Rabu, 18 Maret 2009

Memahami dan Menjalankan Inkulturasi secara Benar


PENGANTAR
Pasca Konsili Vatikan II (1962-1965) ‘inkulturasi’ menjadi salah satu istilah yang populer dalam lingkungan Gereja Katolik. Dan, lebih dari itu, inkulturasi diajukan sebagai suatu tugas bagi Gereja. Di banyak tempat orang berbicara dan mengupayakan inkulturasi. Khusus untuk Keuskupan kita, Munas IX UNIO Indonesia yang berlangsung di Makassar dan Tana Toraja, 4-10 Agustus 2008 yang lalu, menjadi pendorong bangkitnya semangat menggumuli upaya inkulturasi secara lebih serius, khususnya di Toraja. Sebagaimana mungkin kita masih ingat, Munas tersebut mengambil tema “Menemukan Benih-Benih Sabda di Toraja”. Agar upaya tersebut tidak melenceng, sungguh dibutuhkan pemahaman yang tepat mengenai apa itu ‘inkulturasi’. Pemahaman yang tepat mengenai inkulturasi akan membantu kita menjalankan upaya tersebut secara benar.

I. APA ITU ‘INKULTURASI’
Asal-Usul dan Arti Istilah

Walaupun kata “inculturatio” tidak terdapat dalam bahasa Latin klasik, jelaslah istilah tersebut berasal-usul dari bahasa Latin. Dibentuk dari kata depan in (menunjukkan di mana sesuatu ada/berlangsung: di(dalam), di(atas) atau menunjukkan ke mana sesuatu bergerak: ke, ke arah, ke dalam, ke atas); dan kata kerja colo, colere, colui, cultum (= menanami, mengolah, mengerjakan, mendiami, memelihara, menghormati, menyembah, beribadat). Dari kata kerja ini berasal kata benda cultura (=pengusahaan, penanaman, tanah pertanian; pendidikan, penggemblengan; pemujaan, penyembahan); tampaknya dari gabungan semua arti tersebutlah kata cultura mendapatkan arti kebudayaan. Maka “inculturatio” secara harafiah berarti “penyisipan ke dalam suatu kebudayaan”.
Dalam antropologi kebudayaan terdapat dua istilah tehnis yang berakar kata sama, yaitu ‘akulturasi’ dan ‘enkulturasi’. ‘Akulturasi’ sinonim dengan ‘kontak-budaya’, yaitu pertemuan antara dua budaya berbeda dan perubahan yang ditimbulkannya. Sedangkan ‘enkulturasi’ menunjuk pada proses inisiasi seorang individu ke dalam budayanya.
‘Inkulturasi’ sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja ke dalam suatu budaya tertentu, tentu saja berbeda dari ‘akulturasi’. Perbedaan itu pertama-tama terletak di sini, bahwa hubungan antara Gereja dan sebuah budaya tertentu tidak sama dengan kontak antar-budaya. Sebab Gereja “berkaitan dengan misi dan hakekatnya, tidak terikat pada suatu bentuk budaya tertentu” (GS, 42). Kecuali itu, proses inkulturasi itu bukan sekedar suatu jenis ‘kontak’, melainkan sebuah penyisipan mendalam, yang dengannya Gereja menjadi bagian dari sebuah masyarakat tertentu (bdk. AG, 10). Demikian juga ‘inkulturasi’ berbeda dari ‘enkulturasi’. Sebab yang dimaksud dengan ‘inkulturasi’ ialah proses yang dengannya Gereja menjadi bagian dari budaya tertentu, dan bukan sekedar inisiasi seorang individu ke dalam budayanya.

Definisi ‘Inkulturasi’
‘Inkulturasi’ ialah: pengintegrasian pengalaman Kristiani sebuah Gereja lokal ke dalam kebudayaan setempat sedemikian rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya mengungkapkan diri di dalam unsur-unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan, dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan, dan dengan demikian menciptakan suatu kesatuan dan ‘communio’ baru, tidak hanya di dalam kebudayaan tersebut, melainkan juga sebagai unsur yang memperkaya Gereja sejagat.

II. DASAR KITAB SUCI DAN AJARAN GEREJA
Landasan Biblis Inkulturasi

Kekristenan lahir dalam lingkungan budaya Yahudi. Peristiwa Pentakosta (Kis. 2:1-41) dipandang sebagai hari kelahiran Gereja. Para penganut pertama Kekristenan adalah orang-orang Yahudi. Tetapi selanjutnya Kekristenan mulai berkembang di kalangan bangsa-bangsa lain, khususnya berkat kegiatan dua rasul besar, Paulus dan Barnabas. Segera saja Gereja yang baru lahir itu digoncang oleh sebuah persoalan besar. Persoalannya, apakah orang bukan-Yahudi yang menjadi Kristen harus mengikuti adat-istiadat yang diwariskan oleh Musa (budaya Yahudi) atau tidak? Di sini terjadi pro-kontra yang tajam. Untuk membicarakan persoalan ini diadakanlah Konsili para Rasul di Yerusalem (sekitar tahun 50 AD). Konsili ini memutuskan, bahwa peraturan Yahudi tentang kenajisan, sunat dan larangan makanan tertentu bagi orang Kristen keturunan bukan-Yahudi tidaklah diwajibkan (lih. Kis. 15:1-34).
Keputusan Konsili Yerusalem ini sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan Gereja selanjutnya. Keputusan ini menegaskan, bahwa Gereja tidak terikat pada suatu budaya tertentu. Gereja dapat ber-inkarnasi dalam semua budaya yang baik. Karena itu, seseorang dari budaya manapun, ketika menjadi Kristen, tidak perlu meninggalkan budayanya, sejauh unsur budaya tersebut tidak bertentangan dengan iman Kristiani.
Dapat dipahami bahwa permenungan teologis sekitar hal ini belum sangat berkembang dalam Perjanjian Baru. Tetapi Kis. 17:16-34 memberikan landasan teologis yang cukup jelas. Ketika berada di Atena, “Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: ‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepadamu” (Kis. 17:22-23). Paulus menemukan tanda kehadiran Allah secara tersembunyi dalam budaya-religius Yunani.

Ajaran Gereja
Penemuan Paulus di atas menjadi salah satu pusat permenungan teologis pada masa selanjutnya, di jaman para Bapa Gereja (abad ke-2 s/d ke-8). Yustinus (meninggal sebagai martir antara 163-167 AD) dan Clemens dari Alexandria (meninggal 215 atau 216 AD), misalnya, menemukan hadirnya “benih-benih Sabda” dalam filsafat Yunani. Dan ini semua, menurut Eusebius dari Kaisarea, benar-benar dapat melandaskan suatu “persiapan untuk Injil” (praeparatio evangelica).
Posisi para Bapa Gereja ini diambil alih dan dikembangkan secara matang dengan mengetrapkannya pada semua budaya dan agama bukan-Kristiani oleh Konsili Vatikan II (lih. LG,16 dan khususnya Deklarasi “Nostra Aetate” tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan-Kristiani, disingkat NA). Penegasan Konsili Vatikan II sangat jelas, bahwa “rencana keselamatan (Allah) juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum Muslimin…Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis. 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menghendaki keselamatan semua orang (lih. 1 Tim. 2:4)… Penyelenggaraan ilahi tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apa pun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, oleh Gereja dipandang sebagai “persiapan Injil” (LG, 16).
Atas dasar itu, Konsili Vatikan II mengetengahkan tema inkulturasi sebagai suatu tugas bagi Gereja, khususnya Gereja-Gereja muda. “Gereja-Gereja itu meminjam dari adat-istiadat dan tradisi-tradisi para bangsanya, dari kebijaksanaan dan ajaran mereka, dari kesenian dan ilmu pengetahuan mereka, segala sesuatu, yang dapat merupakan sumbangan untuk mengakui kemuliaan Sang Pencipta, untuk memperjelas rahmat Sang Penebus, dan untuk mengatur hidup kristiani dengan saksama” (AG, 22). Dengan demikian, “apa pun yang baik, yang terdapat tertaburkan dalam hati dan budi orang-orang, atau dalam adat-kebiasaan serta kebudayaan-kebudayaan yang khas para bangsa, bukan hanya tidak hilang, melainkan disembuhkan, diangkat dan disempurnakan demi kemuliaan Allah, untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia” (AG, 9; lih. juga LG, 17; Agustinus, De Civitate Dei, 19,17: PL 41,646).
Dalam Ajakan Apostolik Evangelii Nuntiandi (8 Des. 1975), Paus Paulus VI kembali secara tegas menekankan lagi mandat inkulturasi ini dalam tugas pewartaan. Namun, di lain pihak, dengan tidak kurang tegas mengingatkan agar tetap dijaga kesetiaan kepada Injil. “Evangelisasi menghadapi risiko kehilangan kekuatannya dan sekaligus lenyap apabila seseorang mengosongkan atau memalsukan isinya dengan dalih menerjemahkannya” (EN, 63). Konsili Vatikan II sesungguhnya telah memberi peringatan yang sama dalam kata-kata yang berbeda, yaitu agar dicegah “semua bentuk sinkretisme (pencampuradukkan) dan partikularisme yang keliru” (AG, 22).

III. TAHAP-TAHAP INKULTURASI
Kembali pada definisi “inkulturasi” yang sudah diberikan di atas, kita melihat bahwa keseluruhan proses inkulturasi itu merupakan suatu pengintegrasian, yang terjadi pada dua sisi, yaitu: (1) pengintegrasian iman dan hidup Kristiani ke dalam budaya yang bersangkutan, dan (2) pengintegrasian sebuah ungkapan baru pengalaman Kristiani ke dalam kehidupan Gereja semesta. Dalam proses menuju integrasi bersisi-dua tersebut dapatlah dibedakan tiga tahap utama, sebagai berikut:

1.Tahap Terjemahan
Ini tahap awal, di mana Gereja, melalui para misionaris asing, berkontak dengan sebuah kebudayaan baru, sambil memperkenalkan pesan dan hidup Kristiani dalam wujud budaya lain. Walau diupayakan penyesuaian-penyesuaian kecil, terjemahan dipersiapkan, Gereja toh mempunyai pandangan asing, dan menjadi seorang Kristiani seringkali berarti meninggalkan budayanya sendiri. Pada tahap pertama ini berlangsung proses akulturasi (perjumpaan dua budaya berbeda). Para misionaris dan umat Kristiani setempat mengasimilasikan unsur-unsur budaya satu sama lain. Sejumlah cerita kecil aneh rada lucu, karena salah paham akibat perbedaan budaya, muncul dari tahap awal ini. Misalnya, seorang anak pembantu pastoran suatu malam bukan kepalang terperanjat ketika dimarahi oleh Pastor, saat beliau tiba kembali di pastoran dari mengunjungi orang sakit. Dengan ramah anak pastoran itu menyambutnya dengan kata-kata, “Dari mana, Pastor?” Pastor merasa tersinggung, karena sebagai orang Barat beliau menganggap anak itu mau mencampuri urusannya. Padahal di daerah itu, sapaan tersebut sama dengan ucapan “Selamat malam, Pastor”. Cerita lain, sementara mengajar di kelas sebuah SD, seorang Pastor misionaris meneriaki seorang anak sebagai tolol. Beliau meminta anak itu menunjukkan mana sisi kanan mana sisi kiri dari sebuah lukisan yang tergantung di dinding. Anak itu menunjukkan sisi kanan dan sisi kiri persis terbalik dari yang dipikirkan Pastor. Memang, orang Barat menentukan sisi kanan dan kiri berdasarkan subyek yang memandang, sedang orang Timur berdasarkan obyek yang dipandang. Tidakkah di sini terungkap perbedaan pandangan yang lebih mendalam menyangkut hubungan manusia dan kosmos? Sementara orang Barat cenderung menganut paham antroposentrisme (manusia merupakan pusat dari alam), pandangan asli Timur tidak melihat manusia sebagai pusat melainkan bagian dari alam. Dan ini tentu mempunyai dampak luas dalam kehidupan sosio-religius masyarakat Timur, yang berbeda dari masyarakat Barat.

2. Tahap Asimilasi
Ketika semakin banyak penduduk setempat menjadi anggota Gereja, dan khususnya ketika para klerus atau imam pribumi makin berkembang, Gereja dengan sendirinya semakin berasimilasi pada budaya masyarakat sekeliling. Pada tahap ini proses inkulturasi yang sesungguhnya mulai, di mana para pelaku utama adalah mereka yang berasal dari budaya setempat. Gereja semakin mengasimilasikan diri pada kebudayaan setempat. Banyak unsur dari kebudayaan setempat (ritus, upacara atau pesta, kesenian, simbol-simbol, dll) diambil alih ke dalam kehidupan Gereja. Inilah tahap yang kritis. Di sini dibutuhkan kecermatan memadai demi mencegah “setiap bentuk sinkretisme dan partikularisme yang keliru”, sebagaimana sudah dikemukakan di atas. Karena itu dibutuhkan pedoman umum praksis berikut:

a. Metode Tiga Langkah
Dalam mengambil alih manifestasi-manifestasi budaya dan keagamaan setempat (ritus, upacara atau pesta, simbol-simbol, dll) ke dalam penggunaan gerejawi, perlulah: (1) pertama-tama diusahakan memurnikan manifestasi-manifestasi tersebut dari unsur-unsur takhyul dan magis; lalu (2) menerima yang baik atau yang sudah dimurnikan; dan dengan demikian (3) memberi makna baru kepadanya, dengan mengangkatnya ke dalam kepenuhan Kristiani.

Sebuah contoh klasik demi lebih menjelaskan metode tiga langkah ini, ialah perayaan Natal, hari kelahiran Yesus Kristus pada 25 Desember. Secara historis tanggal kelahiran Yesus Kristus tidak diketahui. Kitab Suci sendiri tidak mencatat hal itu. Diketahui bahwa pada tanggal 25 Desember itu aslinya dalam kekaisaran Romawi dirayakan sebagai hari besar Mahadewa Terang, yaitu Matahari. Ketika agama Kristen mulai berkembang di wilayah kekaisaran Romawi, orang Kristen tidak mau menerima Matahari sebagai Mahadewa Terang. Mereka tahu matahari itu ciptaan Tuhan. Bagi orang Kristen Maha Terang yang sesungguhnya adalah Yesus Kristus. Maka melalui metode 3 langkah di atas hari besar 25 Desember diambil alih ke dalam penggunaan Gereja: merayakan peristiwa inkarnasi Sang Sabda, Terang Dunia, kini disebut Natal. Pada langkah pertama, hari besar 25 Desember dibersihkan dari unsur takhyul (matahari ditolak sebagai Dewa Terang); lalu 25 Desember diterima (langkah kedua); dan diberi makna baru: peristiwa inkarnasi Terang dunia (langkah ketiga).

b. Dibutuhkan Telaah Sosiologis-Antropologis dan Teologis
Jelaslah metode 3 langkah di atas harus didukung oleh refleksi teologis yang andal. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa untuk mewujudkan inkulturasi secara benar perlulah, “bahwa di setiap kawasan sosio-budaya yang luas, seperti dikatakan, didoronglah refleksi teologis, untuk – dalam terang Tradisi Gereja semesta – meneliti secara baru peristiwa-peristiwa maupun amanat sabda yang telah diwahyukan oleh Allah, dicantumkan dalam Kitab Suci, dan diuraikan oleh para Bapa serta Wewenang Mengajar Gereja. Demikianlah akan dimengerti lebih jelas, bagaimana iman –dengan mengindahkan filsafah serta kebijaksanaan para bangsa – dapat mencari pengertian, dan bagaimana adat-kebiasaan, cita-rasa kehidupan dan tertib sosial dapat diserasikan dengan tata-susila yang kita terima berkat perwahyuan ilahi. Begitulah akan terbuka jalan menuju penyesuaian lebih mendalam di seluruh lingkup hidup kristiani. Dengan cara bertindak demikian segala kesan sinkretisme (pencampuradukkan) dan partikularisme yang keliru akan dielakkan, hidup kristiani akan makin sesuai dengan watak perangai serta sifat-sifat setiap kebudayaan, dan tradisi-tradisi khusus beserta bakat-bawaan setiap keluarga bangsa-bangsa, berkat cahaya Injil, akan ditampung dalam kesatuan Katolik. Akhirnya Gereja-Gereja khusus baru, disemarakkan dengan tradisi-tradisi mereka, akan mendapat tempat mereka dalam persekutuan gerejawi, sementara tetap utuhlah tempat utama Takhta Petrus, yang mengetuai segenap paguyuban cinta kasih” (AG, 22).
Sebagaimana nyata dari kutipan di atas, refleksi teologis membutuhkan data antropologis dan sosiologis setempat. Data itu terutama menyangkut apa makna asli dari manifestasi-manifestasi budaya dan keagamaan yang ingin diambil alih ke dalam kehidupan Gereja. Oleh karena itulah dibutuhkan penelaahan antropologis dan sosiologis setempat, dalam kerjasama khususnya dengan tokoh-tokoh dan para ahli adat setempat. Perlu jelas pula seberapa jauh nilai-nilai asli itu masih menjiwai hidup masyarakat setempat sekarang ini, bagaimana melestarikannya dan membuatnya tetap relevan di tengah arus perubahan dan perkembangan teknologis yang semakin cepat.
Dalam refleksi teologis, manifestasi-manifestasi budaya dan keagamaan, khususnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, harus ditafsirkan dalam terang Kitab Suci dan tradisi Gereja.

Tahap Transformasi
Apabila proses asimilasi itu berjalan baik, maka lama-kelamaan iman Kristiani akan tertanam dan mulai berfungsi normatif dalam memberi orientasi baru pada kebudayaan bersangkutan. Inilah tahap ke-3 dalam proses inkulturasi, tahap transformasi. Pada tahap ini kita akan menemukan terbentuknya sebuah komunitas Kristiani baru; sebuah “communio” yang memiliki kekhasan dinamis, terus-menerus berkembang, tidak hanya pada bidang pengungkapan eksternal (seperti bentuk-bentuk liturgi dan ibadat), melainkan juga pada bidang refeleksi iman (teologi) serta pada bidang sikap dasar dan praksis iman (spiritualitas). Ekspresi khas pengalaman Kristiani ini pada gilirannya memperkaya, baik eksistensi budaya yang bersangkutan sendiri, maupun Gereja Katolik semesta.

PENUTUP
Sebagian besar yang dikemukakan dalam tulisan ini bukanlah hal baru. Kebanyakan telah diberikan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, termasuk di KOINONIA. Hanya di sini dicoba disajikan secara lebih runtut, langkah demi langkah, dengan harapan lebih mudah diikuti dan dipahami. Perlu disadari bahwa tugas inkulturasi bukanlah pekerjaan yang sederhana dan mudah. Kita dituntut untuk terus-menerus memperdalam dan memperluas pemahaman kita, antara lain dengan banyak membaca.
Semoga lewat upaya inkulturasi, Sang Sabda yang telah menjelma lebih 2000 tahun lalu ke dalam budaya Yahudi, semakin berinkarnasi pula ke dalam budaya kita, “demi kemuliaan Allah, untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia” (LG, 17; Agustinus, De Civitate Dei, 19,17, PL 41, 646; AG, 9).

Makassar, Awal Maret 2009

+ John Liku-Ada’

Bibliografi Terbatas
Azevedo, Marcello de Carvalho, SJ
1982 “Inculturation and the Challenges of Moderrity”, dlm. AR Crollius, SJ, ed., Inculturation; Working Papers on Living Faith and Cultures, I, (Rome): 1-56.

Crollius, Ary Roest, SJ
1984 “Inculturation and the meaning of culture”, dlm. Id.,ed., Inculturation; Working Papers on Living Faith and Cultures, V, (Rome): 33-54.

1984a “What is so new about inculturation?”, dlm. Id., ed., Inculturation; Working Papers on Living Faith and Cultures, V, (Rome): 1-18.

De Gasperis, Francesco Rossi, SJ.
1983 “Continuity and newness in the Faith of the Mother Church of Jerusalem”, dlm. AR. Crollius, SJ, ed., Inculturation; Working Papers on Living Faith and Cultures, III, (Rome): 19-69.

Komisi Teologi KWI, ed. John Liku-Ada’
2006 Dialog antara Iman dan Budaya, (Jakarta-Yogyakarta).

Kobong, Theodorus
1989 Evangelium und Tongkonan; eine Untersuchung über die Begegnung zwischen christlicher Botschaft und der Kultur der Toraja, (Ammersbek bei Hamburg).

Konsili Vatikan II
1964 Konstitusi Dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja, aa. 16-17.

1965 Deklarasi “Nostra Aetate” tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan-Kristiani.

1965a Dekrit ”Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja.

Liku-Ada’, John
1986 Towards a Spirituality of Solidarity; a Study of Sa’dan-Torajan Solidarity in the Light of “Gaudium et Spes”, with a View to an Inculturated Authentic Christian Spirituality of Solidarity, (Dissertatio ad Doctoratum, Pontificia Universitas Gregoriana, Romae).

Liku-Ada’, John
2008 “Dari Munas IX UNINDO: Kristenisasi Budaya Toraja atau Torajanisasi Iman Kristen?” dlm. KOINONIA; Media Gereja Lokal KAMS, vol. 3, no. 4:2-5.

2008a “Manusia dan Lingkungannya dalam Falsafah Religius Toraja”, dlm. eds. A. Sunarko, OFM – A. Eddy Kristiyanto, OFM, Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi; Tinjauan Teologis atas Lingkungan Hidup, (Yogyakarta): 71-101.

2008b “Menurut kamu, siapa Aku ini?”; Menemukan Wajah Toraja Yesus”, dlm. SAWI; Sarana Karya Perutusan Gereja, No. 21, (KKM-KWI & KKI, Jakarta): 107-114.

2008c “Perjumpaan Injil dan Budaya: Inkulturasi Iman”, dlm. KOINONIA; Media Gereja Lokal KAMS, vol. 3, no. 3: 2-5.

2008d “Perjumpaan paham Allah dalam Kekristenan dan Aluk To Dolo dalam konteks Pancasila”, dlm. ed. M. Mali, Perjumpaan Pancasila dan Kristianitas; Reposisi relasi Negara dan Agama dalam masyarakat plural, (Bantul-Yogyakarta): 151-220.

Nkéramihigo, Thēoneste, SJ.
1984 “Inculturation and the Specificity of Christian Faith”, dlm. AR Crollius, SJ, ed., Inculturation; Working Papers on Living Faith and Cultures, V, (Rome): 21-29.

Paniki-Siman, P.
1974 Korban, (Skripsi, STK Pradnyawidya, Yogyakarta).

Paulus VI, Paus
1975 Ajakan Apostolik “Evangelii Nuntiandi” tentang Evangelisasi dalam Dunia Modern.

Sacra Congregatio de Propaganda Fide
1977 Annuario 1976 (1), (Roma): khususnya 170 dsl.

Saldanha, Chrys
1984 Divine Pedagogy; a Patristic View of Non-Christian Religions, (LAS-Roma).

Merasul Melalui Politik

Kunjungan Komisi Kerawam ke Kevikepan Toraja, Kevikepan Luwu, dan Kevikepan Makassar untuk mengembangkan Keterlibatan Politik Kaum Awam

Politik itu adalah sesuatu yang kotor. Politik menjadi kotor karena di dalamnya sering kali terjadi berbagai intrik-intrik negatif antara lain: suap, saling menjatuhkan dan menjelekkan, serta berbagai macam cara yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan. Itulah gambaran pandangan awal yang sebagian besar ditemukan di tengah kaum beriman katolik. Terdorong oleh situasi seperti itu, Komisi Kerasulan Awam mengajak umat katolik untuk melihat politik bukan sebagai sesuatu yang dihindari melainkan sebagai bentuk tanggungjawab untuk mengembangkan hidup bersama.

Politik pertama-tama hendaknya dipahami sebagai sebuah panggilan bagi kaum awam untuk merasul di tengah dunia untuk memberitakan kabar gembira keselamatan atau yang menghadirkan kerajaan Allah. Untuk itu, sesuai dengan anjuran Konsili Vatikan II, Komisi Kerawam mengajak umat sungguh menghayati bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga (GS 1). Dengan demikian, politik tidak lagi sekedar dipahami sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan melainkan terlebih sebagai sebuah bentuk keterlibatan sosial untuk mengembangkan hidup bersama ke arah yang lebih baik.

Keterlibatan tersebut dilandasi oleh adanya misi yang diemban oleh kaum awam, yaitu membarui tata dunia dgn semangat Injil; memajukan kesejahteraan umum (bonum commune) yang sejati; mewujudkan keadilan dan perdamaian terciptanya kesejahteraan bersama (bonum communae). Misi tersebut hanya dapat terwujud bila umat katolik secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan menyangkut hidup bersama, antara lain dalam menjadi legislator dan senator, terlibat dalam hidup bermasyarakat sehari-hari, menerima tanggung jawab yang dipercayakan sekecil apa pun (mis. menjadi Ketua RT/RW) dan lain sebagainya.

Ajakan seperti ini ternyata mendapatkan tanggapan yang demikian positif dari dari setiap kunjungan yang dilaksanakan di Kevikepan Toraja, Luwu, dan Makassar. Antusiasme itu terungkap dari kehadiran dan keterlibatan yang sangat aktif dari para peserta kegiatan yang umumnya merupakan pengurus Dewan Pastoral Paroki, Pengurus Stasi dan Rukun, Pengurus Kelompok Kategorial dan Ormas, Aktivis Paroki, serta umat katolik yang selama ini banyak terlibat dalam politik praktis di lingkungan partai politik.

Animasi “Merasul lewat Politik” dimulai di Kevikepan Toraja pada 21 Juni 2009. Setelah melalui beberapa pertemuan, akhirnya umat katolik di Kevikepan Toraja menindaklanjuti animasi ini dengan membentuk sebuah forum yang disebut Forum Komunikasi Komunitas Katolik Toraja (FKKT). Forum ini dimaksudkan untuk membantu umat katolik supaya semakin terlibat untuk memajukan hidup bersama di tengah masyarakat. Forum ini di ketuai oleh Bpk. Theo Rosandi dan dibantu oleh kepengurusan inti serta beberapa bidang: sosial-ekonomi, pemberdayaan ormas, sosial-politik, sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Sudah beberapa kegiatan yang dibuat oleh Forum ini, antara lain: Pendidikan Politik umat menjelang Pemilu 2009 dan Seminar Kebudayaan Toraja pada tanggal 10-11 Maret 2009.

Selain itu, Komisi Kerasulan Awam juga mengadakan kunjungan untuk melaksanakan animasi di Kevikepan Luwu pada tanggal 31 Januari – 01 Februari. Pertemuan di Kevikepan Luwu juga dirangkaikan dengan Sosialisai Seruan Pemilu 2009 dari KWI-PGI dan dari Uskup Agung KAMS. Dalam pertemuan tersebut, semakin disadari perlunya umat katolik hadir dan merasul dengan cara menjadi garam dan terang di tengah dunia. Umat Katolik harus menjadi kelompok minoritas kreatif di tengah kelompok mayoritas sebagaimana konteks sosial yang terjadi di Kevikepan Luwu. Hadir pula dalam pertemuan ini beberapa umat katolik yang menjadi calon legislatif dan senator dalam pemilihan umum 2009. Mereka sepakat untuk mengembangkan prinsip “bersaing di jalanan, bersatu di pangkalan.” Para caleg boleh berbeda partai dan boleh berbeda pilihan, akan tetapi ketika berada di lingkungan Gereja mereka sepakat untuk tetap bersatu dan memperjuangkan kepentingan bersama dan kepentingan Gereja.

Di Kevikepan Makassar, Komisi Kerasulan Awam juga mengadakan beberapa bentuk kegiatan animasi: “Merasul lewat Politik”. Bagi para calon legislatif sudah diadakan beberapa kali pertemuan untuk membantu mereka menyadari tanggungjawab sosial yang mereka emban dalam keterlibatan sebagai seorang calon legislatif. Sekaligus pertemuan ini dimaksudkan menjadi sebuah bentuk dukungan Gereja Lokal KAMS terhadap keterlibatan politik umat katolik. Sementara bagi seluruh umat di Kevikepan Makassar, kegiatan ini dilaksanakan dengan cara berkeliling dari satu paroki ke paroki lain selama bulan Februari hingga Maret 2009. Sebagaimana sudah dilakukan di Kevikepan Toraja dan Kevikepan Luwu, pertemuan dengan umat ini dimaksudkan sebagai bentuk penyadaran kepada umat agar tidak bersikap apolitis. Selain kehadiran para pengurus DEPAS, Wilayah, Rukun, Ormas dan Kelompok Kategorial, pertemuan ini juga ternyata menarik minat para calon legislatif dan senator yang beragama katolik untuk hadir. Kehadiran mereka semakin membuat pertemuan menjadi lebih dinamis sekaligus terjadinya saling kenal dan sapa antara para calon pemilih dengan calon legislatif dan senator.

Proses animasi ini masih akan terus berlangsung sebagai sebuah proses pembelajaran politik yang tidak dibatasi hanya oleh Pemilihan Umum 2009. Untuk itu, direncanakan proses selanjutnya akan dilaksanakan di Kevikepan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Selain itu, masih ada program Komisi Kerawam yang masih akan dilaksanakan dalam tahun ini, antara lain: Pertemuan Komisi Kerawam Regio Makassar, Ambon, Manado (MAM). Komisi Kerawam juga membangun kerja sama lintas komisi dengan Komisi Hubungan Antaraagama dan Kepercayaan (HAK) dalam membangun sikap dialogis di tengah masyarakat yang majemuk. ***

Pemberkatan Gereja Stasi Barru

Gereja Stasi Barru berdiri tahun 1972 dengan jumlah umat 102 jiwa, yang pada umumnya berstatus PNS. Pada awal pendirian Gereja Barru dipakai bergantian bersama umat Gereja Kibait sampai tahun 1996. Izin Membangun Bangunan (IMB) gereja baru dikeluarkan oleh pemerintah setempat pada tanggal 15 Agustus 1997 dengan nomor IMB: 612/IMB/BR/1997. Sejak dikeluarkannya IMB, umat Barru mulai membangun gereja secara bahu membahu bersama masyarakat setempat.

Proses pembangunan Gereja Barru sangat lama, yakni mulai dari tahun 1997 sampai tahun 2009 karena jumlah umatnya sangat sedikit, yakni: 82 jiwa dan 18 KK. Walaupun demikian, umat Barru tetap sabar dan percaya bahwa dalam kekecilan itu Tuhan selalu bersama mereka. Keyakinan inilah yang memotivasi mereka untuk terus membangun hingga berhasil diberkati pada tanggal 11 Januari 2009 oleh Bapa Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’. Acara peresmian dimulai dengan Misa Kudus yang dipimpin langsung oleh Bapa Uskup Agung Makassar serta didampingi oleh Pastor Paroki St. Petrus Rasul Parepare, P. Willem Tulak Pr; Direktur Baruga Kare, P. Rudy Kwary Pr; Rektor Seminari Menengah St. Petrus Claver Makassar, P. Willi Welle Pr; dan Ekonom Keuskupan Agung Makassar, P. Albert Arina Pr. Misa pemberkatan yang direncanakan jam 9.30 terpaksa tertunda ke jam 10.30 karena rombongan umat dari Kota Parepare dan Pinrang terlambat tiba di tempat perayaan akibat hujan lebat dan terjebak pohon asam yang tumbang menghalangi jalan di Mallustasi.

Walaupun alam tidak bersahabat, tetapi umat yang hadir dalam Misa Pemberkatan Gereja Stasi Barru tetap bersemangat. Hal itu terlihat dari antusias umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi pemberkatan gereja. Saat pemberkatan umat sangat antusias mengikuti proses pemberkatan sampai selesai walaupun hujan deras dan angin kencang disertai kilat tidak mengurangi semangat umat untuk bersyukur kepada Tuhan. Perayaan Ekaristi dimeriahkan oleh koor gabungan St. Sisilia Kota Parepare dan umat Stasi Pinrang.

Usai perayaan puncak Ekaristi, Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’, para Pastor konselebran bersama para undangan diundang menuju tenda resepsi untuk mengikuti acara penandatanganan prasasti peresmian Gereja Barru dan resepsi bersama. Acara penandatanganan prasasti dan resepsi dihadiri oleh Wakil Bupati Barru, H. Kamril Daeng Mallongi, SH dan Kasi Penerangan Agama Islam Barru sebagai Wakil Kakandepag Barru, Drs. H. Arifin Arsyad. Acara penandatanganan prasasti dilakukan oleh Bapak Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’ dari pihak gereja dan Wakil Bupati Barru, H. Kamril Daeng Mallongi, SH dari PEMDA setempat serta didampingi oleh utusan Kepala Kantor Departemen Agama Barru, Drs. H. Arifin Arsyad. Sedangkan acara resepsi sangat meriah karena diisi oleh kata sambutan dari Kakandepag Barru, Bapak Uskup Agung Makassar dan Bapak Wakil Bupati Barru serta lagu dan tarian dari berbagai kelompok umat basis.

Dalam kata sambutan resepsi, Wakil Bupati dan utusan Kakandepag Barru menyampaikan bahwa pemerintah setempat pada dasarnya mendukung pembangunan rumah ibadat semua agama demi peningkatan iman umatnya serta siap melindunginya dari berbagai ancaman yang mengganggu proses peribadatan menurut keyakinan agama masing-masing. Karena itu kehadiran pemerintah setempat untuk melayani semua golongan tanpa pilih kasih.

Sedangkan Bapa Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’ dalam kata sambutannya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada umat Barru yang begitu sabar dan bekerja keras bersama masyarakat setempat serta para donaturnya membangun Gereja Barru hingga pemberkatan. Selain itu, Uskup juga menyatakan syukur kepada umat Barru yang ‘berani’ memulai membangun rumah Tuhan dari kekurangan di tengah kelompok mayoritas. Inilah nilai iman yang patut dipertahankan serta disebarluaskan di kalangan Gereja Katolik, bahwa sesuatu itu akan menjadi luar biasa kalau ada tekad dan kemauan yang kuat dari setiap kaum beriman. Sebab Gereja adalah umat Allah (umat beriman, red.) dan pembangunan gereja harus mulai dari umat itu sendiri, tegas Bapa Uskup.

Selanjutnya, Bapa Uskup mengajak umat Barru untuk memperlihatkan identitas minoritas di tengah mayoritas dengan melakukan hal-hal yang berguna bagi Gereja dan masyarakat agar orang lain bisa melihat cahaya Kristus yang hidup di tengah umat Katolik Barru. Tugas ini memang berat, tetapi bersama Kristus segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Pemberkatan Gereja Stasi Barru bukanlah akhir dari perjuangan umat kelompok minoritas di tengah mayoritas, melainkan awal pembangunan iman yang sesungguhnya. Dengan pemberkatan gereja, umat Barru ibarat sebuah ‘lilin kecil’ yang bernyala menerangi sesama yang ada di sekitarnya. Cahaya lilin itu akan redup kalau umat Barru sendiri tidak berani memulai melakukan sesuatu dalam karya nyata bagi diri dan sesamanya. Maka umat Barru harus diyakinkan bahwa karya pertolongan Tuhan masih mungkin tumbuh di tengah minoritas jika umat Barru berusaha keras dan mampu membangun misi cinta kasih Tuhan bagaikan lilin kecil yang terus menyala di tengah dunia, tegas Bapak Uskup dalam mengakhiri kata sambutannya.*** Penulis: Martinus Jimung

Animasi APP 2009: Gerakan Pemberdayaan Kesejatian Hidup Bersama Umat Beragama Lain

Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2009 Keuskupan Agung Makassar mengambil tema: “Pemberdayaan kesejatian hidup melalui kebersamaan dengan umat beragama lain dalam perhatian terhadap orang-orang miskin, tak berdaya dan perhatian pada lingkungan hidup untuk kesejahteraan bersama”. Tema APP ini dirumuskan bersama team APP Pleno KAMS yang berintikan Komisi PSE, Komisi Katekese/Liturgi/Kitab Suci, Komisi Pendidikan, Komisi KKI, Komisi Kepemudaan dan utusan-utusan dari Kevikepan. Proses perumusan tema dan bahan animasi APP 2009 dimulai pada bulan Agustus tahun 2008 lewat rapat-rapat. Sesuai dengan kesepakatan di bentuk 4 team untuk mempersiapkan bahan animasi APP 2009, yakni team untuk bahan animasi di Paroki, bahan untuk Bina Iman Anak/Semika, bahan untuk pertemuan Orang Muda Katolik (OMK) dan bahan untuk pendalaman iman di Sekolah-Sekolah.

Setelah melewati beberapat tahap akhirnya bahan-bahan tersebut tersedia pada pertengahan Desember 2009. Komisi PSE/APP kemudian mengandakan bahan tersebut kemudian didistribusikan ke Paroki-Paroki, Kelompok dan Sekolah-Sekolah pada bulan Januari 2009. Bahan-bahan yang dikirim ke paroki-paroki adalah, Bahan Untuk Pertemuan Komunitas Basis, bahan untuk Pertemuan OMK, bahan untuk pertemuan Bina Iman Anak dan bahan untuk Pendalaman Iman di Sekolah-Sekolah serta poster-poster APP 2009. Selain ini Komisi KKI menyediakan satu VCD untuk Bina Iman Anak.

Komisi APP Pleno memandang perlu untuk mensosialisasikan bahan tersebut. Komisi APP kemudian berkoordinasi dengan kevikepan-kevikepan untuk pelaksanaan pembekalan animator APP di tingkat paroki-paroki. Kegiatan pembekalan ini dilaksanakan di 4 kevikepan yakni Makassar, Luwu, Sulawesi Barat, Toraja. Sementara Kevikepan Sultra sudah mengadakan sosialisasi pada bulan Oktober 2008.

Sesuai dengan rekomendasi dari rapat evaluasi APP tahun 2008, khusus untuk kevikepan Makassar diusulkan agar pembekalan animator APP ini diadakan untuk 2 atau 3 paroki berdekatan. Tujuannya adalah supaya utusan-utusan paroki lebih banyak sehingga dapat terjun langsung ke rukun-rukun atau wilayah. Kegiatan pembekalan di Kevikepan Makassar dimulai tanggal 19 Januari 2009 di Aula Katedral untuk Paroki Katedral dan Gotong-Gotong. Kegiatan ini diikuti oleh 65 orang. Selanjutnya kegiatan yang sama dilakukan pada tanggal 21 Januari untuk Paroki Mamajang dan Andalas di aula Paroki Mamajang. Peserta kegiatan ini berjumlah 32 orang. Kemudian pada tanggal 22 Januari 2009 kegiatan pembekalan animator APP diadakan untuk Paroki Kare, Tello dan Mandai di Baruga Kare. Kegiatan ini dihadiri 92 orang dengan peserta terbanyak dari Paroki Kare. Kegiatan animasi di tiga tempat ini difasilitasi bersama oleh P. Fredy Rante Taruk, Pr selaku Ketua Komisi PSE/APP dan P. Leo Sugiyono, MSC selaku Ketua Komisi Kateketik/Kitab Suci/Liturgi.

Pembekalan untuk Paroki Sungguminasa diadakan pada tanggal 16 Februari 2009 diikuti 36 orang. Kegiatan di Sugguminasa ini difasilitasi oleh P. Leo Sugiyono, MSC. Paroki Mariso dan Parok Asisi mengadakan kegiatan pembekalan sendiri. Sementara itu Paroki Pare-Pare dan beberapa stasi Paroki Soppeng berkumpul di Pare-Pare pada tanggal 18 Februari 2009. Pembekalan dihadiri sekitar 100 orang dan difasilitasi oleh P. Fredy Rante Taruk, Pr.

Kevikepan Luwu secara khusus mengadakan kegiatan pembekalan Animator APP dan aktivis PSE selama 2 hari, tanggal 6-7 Februari 2009. Kegiatan ini dihadiri oleh 102 orang yang berasal dari Paroki Padang Sappa, Palopo, Lamasi, Saluampak, Bone-Bone dan Mangkutana. Kegiatan ini juga difasilitasi oleh P. Fredy Rante Taruk, Pr dan P. Leo Sugiyono, MSC.

Sementara itu, Team APP Kevikepan Toraja yang dikoordinir P. Bartholomeus Pararak, Pr dan P. Mateus Patton, Pr mengadakan pembekalan untuk animator APP dari paroki-paroki di Kevikepan Toraja pada tanggal 17 Februari 2009. Fasilitator utamanya adalah P. Stef Salenda Lebang, Pr bersama dengan anggoat team APP Kevikepan Toraja.

Pembekalan untuk Kevikepan Sulawesi Barat diadakan di Mamuju pada tanggal 20-21 Februari 2009. Kegiatan ini dihadiri Paroki Mamuju, Messawa dan Baras. Selain membahas materi APP 2009, dalam pertemuan ini juga dibahas mengenai Perayaan Hari Pangan Sedunia dan Caritas Makassar. Kegiatan ini dipandu oleh P. Fredy Rante Taruk, Pr.

Selain pembekalan untuk Paroki-paroki, Komisi APP juga mengadakan pembekalan untuk Guru-Guru Agama tingkat SD-SMP di wilayah Kevikepan Makassar. Kegiatan ini diadakan pada tanggal 17 Februari 2009, yang difasilitasi oleh Fr. Bonifasius, HHK dan Bapak Pablius Jurung.

Demikianlah serangkaian kegiatan Animasi APP tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Komisi APP Pleno. Komisi APP menghaturkan terima kasih kepada semua komisi terkait yang telah terlibat dalam kegiatan Animasi ini mulai dari persiapan bahan sampai pada kegiatan animasi. Juga kepada semua kevikepan dan paroki yang berkenan memberikan kesempatan dan tempat untuk kegiatan APP tahun 2009 ini. *** Penulis: P. Fredy Rante Taruk Pr, Komisi PSE/APP KAMS

Agenda Bapa Uskup Maret-Mei 2009

Maret 2009
Tgl. Acara
01 Rapat SC Semlok Inkulturasi
03 Misa setahun meninggalnya P. Arie Maitimo
04 Pertemuan Laporan Lengkap Keuangan Munas IX UNINDO
09-10 Semlok Inkulturasi di IKAR Rantepao
14 Pertemuan silaturrahmi dengan YSI
16 Hari Imam
19 Pemberkatan Gedung Serba Guna SMP-SMU Rajawali
21 Misa Pelantikan Dewan Keuangan KAMS
24 Hari Imam
26-27 Seminar di Jakarta
31 Hari Imam

April 2009
Tgl. Acara
02 Rekoleksi Imam dan Misa Pemberkatan Tiga Minyak Suci
07 Hari Imam
09 Kamis Putih. Pemilu Legislatif/DPD
10 Jumat Agung
11 Sabtu Suci
12 Paskah
14 Hari Imam
16 Rapat Dewan Konsultor
21 Hari Imam
28 Hari Imam

Mei 2009
Tgl. Acara
05-07 Rapat Dewan Imam
09-10 Ziarah di Soppeng
13-15 Rapat Presidium KWI
16 Pertemuan dengan Pengurus PUKAT Jakarta
17 Paskah PUKAT Jakarta
19 Hari Imam
21 Krisma Paroki Andalas pkl. 08.45
24 Krisma Paroki Gotong-gotong pkl. 08.00
26 Hari Imam
31 Krisma di Katedral pkl. 08.30

Mutasi Personalia KAMS

1. P. Carolus Patampang
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Moderator Tim Kepemudaan (termasuk Ormas) Kevikepan Toraja dan asisten tetap di Paroki St. Theresia Rantepao.
Penugasan sementara sebagai Pastor Bantu di Paroki Hati Yesus yang Maha Kudus Katedral Makassar.

2. P. Oktafianus Edy Kaniu
Diangkat sebagai staf Seminar Menengah St. Petrus Claver Makassar.

3. Dewan Keuangan KAMS masa bakti 2009 - 2014:
Ketua : P. Ernesto Amigleo CICM
Wakil ketua : P. Willibrordus Welle
Sekretaris : P. Yulis Malli
Anggota :
1. John Theodore
2. Jinhard Kouwagam
3. Widartiningsih, SH
4. Kunradus Kampo

Sayap CU Mengepak di Bumi Mekongga

Bumi Mekongga demikian orang menyebut Kabupaten Kolaka. Wilayah ini terletak tepat pada perbatasan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Letaknya persis di bagian “selangkangan” kaki Sulawesi Tenggara dan Selatan. Daerah yang selama ini dikenal sebagai penghasil kakao dan memiliki kekayaan alam yaitu nikel. PT Antam sudah agak lama mengeruk kekayaan alam bumi Mekongga ini.

Dalam harian berita Kendari Pos, 30 September 2008 malah diberitakan bahwa di Kelurahan Ulunggolaka, Kecamatan Latambaga, tepatnya di lokasi obyek wisata permandian air panas, 15 km dari Kota Kolaka diketemukan emas. Sebelumnya memang sudah lama tersiar kabar tentang ditemukannya emas di Sahi Ite, Kab. Bombana. Di lokasi tersebut kini ratusan atau malah ribuan orang mengadu nasib. Alam bumi Mekongga memang menjanjikan sejuta harapan bagi masyarakatnya untuk hidup damai dan sejahtera. Tinggal keuletan dan kesabaran dalam menggali potensi alam. Sepertinya Tuhan telah memberikan segalanya bagi manusia. Tetapi di pihak lain ada bahaya masyarakat terbuai dan lupa diri dalam menata hidup jauh ke depan.

Tanggal 20 Agustus 2008, patut dicatat dalam perjalanan sejarah Bumi Mekongga. Hari ini Credit Union terbang dan hinggap di bumi Mekongga. “Kasih Mekongga”, demikian nama yang dipilih oleh anggota awal yang berjumlah 106 orang, dengan total asset 600 juta rupiah. “Kasih Mekongga” berupa Kantor Managemen dari TP Kasih Mulia, Unaaha, CU Mekar Kasih, Makassar.

Mekongga artinya burung raksasa yang menyelamatkan tiga suku di Sulawesi Selatan yaitu Suku Makassar, Bugis dan Toraja. Burung ini pula (Mekongga) yang digunakan Lakidende dalam perjalanannya menuju Pulau Padamaran untuk bertapa. Pemilihan nama ini sarat dengan makna yang bagi masyarakat Kolaka sudah lama hidup di tengah-tengah mereka. Ibaratnya, CU Mekar Kasih adalah burung “mekongga” yang terbang dari Sulawesi Selatan dan kini hinggap di bumi Anoa, Sulawesi Tenggara.
“Kasih Mekongga”, nama Kantor Managemen CU Kolaka, semoga tidak hanya sekedar nama tetapi sungguh menjadi sarana penyelamat bagi penghuni bumi Mekongga. Dengan demikian seluruh pengurus dan anggota CU bersama-sama mewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera secara ekonomi di bumi Mekongga.

Rintisan pendirian Credit Union di Kolaka melewati tahapan-tahapan yang pada awalnya agak meragukan. Kunjungan kami pertama di Dawi-Dawi bersama Rm. Fredy untuk sosialisasi hanya dihadiri belasan orang. Dengan kondisi yang seperti itu, kami berpikir terbentuknya Credit Union di bumi Mekongga hanya angan-angan belaka. Selanjutnya kunjungan kami kedua di Pomalaa (lokasi PT Antam) dan ketiga di Dawi-Dawi (untuk yang kedua kalinya), jumlah umat yang hadir sudah semakin banyak. Namun keraguan kami belum hilang. Tetapi di sisi lain Pastor Paroki, P. Piet Majina Pr, didukung anggota Depas, tetap bersemangat dan tekad yang kokoh untuk menghadirkan Credit Union di bumi Mekongga. “Selamat datang CU di daerah penghasil kakao dan nikel”, demikian kira-kira harapan P. Piet bersama anggota Depas waktu itu.

Sebelum kami kembali ke Unaaha dan Rm. Fredy ke Makassar setelah sosialisasi CU yang ketiga, kami berpesan pada mereka “kalau tidak mencapai anggota 101, Credit Union di Kolaka bakalan tidak terbentuk”.

Berselang tiga bulan kemudian, berkat doa dan tekad membaja Pastor Paroki bersama umatnya, tanggal 20 Agustus 2008 lahirlah CU di bumi Mekongga. Dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Vikep Sultra, P. Matheus Bakolu Pr, diresmikanlah Kantor Managemen (KM) “Kasih Mekongga”. Turut hadir, Ketua KomisY(PSE KAMS, Rm. Fredy Rante Taruk Pr sebagai Fasilitator; Yan Marcel, Wakil Ketua II CU Mekar Kasih, Makassar. Pada saat yang sama turut dilantik Pengurus Kantor Managemen, di mana sebagai penanggungjawabnya adalah Bartholomeus Katatong dan Nico Bara’ Sombolayuk sebagai Koordinator Tim Inti serta Martinus Wahyudi Eko Prasetyo sebagai staf.

Kantor Manajemen “Kasih Mekongga”
d/a. Solo Service
Poros Kolaka – Pomalaa
Telp. 0405-310246

“Tanam Kasih Tuai Sejahtera”.*** Penulis: P. Linus Oge, Pr

CU Tebar Kasih Berdiri, Umat Baras Menyambut

Hari Minggu, 8 Maret 2009 menjadi hari yang penuh makna dan cahaya bagi umat Paroki St. Yusuf Pekerja Baras, karena pada hari itu dideklarasikan pendirian Tempat Pelayanan (TP) Tebar Kasih Credit Union (CU) Mekar Kasih. Dalam misa pendeklarasian CU TP Tebar Kasih Paroki St. Yusuf Pekerja Baras, Pastor Fredy Rante Taruk, Pr. sebagai selebran utama sekaligus sebagai Ketua Komisi PSE KAMS yang memfasilitasi Pendirian TP dari CU Mekar Kasih Makassar ini, menekankan bahwa TP Tebar Kasih diharapkan mampu menjadi alat untuk menyejahterahkan umat Paroki Baras dan masyarakat sekitar dalam wilayah Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Pendeklarasian Pendirian TP Tebar Kasih ini sebenarnya telah jauh hari disiapkan oleh Dewan Pastoral Paroki St. Yusuf Pekerja Baras di bawah pimpinan Pastor Paroki Baras, P. Kosmas Kopong Boro,Pr. dan Kapelan P.Vius Octavian,Pr. Persiapan ini telah berlangsung sejak tahun 2007 dan pada Rapat Pleno Rancangan Strategic Planning Depas 2008. Rencana pendirian ini kemudian ditindaklanjuti lewat sosialisasi CU secara massal dua kali di pusat paroki dan di setiap stasi pada setiap kunjungan periodik mingguan, dan akhirnya berpuncak pada lokakarya Strategic Planning Pendirian TP Tebar Kasih pada 5-8 Maret 2009.

Lokakarya yang diadakan di pusat Paroki St. Yusuf Pekerja Baras ini diikuti oleh 256 orang dari 14 stasi dalam wilayah Paroki St. Yusuf Pekerja Baras. Banyak hal yang menjadi nilai positif dari hasil pendidikan nilai dan pencerahan selama sosialisasi CU selama ini. Hasil tersebut nampak dalam partisipasi seluruh umat menyukseskan lokakarya tersebut lewat terlibatnya semua umat menyumbangkan dana untuk konsumsi, menyiapkan tempat dan peralatan dan sarana lain yang dibutuhkan bahkan semua ibu-ibu dan bapak-bapak terlibat menyiapkan makanan bagi seluruh peserta yang hadir.

Hadirnya TP Tebar Kasih memang telah menjadi cita-cita dan kerinduan umat di Paroki Baras karena umat merasa sungguh membutuhkan sebuah sarana yang dapat memajukan hidup mereka baik dalam hal ekonomi, pendidikan nilai, pendidikan penyadaran sampai pendidikan politik dan kecintaan pada lingkungan hidup yang harmonis. Fasilitator lokakarya pendirian TP Tebar Kasih adalah P. Fredy Rante Taruk, Pr dan Bapak Eduar Edy Susanto (Fasilitator CU Kalimantan) serta dibantu oleh Staf CU Mekar Kasih Elsa Brigitha Noviyanthi. Pastor Fredy banyak mengulas tentang makna hidup manusia dan memberikan motivasi untuk perbaikan ekonomi umat melalui pendidikan ala CU. Ketua PSE KAMS ini menantang umat Paroki Baras untuk tetap bertahan dengan penghasilan dari Sawit di tengah-tengah krisis ekonomi ini. Dalam rangka itu, umat dan masyarakat Baras harus mampu membuat perencanaan keuangan sekarang dan untuk masa depan, bahkan sampai rencana peremajaan sawit yang sekarang berumur di atas 10 tahun.

Seluruh umat sangat antusias mengikuti pertemuan dan mengalami penyadaran akan pentingnya menata ekonomi keluarga. Sebagai wujud konkret, sejumlah besar umat mendaftarkan diri segera setelah pendirian Tempat Pelayanan Tebar Kasih tersebut. Dalam 3 hari lokakarya tersebut telah terdaftar 206 orang anggota dengan aset pertama Rp 1.275.195.000,-.

Cita-cita dan impian untuk mandiri dan sejahtera dari umat Paroki St.Yusuf Pekerja Baras tentu juga menjadi impian semua orang. Kita berharap semua pihak menjadi lebih bertanggung jawab pada diri sendiri dan pada sesama lain, termasuk pada alam lingkungan. Oleh karenanya para pengurus yang terpilih untuk periode 2009-2011 yang terdiri dari: Dewan Pimpinan Ketua: Dominikus Dedu, Wakil ketua I: Kaitanus Malik, Wakil ketua II: Lorensius Hadum, Sekretaris: Yulius Palete Masiku, dan Bendahara: Yustina Ina Tulit. Badan Pengawas terdiri atas: Ketua: P. Kosmas Kopong Boro, Pr., Sekretaris Nicolaus Fahik, Anggota: Everistus Fridus Tafoen. Koordinator team Fasilitator Pendidikan Dasar adalah P. Vius Octavian,Pr. Para Pengurus diminta untuk sungguh serius menggeluti dan mengawal perjalanan TP Tebar Kasih ini sehingga kelak umat Baras sungguh sejahtera dalam hidup mereka, dan maju dalam segala hal.*** Penulis: P.Vius Octavian, Pr

Profil: Herman Djawa

Jangan salah mengira bahwa rekan kami ini adalah berasal dari Jawa. Sapaan akrab yang sering kami panggilkan kepada saudara kami ini adalah Om Herman Djawa. Tadinya kami mengira bahwa Herman Djawa ini berasal dari pulau Jawa, ternyata beliau berasal dari tanah Flores. Beliau juga sudah mengabdi di Keuskupan kita ini selama 10 tahun, namun sebelumnya beliau sudah bekerja selama 13 tahun di Kare bersama Ketua KKI pada waktu itu adalah Suster Wilhelmina Bhato CIJ dan kemudian bersama Suster Imanuella JMJ. Namun karena usianya yang sudah mencapai usia 55 tahun, umur yang sudah tidak muda lagi serta usia yang ditetapkan untuk masuk masa pensiun. Namun Om Herman masih akan bekerja pada Keuskupan sebagai tenaga honorer.

Tugas utama Om adalah mengemudikan mobil di kantor Keuskupan, teristimewa Om Herman senantiasa mengantar Bapa Uskup ke mana saja, baik kunjungan pastoral ke daerah maupun acara pemerintahan. Om Herman ini senantiasa melaksanakan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab, karena dia sadar bahwa yang diantar bukan orang biasa melainkan Pemimpin tertinggi Keuskupan Agung Makassar. Dan kadang-kadang Om Herman juga mengantar P. Frans Nipa, Sekretaris KAMS; P. Ernesto Amigleo, Vikjen KAMS bilamana mereka hendak ke luar daerah. Puji Tuhan para Pastor senantiasa merasa aman sepanjang jalan bersama Om Herman.

Om Herman juga suka bercanda dan suka membantu kami jika membutuhkan pertolongannya. Dan atas kebersamaan dengannya selama berkarya pada Keuskupan yang kita cintai ini, kami mengucapkan banyak terima kasih! Kepada keluarga tak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati. ***

Profil: Paulus Parinding

Paulus Parinding adalah sosok yang orang yang mau bekerja keras. Beliau sudah mengabdi dan bekerja di lingkungan Keuskupan Agung Makassar selama 21 tahun. Namun karena kesehatannya terganggu (penyakit stroke berkepanjangan) maka rekan kami ini terpaksa pensiun dini, dengan maksud agar dia senantiasa mendapat perawatan dan perhatian dari segenap keluarganya sehingga dapat pulih kembali.

Selama bekerja di Keuskupan, Paulus senantiasa memperlihatkan kemampuannya dan menjalankan tugasnya dengan setia dan penuh tanggung jawab. Dia juga suka membantu dan selalu siap membuka tangannya kepada siapapun yang membutuhkan bantuannya. Tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya adalah: mengurus paspor para Pastor di kantor imigrasi, mengurus STNK dan SIM para Pastor serta mengantar surat-surat yang sering kita sebut ekspedisi. Mungkin kita melihat tugas-tugas ini sebagai perkara kecil, namun cara saudara kita ini melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya itu sangat luar biasa Beliau tidak mengenal hujan atau teriknya panas matahari, namun dia senantiasa melaksanakan tugasnya dengan penuh suka cita. Di sela kesibukannya, Paulus juga suka bercanda dan bercerita lelucon dengan mimik yang lucu sehingga membuat teman-temannya tertawa. Humomya membuat suasana kantor ceria, kondusif untuk bekerja lebih baik. Maka ketidakhadirannya di kantor sangat kami rasakan. Kami semua rekan kerjanya merasa sangat kehilangan seorang sosok teman yang selalu membuat suasana kantor menjadi cerah dan penuh rasa persaudaraan, teristimewa kami rekanmu Ida, Chris dan Rita. Doa kami, semoga Paulus cepat sembuh. Demikianlah sekilas mengenai rekan kami ini.

Terima kasih atas pengabdian serta pengorbananmu kepada Keuskupan yang kita cintai ini, dan atas segala kerja sama yang baik. Dan terima kasih pula kepada Istri dan anak-anak Bpk. Paulus. Misa Syukur sebagai tanda rasa persaudaraan kami telah dilaksanakan bersama di Kapel Keuskupan pada 23 Februari 2009 yang dipimpin oleh P. Ernesto Amigleo, CICM selaku Vikjen KAMS dan sesudahnya dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Tuhan memberkati kita semua.***

Politik di Tengah Orang Muda Katolik

Keluarga Mahasiswa Katolik Kevikepan Makassar menggelar kegiatan Dialog Interaktif bertajuk “Politik di Tengah Orang Muda Katolik”. Kegiatan ini dilaksanakan pada 7 Februari 2009 di aula KAMS dengan menghadirkan dua narasumber: Romo Eddy Kristiyanto OFM, penulis buku “Sakramen Politik: Mempertanggungjawabkan Memoria” dan Bpk. Basuki Tjahaja Purnama, mantan Bupati Belitung Timur.

Dialog dibuka dengan Kata Pengantar Vikep Makassar P. Jos van Rooy. Dalam sambutannya, Vikep menyambut baik terselenggaranya kegiatan ini yang disebutnya dapat menumbuhkan kesadaran berpolitik khususnya di kalangan orang muda Katolik di Kevikepan Makassar sebagai bentuk keterlibatan Gereja di tengah masyarakat.

Rm. Eddy Kristiyanto OFM menyampaikan pandangannya mengenai Sakramen Politik dengan memaparkan situasi sosial masyarakat terkini di Indonesia, dan panggilan Gereja untuk terlibat aktif dalam pembangunan masyarakat.
Mengenai istilah “Sakramen Politik”, beliau menjelaskan: “Sebelum penetapan oleh Konsili Trente (1545-1563), jumlah sakramen dalam Gereja Katolik Roma pernah jumlah sakramen mencapai duapuluhan, tetapi juga pernah "belasan". Akan tetapi, sejak Konsili Trente, Gereja Katolik Roma tidak lagi memperdebatkan jumlah sakramen. Tujuh saja.”

Menurut Rm. Eddy, bagi orang Kristen, terlibat dalam dunia politik itu merupakan rahmat istimewa, mengingat misteri ‘inkarnasi' sendiri langsung berkaitan dengan hal tersebut. Bukankah suatu pencerahan bagi kegelapan dunia ini ketika Allah menjadi manusia, Ia rela menjadi salah seorang anggota masyarakat warga? Kekotoran dan kehirukpikukan dunia ini tidak menjadikan-Nya miris dan apatis, tetapi justru sebaliknya. Maka secara teologis keterlibatan para anggota Gereja dalam dunia politik mendapat dasar kokoh kuat pada misteri inkarnasi.

“Dengan membangun Rumah Sakit dan Sekolah-sekolah, sebetulnya Gereja pun sudah berpolitik dalam pengertian luas”, kata pengajar di STF Driyarkara Jakarta ini.

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM, mantan Bupati Belitung Timur (ingat setting film Laskar Pelangi?) lebih banyak men-sharingkan pengalamannya dalam dunia politik serta keyakinan panggilan sebagai murid Kristus untuk terjun ke dalam dunia politik.

Basuki merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur. Ahok, demikian ia biasa disapa, memang dikenal memiliki keinginan kuat dan kepedulian besar terhadap kesejahteraan rakyat. Ahok bercerita bahwa masuknya dia ke dunia politik didasari oleh pesan sang ayah (Zhong Kim Nam) yang pernah berkata “Kamu cocoknya jadi pejabat. Karena pengusaha yang mau pikirkan rakyat banyak itu tidak mungkin”.

Ahok menemukan Sabda Tuhan yang menyentuh hatinya pada Mazmur 9:19 “Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara.” Itulah yang mendorongnya masuk ke kancah politik praktis dan dijadikannya sebagai dasar pijakan.

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur tahun 2005, Basuki berpasangan dengan Khairul Effendi, BSc ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama.

Ketika menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Belitung Timur, Ahok dikenal sebagai seorang politisi yang bersih. Ia dan rekan satu partainya pernah mengembalikan sisa uang perjalanan dinas dari kunjungan kerja ke Malang-Jawa Timur. Pengembalian uang sisa perjalanan dinas ini bukan suatu hal yang dianggap baik dan wajar oleh rekan lainnya yang di DPRD, malah ia dimusuhi dan dikucilkan oleh rekan-rekan anggota DPRD lainnya.

Oleh pimpinan dewan, melalui rapat internal di DPRD, ia tidak diperkenankan menjabat sebagai pimpinan dalam alat kelengkapan DPRD, baik itu komisi atau fraksi.
Ahok di nobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara Negara. Ahok dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Ahok mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat.

Kejujuran dan ketulusannya dalam mengabdikan diri untuk kesejahteraan rakyat dan Republik Indonesia juga menghantarkan Ahok menjadi salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia oleh Tempo. Kisah hidup dan perjalanan karir Ahok pun telah dibukukan dan diterbitkan oleh Gramedia berjudul: “Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan”.

Acara ini diisi dengan permainan band dan dialog peserta dengan nara sumber. Antusiasme peserta pada babak tanya-jawab ini menunjukkan rasa ingin tahu di kalangan orang muda Katolik terhadap mahluk asing bernama “politik”.

P. John da Cunha selaku Pastor Mahasiswa mengatakan bahwa kegiatan Dialog Interatif ini baru merupakan awal dari serangkaian kegiatan Pendidikan Politik bagi Mahasiswa.

Sebagai langkah awal, kegiatan yang digerakkan oleh KMK-KMK beberapa kampus di Kevikepan Makassar ini dapat dikatakan berjalan baik, lancar dan mendapat sambutan positif umat. *** Penulis: Toni

Hari Imam/Rekoleksi dan Pemberkatan 3 Minyak Suci, Menjelang Pekan Suci 2009

Hari,tgl : Kamis, 2 April 2009
Tempat : Aula KAMS - Gereja Katedral
Acara :
09.30 - 12.30 Rekoleksi
13.00 Makan siang bersama
18.30 Perayaan Ekaristi Pemberkatan 3 Minyak Suci dan Pembaharuan Janji Imamat; sesudahnya para imam makan malam bersama di Aula Keuskupan.

Kronik Desember 2008 - Februari 2009

1 Desember
Vikjen KAMS P. Ernesto selaku kordinator komisi mengadakan pertemuan dengan semua ketua komisi KAMS. Bapa Uskup hadir dan turut memfasilitasi pertemuan. Rapat membahas beberapa persoalan termasuk laporan tahunan kegiatan komisi, evaluasi, rencana kegiatan dan anggaran kegiatan tahun 2009. Semua ketua komisi KAMS hadir dalam pertemuan ini.

4 Desember
Yoppi Taroreh dan tim dari Jakarta datang ke Makassar untuk mengadakan Kebangunan Rohani Katolik selama 2 hari di Rantepao, Tana Toraja. Kelompok karismatik di Makassar turut mendampingi dalam kegiatan ini.

6 Desember
Bapa Uskup menerima kunjungan pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya untuk membahas beberapa hal penting berkaitan situasi universitas.

Rangkaian seminar Pendidikan Nilai yang diadakan sejak Sabtu lalu (29/11) diakhiri hari ini dengan pertemuan dengan Mahasiswa Fakultas Teknik UAJM dan seluruh penerima beasiswa, termasuk beasiswa dari CICM. P. Yulius Malli hadir sebagai fasilitator.

8 Desember
Tanpa kenal lelah, Yoppi Taroreh dan tim dari Jakarta yang baru saja menyelesaikan KKR di Tana Toraja, hari ini melanjutkan kegiatan KKR dan Penyembuhan di Paroki Mariso selama 2 hari.

Pagi hari, Bapa Uskup bersama P. Paulus Tongli, Bpk. Philips Tangdilintin dan Bpk. Ishak Ngeljaratan berangkat ke Tana Toraja untuk rapat persiapan Seminar lokal sebagai tindak lanjut tema seminar Munas IX UNINDO “Menemukan Benih-benih Sabda di Toraja”.

11 Desember
Sekretaris KAMS berangkat ke Tana Toraja untuk menghadiri pertemuan kombongan Dewan Pastoral Paroki Rantepao. Sekitar 200 peserta hadir dalam pertemuan ini.

13-14 Desember
Sejumlah 28 dosen dan karyawan Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM) mengadakan rekoleksi di Malino. P. Karolus Patampang sebagai pembimbing rekoleksi, P. Ernesto sebagai koordinator kegiatan.

17 Desember
Bapa Uskup bertemu dengan pengurus Komunitas Jeduthun Salvation Ministry (JSM) di ruang rapat keuskupan untuk mengikuti perkembangan JSM. Bapa Uskup mendorong mereka agar komunitas JSM semakin dikenal umat di Kevikepan supaya lebih banyak kaum muda terlibat di dalamnya.

19 Desember
P. Kamelus Kamil, Pembimbing Novis CICM, tiba kembali setelah sebulan berada di Roma untuk Program On-going formation bagi para imam muda CICM.

22 Desember
Hari ini ditandai 3 Perayaan: 40 tahun tahbisan imamat Vikjen P. Ernesto, ulangtahun ke-60 kelahiran Bapa Uskup, dan Hari Ibu. Perayaan diadakan di dalam Misa Kudus di Katedral pukul 18.00, dipimpin Bapa Uskup dan didampingi Vikjen P. Ernesto dan Pastor Paroki Katedral P. Paulus Tongli. Homili diberikan oleh P. Ernesto mengenai perjalanan panggilan imamatnya, serta tugas penempatannya di Makale tahun 1974-1976, dan di Koya-Skanto, Papua tahun 1986-1994. Setelah misa, resepsi diadakan di aula KAMS. Ibu-ibu WKRI turut menyiapkan acara ini.

24 Desember
Pada Malam Natal, puluhan ribu umat Kristiani memenuhi gereja-gereja untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus. Perayaan malam Natal berlangsung khidmat dan lancar.

25 Desember
Selamat Merayakan Natal! Semoga kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus membawakan kasih dan damai bagi setiap orang yang berkehendak baik.

26 Desember
Dalam semangat dialog antar-umat beragama, Bapa Uskup mengadakan Open House di kediamannya. Umat katolik, para imam, biarawan, dan awam; pemuka agama dan saudara-saudara dari kalangan muslim, Budhist dan Hindu datang memberikan ucapan selamat Natal. Resepsi sederhana disediakan bagi para tamu. Disebut-sebut bahwa tamu yang datang pada open house tahun ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Semoga tahun mendatang lebih banyak lagi saudara yang datang.

30 Desember
Bapa Uskup berangkat ke Sangalla’, Tana Toraja, untuk acara keluarga di Tahun Baru.

1 Januari
Selamat Tahun Baru buat semua! Ucapan syukur dan selamat tinggal kita ucapkan untuk tahun 2008, dan sekarang kita berharap tahun 2009 lebih baik. Satu hal yang pasti, Tuhan senantiasa mengasihi kita di tahun 2009!

2 Januari
Malam hari, diadakan Perayaan Natal Ekumene di Balai Prajurit M. Jusuf. Vikjen P. Ernesto, P. Marcel Lolo Tandung, P. Paulus Tongli, dan Bpk. Herman Senggeh hadir mewakili KAMS. Sejumlah umat katolik juga tampak menghadiri acara tahunan ini. Bapak Gubernur memberikan kata sambutan, selain mengucapkan Selamat Natal beliau juga memaparkan program yang telah dilaksanakan untuk membuat Provinsi Sulawesi Selatan semakin sejahtera. Vikjen memimpin acara Doa Penutup dan memberikan berkat bersama para pendeta Protestan.

3 Januari
Di Palopo, umat paroki St. Mikael mengadakan Syukuran Perayaan Natal dan Tahun Baru dirangkaikan dengan peresmian rumah pastoran Palopo oleh Walikota Palopo. Hadir dalam acara ini Bapa Uskup, Vikep Luwu, pejabat pemerintah setempat, umat paroki serta tamu dari lain tempat.

4 Januari
Dalam rangka 166 tahun Serikat Kepausan Anak Misioner (Sekami) Karya Kepausan Indonesia, diadakan perayaan di aula Keuskupan yang dihadiri ribuan anak yang didampingi orangtua mereka dari berbagai paroki. Vikjen P. Ernesto mengawali dengan Perayaan Ekaristi didamping Pastor Paroki Bantaeng P. Paskalis La Oda.

Kabar duka diterima pada hari ini, ayahanda P. Leo Sugiyono pada hari ini RIP di Jawa. Semoga beliau beristirahat dalam damai.

Siang hari, P. Noel Valencia yang sedang mengendarai sepeda motor ditabrak oleh kendaraan umum. Meskipun motornya rusak parah, namun P. Noel tidak mengalami luka berarti selain tulang iga sisi kanan terasa sakit. P.Noel dibawa ke pastoran, kemudian pemeriksaan sinar X dilakukan. Puji Tuhan, tiada satu pun tulang yang patah.

5 Januari
Siswa Seminari Menengah Petrus Claver memulai retret 3 hari yang dibimbing oleh P. Frans Arring (Vikep Tana Toraja), P. Marsel Lolo Tandung (Asisten Sekretaris KAMS), dan P. Bartho Pararak (pembimbing Tahun Rohani). Seminaris tahun pertama retret di Baruga Kare, sementara yang tahun kedua dan ketiga retret di Malino.

6 Januari
Perayaan Natal dan Tahun Baru Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM) dalam perayaan ekaristi dipimpin oleh pastor kampus, P. Ernesto Amigleo. Pengurus Yayasan, Rektorat, dekan, dosen, karyawan dan mahasiswa menghadiri acara ini.

8 Januari
Keuskupan Manado merayakan ulangtahun ke-40 penahbisan imam pertama, Uskup Mgr. Joseph Suwatan MSC di Manado. Misa konselebrasi dipimpin oleh Uskup Suwatan, didampingi Mgr. John Liku-Ada’. Acara diadakan di gedung konvensi yang dihadiri Gubernur dan pejabat pemerintahan. Uskup Ambon Mgr. Mandagi MSC memberikan homili. Perayaan ini diadakan dalam kemeriahan dan kekhasan budaya Manado.

Marriage Encounter distrik Makassar mengadakan perayaan Natal dan Tahun Baru di sebuah restoran. Diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin P. Paulus Tongli, didampingi P. Maris Marannu dan P. Marsel Lolo Tandung. Setelah misa, santap malam disertai lagu-lagu dan tarian. Acara ini dihadiri para pasutri anggota ME.

9 Januari
Setelah tanah tempat ex-gereja paroki Tello dikosongkan sekitar 2 tahun lalu, kali ini pastoran juga ikut dikosongkan. Pastor Paroki P. Noel Valencia dipindahkan ke rumah lain di sekitar lokasi. Semoga umat paroki Tello segera dapat memiliki gedung gereja dan pastoran permanen.

10 Januari
Dua rapat diadakan hari ini. Pertama, Rapat Kuria (tanpa Bapa Uskup), P. Rudy Kwary dan Vikep P. Jos van Rooy, dan tim riset dari Jakarta di ruang rapat keuskupan. Tim riset ditugaskan oleh Dewan Imam dalam rapat November 2008 untuk melakukan survei pendalaman atau penelitian berkaitan 4 subtema yang disiapkan untuk Rapat Dewan Imam, Mei 2009. Rapat ini sebagai diskusi awal bagaimana memulai survei. Tema utama adalah Komunitas Basis Gerejani dengan subtema: Pendidikan, Keluarga, Sosial Ekonomi dan Sosial Politik yang menjadi bahan survei. Beberapa bahan pengumpulan data telah diselesaikan oleh Sekretariat KAMS pada 29 Januari 2009 sebelum kuesioner disebarkan.

Kedua, rapat Kuria bersama tim pajak untuk membahas kebijakan perpajakan baru yang diterapkan pemerintah kepada individu dan badan/lembaga. Kuria menanyakan mengenai pajak apa saja yang harus dibayar Gereja. Pada 17 Januari 2009, tim yang sama akan berdiskusi dengan semua pastor di kevikepan Makassar. Setelah itu, sejumlah pertemuan direncanakan untuk semua imam dan pengurus Yayasan dan lembaga katolik di KAMS.

11 Januari
Di tengah cuaca yang kurang bersahabat, hujan tanpa henti siang dan malam, Bapa Uskup bersama P. Albert Arina dan P. Willi Welle mengadakan perjalanan ke Barru, stasi Paroki Pare-pare untuk memberkati gereja St. Maria Barru.
Misa Pemberkatan dilanjutkan dengan resepsi dan hiburan yang dihadiri wakil bupati Barru, perwakilan Muspida, Kakandepag Barru, tokoh agama dan masyarakat, serta umat Katolik, termasuk dari Parepare, Pinrang, Enrekang dan juga dari Makassar.

Sementara di Paroki Mandai, Vikep P. Jos van Rooy memberikan Sakramen Krisma kepada umat dalam perayaan ekaristi pagi.

14 Januari
Pegawai pemerintahan beragama Protestan dan Katolik mengadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru di hotel Clarion pukul 18.30. Hadir Bapak Gubernur bersama para pejabat Pemerintahan Provinsi, pendeta Protestan dan PNS.
Acara diisi dengan lagu-lagu natal dari paduan suara katolik dan protestan, drama musikal yang menggambarkan makna natal dalam membangun persaudaraan, serta pidato Bapak Gubernur. Setelah itu, santap malam bersama.

Di Kevikepan Sulawesi Tenggara diadakan pertemuan sehari para imam dan rekreasi bersama di Bau-bau.

15 Januari
Kabar duka diterima, Fr. Frans Batik HHK (40) meninggal pagi ini. Frater telah menderita sakit dan selama dua tahun ini menjalani cuci darah. Dua bulan terakhir merupakan masa kritis. Jenasah disemayamkan di kapel biara HHK Jl. Kumala. Misa Requiem dipimpin P. Jos van Rooy selaku Pembimbing Rohani HHK. Semoga beristirahat dalam damai.

Sementara itu, Bapa Uskup menerima Provinsial YMY Makassar dan para pengurus dalam sebuah pertemuan. Setelah itu, Vikjen P. Ernesto, Sekretaris P. Frans Nipa dan Ekonom P. Albert Arina mengadakan pertemuan terpisah dengan para suster YMY untuk membahas beberapa hal penting.

16 Januari
Di Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM), Pengurus harian dan Pengawas Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya dilantik oleh Prof. C. Salombe dalam upacara sederhana yang dihadiri jajaran rektorat, dekan, dosen, pegawai dan mahasiswa UAJM. Pengurus harian Yayasan: John Chandra sebagai ketua, Lontoh sebagai sekretaris, Rosa sebagai bendahara; sementara Pengawas: Prof. Dr. Eng. Toreh, Prof. Dr. Manga dan Prof. Dr. Rusli Effendi. Setelah upacara pelantikan, diadakan perayaan ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup sebagai selebran utama, didampingi P. Ernesto dan P. Alex Lethe. Tema misa: Aku berada di antara kalian sebagai Pelayan (Lukas 22:28).

17 Januari
Di tengah cuaca buruk hari ini diadakan misa requiem Frater Frans Batik HHK yan dipimpin Bapa Uskup, didampingi P. Jos van Rooy dan P. Victor Patinggi. Sejumlah umat, keluarga mendiang, imam, suster, siswa dan rekan kongregasi HHK mengikuti upacara pelepasan jenasah. Setelah itu, jenasah dimakamkan di Pemakaman Pakatto’, Gowa.

18 Januari
Komunitas JSM merayakan tiga tahun berdirinya komunitas mereka dalam perayaan ekaristi, sekaligus pelantikan anggota baru, yang dipimpin P. Ernesto sebagai moderator JSM. Perayaan diadakan di gereja Paroki Gotong-gotong pukul 11 siang.

19 Januari
Pagi hari, P. Ernesto, P. Noel Valencia, P. Lasber Sinaga, P. Marsel Lolo Tandung, P. Victor Patinggi dan P. Maris Marannu berangkat ke Jakarta untuk mengikuti retret 4 hari (19 – 23 Januari) untuk para imam di Indonesia yang diadakan di kawasan Puncak, Jawa Barat. Retret ini disponsori oleh Lumen 2000 dan difasilitasi P. Timothy Radcliffe OP seorang teolog terkenal. Retret diawali perayaan ekaristi yang dipimpin Uskup Ketapang, Mgr. Pujaraharja. Tema retret: Ekaristi – Percaya, Berharap dan Mencintai. Sekitar 250 imam dan biarawan, termasuk 4 uskup, mengikuti kegiatan ini.

Malam hari diadakan Kebangunan Rohani Katolik (KRK) di Gereja Paroki St. Yoseph Pekerja Gotong-gotong dan dihadiri ratusan umat. Pembicara: Hanjaya dari Surabaya. Tema: Berani tampil beda. Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas JSM Makassar.

20 Januari
Sr. Yohanna Parapasan YMY merayakan 40 tahun hidup membiara dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin P. Paulus Tongli di kapel Stella Maris.

22 Januari
Dalam rangka pengumpulan dana untuk perbaikan gedung tua eks-ABA Atma Jaya di Jl. Serui, Vikep Makassar P. van Rooy mengundang beberapa pengusaha dalam jamuan makan malam bersama. Dalam acara ini, proyek perbaikan dibicarakan dan dijanjikan bantuan bernilai Rp 100juta.

23 Januari
Retret imam di Cipanas, Cianjur, diakhiri dengan misa yang dipimpin oleh Nuncio Mgr. Leopold Girelli. Homili dibawakan oleh P. Timothy yang mendorong peserta untuk punya keberanian. “Jangan takut”, seperti Yesus katakan kepada para murid. Sebelum misa berakhir, Sambutan diberikan Nuncio, Bapa Uskup Ketapang, Ibu Karmadji yang sedang berulangtahun. Peserta retret menyampaikan terimakasih kepada Ibu Karmadji, koordinator Lumen Indonesia, juga selamat ulang tahun ke-70.

Setelah mengikuti retret yang berkesan bersama P. Timothy Radcliffe OP, peserta kembali ke tempat masing-masing untuk bekerja. P. Maris Marannu dan P. Marcel Lolo Tandung berangkat malam itu juga. P. Ernesto, P. Daru Pancoro dan P. Lasber Sinaga berangkat besok. Sementara P. Noel Valencia beberapa hari di Jakarta.

24 Januari
Rapat diadakan oleh para imam Kevikepan Makassar untuk mendengarkan pembahasan aturan perpajakan baru. Rapat diadakan di aula keuskupan. Sementara itu, P. Petrus Bine yang sedang mengambil program doktorat di Austria, berada di Makassar untuk mengadakan penelitian tesis.

25 Januari
Sekelompok imam CICM termasuk novis dan seminaris Tahun Orientasi Rohani berangkat ke Sangalla untuk mengikuti Misa Pertama P. Marcel Manggau, besok. P. Marcel ditahbiskan sebagai imam pada Oktober 2008 di tanah misi di Kasai, Kongo, Afrika. Pemimpin kelompok imam CICM dari wilayah Kasai, P. Yohanes Silalahi bersama P. Yoseph Bura turut hadir dalam acara ini.

26 Januari
Di Sangalla, komunitas Kristen berkumpul bersama di lapangan sekolah untuk merayakan Ekaristi perdana P. Marcel Manggau CICM. Ratusan umat, bersama Vikep Tana Toraja P. Frans Arring dan para imam, menghadiri acara ini. Sangalla merupakan salah satu sumber yang telah menghasilkan lebih dari 20 imam dan biarawati. Bapa Uskup KAMS juga berasal dari Sangalla, juga dua imam CICM: P. Marcel Manggau dan Br. Misa Ada’ yang bertugas sebagai rektor di Generalat di Roma.

Gong Xi Fa Cai! Hari ini Perayaan Tahun Baru Imlek. Saudara-saudari Tionghoa merayakannya dengan saling mengunjungi kerabat keluarga. Para pemimpin agama di kota ini juga mengunjungi pemimpin Budhis. Bapa Uskup bersama Vikjen, Sekretaris KAMS, Fr. Paulino HHK, Bpk. Herman Senggeh ikut serta. Sementara kelompok lain yang ikut: P. Marsel Lolo Tandung, P. Paulus Tongli, dan P. Kamelus Kamus.

27 Januari
Bapa Uskup berangkat ke Jakarta untuk mengikuti rapat Presidium KWI.

30 Januari
Staf Bpk. Hermawan Kartajaya dari Jakarta bertemu dengan tim KAMS (khususnya P. Jos van Rooy dan P. Rudy Kwary) untuk membicarakan hal-hal teknis distribusi kuesioner survei yang akan disampaikan ke semua paroki.

31 Januari
Hari ini diselenggarakan Pesta Perak Imamat P. Rudy Kwary dan P. Leo Mateus Arruan. Misa dipimpin oleh Bapa Uskup didampingi kedua yubilaris di gereja Paroki St. Joseph Pekerja Gotong-gotong dimulai pukul 18.00. Kedua yubilaris menceritakan pengalaman pastoral sebagai imam. Setelah perayaan, diadakan resepsi di aula paroki.

Sementara di Kolaka, Sulawesi Tenggara, juga diadakan misa syukur 21 tahun Tahbisan Imamat P. Linus Oge, P. Piet Majina, P. Albert Rua, P. Roby Lamba dan P. Yoseph Padang. Misa dipimpin oleh Vikep Sulawesi Tenggara P. Mateus Bakolu.

Tim Perpajakan yang dipimpin oleh Bpk. Urip, mengadakan pertemuan semua pengurus Yayasan di KAMS. Tujuan pertemuan untuk sosialisasi aturan perpajakan baru. Pengurus Yayasan yang hadir dari Yayasan St. Paulus, Yayasan Yoseph, Yayasan Sentosa Ibu, Yayasan Taman Tunas, dan Yayasan Palisupadang.

2 Februari
Bapa Uskup mengadakan rapat dengan Dewan Konsultor, pertama kali di tahun ini. Beberapa hal dibahas: personil, kontrak dengan 2 kongregasi suster (YMY dan SFIC), dan hal lain. Semua anggota hadir, kecuali Vikep Sulawesi Barat.

4 Februari
Bapa Uskup mengadakan pertemuan dengan para pengurus Lintas Kelompok Pelayanan Pastoral Orang Muda Katolik untuk membahas kegiatan kepemudaan agar dapat menarik lebih banyak lagi kaum muda katolik. Disepakati bahwa Ketua Komisi Kepemudaan KAMS P. Yulius Malli mengkoordinir tindak lanjut pelayanan tersebut, juga diharapkan untuk melibatkan kelompok kategorial/organisasi gerejawi lain.

Setelah pertemuan, Bapa Uskup berangkat ke Tana Toraja untuk mengikuti Rapat dengan KK2T seksi sosial kemasyarakatan dan rapat Tim Persiapan Semlok Inkulturasi.

7 Februari
Pemberkatan gereja stasi St. Bartolomeus Suaya, Paroki Sangalla oleh Bapa Uskup.

Sementara itu di Makassar, Tim Perpajakan mengadakan pertemuan dengan Ekonom/Bendahara beberapa Yayasan di KAMS dalam rangka latihan penyusunan laporan pajak.

Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) dari beberapa kampus, dipimpin oleh Pembina Pastoral KMK P. John da Cunha, mengadakan Seminar “Politik di tengah kaum muda katolik”. Pembicara: P.Edy Kristiyanto OFM dan Basuki Tjahaja Purnama. P. Edy adalah penulis buku Sakramen Politik, sementara Basuki adalah mantan Bupati Belitung Timur.

11 Februari
Dalam rangka Pesta Pelindung Kongregasi HHK, Bunda Maria dari Lourdes, komunitas novisiat mengadakan Perayaan Syukur dan Pemberkatan gedung Novisiat baru di Jl. Daeng Tata depan Makatex, pukul 17.00. P. Ernesto memimpin upacara tersebut. Turut hadir Pemimpin Umum dan Dewan Kongregasi HHK, para frater HHK, para suster dan pemuka umat setempat.

17 Februari
Ekonom KAMS, P. Albert Arina berangka ke Mangkutana untuk memantau perkembangan terakhir proyek di Laimbo.

18 Februari
Bapa Uskup berangkat ke Denpasar untuk mengikuti Penahbisan Uskup Denpasar Mgr. Silvester San yang akan dilaksanakan esok hari (19/2) dengan mengambil tempat di Gereja Katedral Roh Kudus Denpasar. Sementara itu, P. Frans Nipa berangkat ke Tana Toraja untuk urusan tribunal perkawinan.

19 Februari
Vikep Makassar P. Jos van Rooy dan Sekretaris P. John da Cunha berangkat ke Luwu untuk menjelaskan tujuan dan metode penelitian yang diadakan KAMS. Sementara itu, P. Rudy Kwary berangkat ke Kendari untuk tujuan yang sama.

21 Februari
Pemimpin Umum CMM mengunjungi Bapa Uskup di kantor KAMS. Selamat datang di Makassar!

22 Februari
Kabar kurang baik hari ini kami terima. P. Stefanus Salenda yang sementara mengedarai sepeda motor ditabrak sepeda motor lain, terjatuh dan mengalami pendarahan di kepala. Beliau segera ditolong polisi dan dibawa dengan ambulans, tiba pukul 23.00 di RS Stella Maris Makassar.

23 Februari
Pukul 7 pagi P. Stef menjalani operasi pada bagian kepala di RS Stella Maris. Semoga lekas pulih dan sehat, P. Stef!

Pagi hari, Bapa Uskup berangkat ke Jakarta untuk mengikuti rapat Caritas.

Sore hari, Vikjen P. Ernesto memimpin Perayaan Ekaristi Purnabakti dua karyawan KAMS, yakni Bpk. Paulus Parinding dan Bpk. Herman Jawa. Bpk. Paulus Parinding telah mengabdi selama 21 tahun, namun karena penyakit stroke yang diderita tahun lalu, beliau memasuki pensiun dini. Sementara Bpk. Herman telah bekerja selama 10 tahun sebagai sopir Bapa Uskup. Karena beliau telah memasuki usia 55 tahun, tiba saatnya untuk pensiun. Namun Bpk. Herman tetap melayani sebagai tenaga honorer. Dalam Perayaan Ekaristi, Vikjen P. Ernesto memuji kesetiaan dan ketekunan kedua karyawan yang menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Juga diadakan pemberkatan cincin emas untuk diterimakan kepada mereka. Setelah Misa, diadakan resepsi sederhana yang dihadiri para karyawan dan ketua komisi.

24 Februari
Kali ini P. Frans Nipa, P. John da Cunha dan Frater TOPer berangkat ke Mamuju dan paroki-paroki di Sulawesi Barat untuk distribusi kuesioner survei. Sementara itu, P. Fredy Rante Taruk berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Rapat Caritas.

25 Februari
Hari ini perayaan Rabu Abu yang mengawali Masa Prapaskah. Gereja-gereja dipenuhi umat pada misa pagi dan sore untuk menerima salib abu di dahi sebagai tanda pertobatan. ***