah dimulai sejak tahun lalu dan mendapat sambutan hangat dari lingkungan setempat.

20 September
Pemberkatan bangunan baru Panti Asuhan dan Panti Werdha Pangamaseang dipimpin oleh Vikjen P. Ernesto dalam Misa Konselebran bersama P. Hendrik Njiolah, P. Frans Nipa dan P. Jos van Rooy. Turut hadir Bapa Uskup Mgr. John Liku-Ada’, para imam, biarawan-biarawati dan para penyumbang. Sekitar 100 umat hadir dalam acara ini.

Sementara itu, beberapa anggota Yayasan Sentosa Ibu mengadakan kunjungan ke Parepare untuk supervisi RS dan Akper Fatima.

21 September
Serah terima jabatan Pastor Paroki Katedral dari Mgr. Piet Timang kepada P. Paulus Tongli, diadakan dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup.

22 September
Panitia Munas UNIO IX mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi dan mendengarkan laporan pertanggungjawaban. Setelah pertemuan diadakan Misa di Katedral yang dipimpin Bapa Uskup bersama konselebran P. Paulus Tongli dan P. Victor Patabang.

Sepekan sebelum penahbisan sebagai Uskup, Mgr. Piet Timang mengikuti Perjalanan ke Tanah Suci.

24 September
Komunitas Jeduthun Salvation Ministry (JSM) mengadakan Retret Penyembuhan Luka-luka Batin selama tiga hari bersama Tim Pusat Konseling Psiko-Spiritual. Pasangan Roy dan Winnie bersama 14 anggota dari Jakarta turut mendampingi selama acara. Sekitar 123 peserta ikut dalam kegiatan ini. Moderator JSM, P. Ernesto memimpin Perayaan Ekaristi, dan dibantu 3 imam lain untuk mendengarkan Pengakuan Dosa.
26 September
Bapa Uskup berangkat ke Sulawesi Barat untuk Kunjungan Pastoral ke paroki-paroki hingga 6 Oktober 2008.

28 September
Komunitas Frater Hamba-hamba Kristus (HHK) mengadakan Rekoleksi yang dibimbing oleh Pembimbing Rohani P. Jos van Rooy. Tema utama: Kehidupan Komunitas.

Sementara itu, gedung baru pastoran di Palopo diberkati dalam perayaan misa yang dipimpin Vikep Tana Toraja, P. Frans Arring bersama Pastor Paroki P. Frans Tandipau sebagai konselebran.

29 September
Dalam rangka Perayaan Pesta Emas Kongregasi HHK yang jatuh pada 7 Oktober 2008, retret selama 4 hari diadakan untuk berdoa dan merefleksikan panggilan, identitas, dan perutusan Frater HHK. Pembimbing retret P. Ernesto membawakan tema: “Rasa Syukur dan Revitalisasi Panggilan, Identitas dan Perutusan Kongregasi HHK”. Sejumlah 35 anggota yang telah berkaul kekal mengikuti retret di gedung yang baru direnovasi di Jl. Kumala.

Vikep Luwu P. Christofel Sumarandak membimbing retret para suster YMY di Baruga Kare.

1-2 Oktober
Hari ini Perayaan Idul Fitri. Dalam semangat Dialog antar-Umat Beragama para pemimpin agama Budha, Hindu, Protestan dan Katolik di kota Makassar mengadakan kunjungan silaturahmi ke pemerintahan, militer, kepolisian dan pemimpin sipil. Mewakili KAMS: P. Frans Nipa, P. Paulus Tongli, Bpk. Herman Senggeh.

Sementara itu di Mamasa, Sulawesi Barat, Bapa Uskup memimpin ziarah di bukit Pena, Mamasa, yang dihadiri sekitar 600 peziarah. Malam hari diadakan prosesi lilin dan doa rosario. Pada hari berikut diadakan Jalan Salib dan ditutup dengan Perayaan Ekaristi.

2 Oktober
Retret 4 hari para Frater HHK untuk menyambut Pesta Emas Kongregasi diakhiri dengan Perayaan Ekaristi.

P. Carolus Patampang diundang oleh Keuskupan Timika, Papua, untuk mengadakan Pelatihan Kepemimpinan Kaum Muda. Sekitar 60 pemuda mengikuti kegiatan ini.

5 Oktober
Dalam semangat dialog antar-umat beragama, beberapa pemimpin agama di kota Makassar bersilaturahmi dengan Wakil Presiden di kediamannya. Bapa Uskup dan Herman Senggeh hadir mewakili KAMS.

Sementara itu, Uskup Sorong Mgr. Datus Lega tiba di Makassar malam hari. Bapa Uskup membimbing retret para imam di KAMS yang dimulai Selasa malam. P. Kamelus Kamus, ketua tim on-going formation para imam, menjemput Mgr. Datus di bandara.

6 Oktober
Bapa Uskup mengadakan pertemuan Kuria bersama Vikep Makassar dan ketua Komisi PSE P. Fredy Rante Taruk bersama P. Noel Para’pak untuk membicarakan Karina KWI dan Caritas Makassar yang akan diperkenalkan di KAMS.

7 Oktober
Hari ini menandai Perayaan Pesta Emas Frater Hamba-Hamba Kristus (HHK). 50 tahun lalu kongregasi ini didirikan oleh Mgr. Nicolas Schneiders dan dikembangkan oleh Mgr. Frans van Roessel. Perayaan ekaristi dipimpin oleh Bapa Uskup bersama Pembimbing Rohani HHK P. Jos van Rooy, Pastor Paroki Mariso P. Leo Paliling dan imam tamu P. Sil CMF. Dalam perayaan ini diadakan pemberkatan gedung biara HHK yang baru direnovasi. Para imam, suster, frater, guru dan karyawan, siswa sekolah yang dikelola HHK turut hadir. Saat ini HHK memiliki 44 frater berkaul kekal, 11 frater berkaul sementara, dan 55 novis, 50 postulan. Berdasarkan statistik, jumlah keseluruhan Frater yang pernah ada sejak Kongregasi ini didirikan mencapai lebih 400 orang.

Sore hari, gelombang pertama dari 30 imam KAMS menuju ke Malino untuk retret tahunan yang dibimbing Mgr. Datus Lega, Uskup Sorong. Retret berlangsung hingga 10 Oktober 2008.

9 Oktober
Bapa Uskup mengadakan rapat bersama Kuria, ketua dan sekretaris BP3 KAMS untuk membahas beberapa proyek pembangunan.

10 Oktober
Bapa Uskup menerima kandidat walikota, Bpk. Ilham Arief Sirajuddin. Vikjen dan Sekretaris KAMS turut mendampingi Bapa Uskup. Pada hari yang sama Bapa Uskup bertemu DPU Kongregasi Frater HHK.
Malam hari, diadakan Misa dan Acara Perpisahan di Katedral dengan Pastor Paroki lama, P. Piet Timang, yang akan segera berangkat ke tempat tugas baru, Banjarmasin.

11 Oktober
Ditemani Vikjen dan Sekretaris, Bapa Uskup menerima kunjungan Bpk. Idris Manggabarani dan rombongan; berpasangan dengan Bpk. Adil Patu beliau maju sebagai kandidat Walikota Makassar.

13 Oktober
Bapa Uskup mengadakan rapat Kuria untuk membahas beberapa hal penting.

Bapa Uskup menerima kunjungan Alexis Adam dari Caritas Perancis didampingi Sdri. Sophie dari Karina KWI. Beliau datang untuk memperkenalkan visi dan misi Caritas Internasional dan Karina KWI. Dalam pertemuan ini Bapa Uskup memberi informasi mengenai situasi dan kondisi serta tantangan-tantangan yang di hadapi Gereja local KAMS ke depan.

Sementara itu, P. Marcel Bria dari Kupang, Timor tiba saat tengah malam di Makassar.
Beliau akan mendampingi retret para imam KAMS gelombang kedua yang dimulai besok sore.

P. Frans Liman, mantan misionaris di Filipina, berada selama sepekan di Makassar. Di kota ini beliau mengadakan Kebangunan Rohani Katolik dan Penyembuhan bertempat di Paroki Gotong-gotong.

14 Oktober
Hari ini, retret para imam KAMS gelombang kedua dimulai. Retret diadakan di Malino. Bapa Uskup turut hadir bersama para imam.

16 Oktober
Vikjen P. Ernesto menerima P. Yusuf Halim SVD di kantor KAMS. P Halim dan tim mengadakan retret 3 hari untuk pasutri. Temanya adalah Tulang Rusuk. Kelompok Karismatik Paroki Mamajang turut memfasilitasi kegiatan ini.

Malam hari, P. Yusuf Halim mengadakan Kebangunan Rohani Katolik dengan tema “Bunda Yang Terberkati” berkaitan dengan Bulan Rosario pada Oktober. Gereja paroki Gotong-gotong dipenuhi umat yang mengikuti kegiatan ini.

17 Oktober
Hari ini Retret Tulang Rusuk dimulai. Retret yang berlangsung selama tiga hari diikuti 72 pasutri (pasangan suami-isteri). Empat imam KAMS mendampingi dalam Pengakuan Dosa. Retret diadakan di Bukit Baruga, Antang.

19 Oktober
Bapa Uskup memimpin Perayaan Ekaristi dan Pelantikan 6 Frater TOP-er di Katedral.
Sore hari, diadakan rapat terbatas Dewan Konsultor yang dihadiri juga Rektor Seminari Anging Mammiri P. Willem Tee Daia.

20 Oktober
Vikjen P. Ernesto, Sekretaris P. Frans Nipa berangkat ke Tana Toraja untuk mengadakan rapat bersama Dewan Pastoral Paroki Makale.

21 Oktober
Di Makale, rapat diadakan pada sore hari bersama Vikep Tana Toraja P. Frans Arring yang turut memfasilitasi kegiatan ini. Vikjen mengutip dokumen Konsili Vatikan II mengingatkan agar Dewan Paroki memahami Pendekatan Holistik dalam karya Gereja. Adapun soal renovasi Asrama Putera di Makale, hal ini telah dibicarakan sebelumnya. Rapat diakhiri dengan keputusan bahwa pembangunan asrama dan berikut pengelolaan asrama ditangani oleh unit sekolah (Yayasan Paulus Makassar).

Dalam pertemuan Bapa Uskup dan Rektor SPC hari ini, disepakati antara lain: mulai Januari 2009 setiap Selasa sore Uskup akan memimpin Misa Bahasa Inggris di SPC. Misa Bapa Uskup dengan Frater HHK dipindahkan dari Selasa ke Senin.

Hari ini juga Penasehat Pengurus UNIO bertemu Uskup untuk menyampaikan rencana rehabilitasi lebih lanjut Pastoran UNIO dan proses pemilihan Pengurus baru UNIO.

24 Oktober
P. Lucas Paliling dari KWI Jakarta berada di Makassar untuk mendampingi retret 3 hari Marriage Encounter di Malino.

Dalam rangka penahbisan Uskup Banjarmasin Mgr. Piet Timang, sekelompok umat yang dipimpin Mgr. John Liku-Ada’ berangkat ke Banjarmasin melalui Surabaya. Kelompok ini terdiri sejumlah imam, 2 suster dan sejumlah kerabat Mgr. Timang, juga dari kelompok WKRI dan Legio Maria.

27 Oktober
Seusai Penahbisan Uskup Banjarmasin, Mgr. John Liku-Ada’ berangkat ke Yogyakarta untuk mengunjungi staf dan komunitas Seminarium Anging Mammiri. Dari Yogya, Bapa Uskup menuju ke Jakarta untuk mengikuti Rapat KWI, 3-15 November 2008.

28 Oktober
Kelompok dari Makassar kembali dari Banjarmasin melalui Surabaya. P. Alex Lethe selaku Ketua Komisi Pendidikan KAMS kemudian berangkat ke Jakarta untuk ikut rapat KWI membahas permasalahan Pendidikan Katolik di Indonesia. P. Paulus Tongli menuju ke Bandung untuk mengikuti Pertemuan Nasional Marriage Encounter.

29 Oktober
Hari ini Pilkada Walikota digelar di Makassar. Ratusan ribu pemilih memberikan suara di tempat pemungutan suara untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Makassar.

30 Oktober
Berita surat kabar lokal: Walikota Incumbent Ilham Arief Sirajuddin dan Supomo memenangkan Pilkada Walikota Makassar. Keduanya dari Partai Golkar.

1 November
Hari ini Pesta Para Kudus, sekaligus menandai 60 tahun berdirinya Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga, Mamajang. Panitia perayaan mengadakan aneka kegiatan: donor darah, lomba membaca Kitab Suci dan menyanyikan Mazmur, dll. Puncak Perayaan dalam Ekaristi yang dipimpin Vikep Makassar P. Jos van Rooy bersama Pastor Paroki Yohanes Rawung MSC, serta pastor asisten P. Ariston Mbahi MSC. Setelah misa, digelar acara nyanyi, deklamasi dan tarian budaya.

Tuan dan Nyonya Hermann Hermjohanknecht dari Pater Noldus Aktion (PNA) tiba dari Jerman. Semula direncanakan datang bersama beberapa dokter untuk Bakti Sosial Operasi Bibir Sumbing. Namun karena belum ada ijin dari Pemda maka para dokter ybs batal datang.

2 November
Hari ini Peringatan Semua Arwah Orang Beriman. Sekitar 200 umat berkumpul di Pemakaman Pakatto, Gowa, untuk mengadakan misa arwah, khususnya bagi par aimam dan uskup yang pernah berkarya di KAMS dan dimakamkan di sini. Vikjen P. Ernesto memimpin misa didampingi P. Stefanus Tarigan. Dalam homili, P. Ernesto mengingatkan arti Kehidupan Kristiani. Dalam kenangan akan mereka yang telah berpulang, sekitar 100 nama mendiang kerabat yang hadir dibacakan dan didoakan. Mereka yang dimakamkan di sini: Mgr. Martens, P. Eckmans, Mgr. Th. Lumanauw, P. Anton Denissen, P. Alex Paat, P. Hilarius Manguntu, P. Stanis Salama’, P. Frank Bahrun, P. Arie Maitimo, dan P. Patrick Galla’. Semoga mereka beristirahat dalam damai Tuhan.

2 November
Ketua Komisi Kepemudaan KAMS P. Yulius Mali membimbing serangkaian latihan kepemimpinan dan rekoleksi untuk siswa SMU Katolik di Makassar. Kegiatan ini diadakan di Malino.

4 November
P. Fredy Rante Taruk mengadakan rapat di Malino bersama pengurus Karina (Karitas Indonesia).

7 November
P. Maris Marannu dan P. Willy Welle berangkat ke Manado untuk menghadiri Pengukuhan O.C. Kaligis sebagai Guru Besar Universitas Negeri Manado. Beliau adalah seorang pengacara kondang, dan mantan siswa di Seminari Menengah Petrus Claver.

9 November
Di paroki Bantaeng diadakan serah terima pastor paroki dari P. Edy Kaniu kepada Pastor Paroki baru P. Paskalis La Oda.

12 November
Vikep Makassar P. Jos van Rooy mengadakan rapat bersama para imam sekevikepan Makassar untuk penugasan para imam yang akan membantu pelayanan Misa perayaan Natal 2008.

13 November
Di Paroki Kristus Raja Andalas, P. Marcel Lolo Tandung melantik Pengurus Persekutuan Doa Karismatik (PDK) dalam Perayaan Ekaristi malam hari. Pelantikan dihadiri oleh Ketua Badan Pelayanan Karismatik KAMS, Bpk. Hendra, serta PDK dari paroki-paroki lain.

14 November
Pengurus Yayan Sentosa Ibu mengadakan rapat dua hari di wisma CICM. Salah satu agenda adalah evaluasi kinerja enam bulan Akper dan RS Fatima Parepare.

17 November
P. Kamelus Kamus berangkat ke Roma melalui Jakarta. Di Jakarta, P. Kamelus mengikuti rapat dewan provinsial CICM sebelum ke Roma.

18 November
Sekretaris KAMS P Frans Nipa berangkat ke Tana Toraja untuk mengikuti rapat staf dan dosen STIKPAR Rantepao.

19 November
Bapa Uskup juga berangkat ke Tana Toraja untuk mengikuti rapat staf dan dosen STIKPAR, dan sekaligus membimbing rekoleksi staf dan dosen STIKPAR Rantepao.

24 November
Bapa Uskup memenuhi undangan hadir dalam acara “Cofee Morning Silaturahmi” yang diprakarsai Kapolda Sulselra di hotel Clarion.

Sepulang dari acara tsb, Bapa Uskup bertemu anggota Pengurus Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Majemuk Bhinneka Nusantara yakni: Ishak Ngeljaratan, Philips Tangdilintin, dan Albert Yap.

Siangnya, Bapa Uskup mendapat kunjungan Vikjen Merauke P. John Kandam.

25-27 November
Bapa Uskup mengadakan rapat tiga hari bersama Dewan Imam di Baruga Kare. Setelah misa pembukaan yang dipimpin Bapa Uskup, semua peserta berkumpul di ruang rapat. Topik pembicaraan mengenai Program Pastoral KAMS hingga 2012 (usia intan Gereja Lokal KAMS). Rapat menyepakati bahwa Fokus Program Pastoral KAMS sampai dengan tahun 2012: Komunitas Basis. Dengan empat bidang Program Pastoral, yaitu: Keluarga, Pendidikan formal (sekolah-sekolah katolik) dan kesehatan masyarakat, Sosial ekonomi, dan Sosial politik.

26 November
Ekonom KAMS P. Albert Arina mengikuti rapat bersama seluruh ekonom keuskupan di Indonesia untuk sosialisasi rencana aturan pajak terbaru yang dikeluarkan pemerintah. Pertemuan ini dilaksanakan oleh KWI.

28 November
Siang hari, Bapa Uskup berangkat ke Tana Toraja untuk memberkati gedung baru Tahun Orientasi Rohani (TOR) di Sangalla.

29 November
Pastor Kampus Universitas Atma Jaya Makassar P. Ernesto mengadakan Seminar Pendidikan Nilai bertema: Aktif Tanpa Kekerasan di kampus UAJM untuk mahasiswa Jurusan Akuntansi FE UAJM. P. Carolus Patampang dan Silvi Soepono sebagai narasumber. Sabtu lalu tema yang sama didalami oleh mahasiswa jurusan Manajemen dan Fakultas Hukum. Laurenciana Sampebatu sebagai narasumber.