Minggu, 28 Juni 2009

Cover Koinonia vol.4 no.3


Kerasulan dengan “Bahasa” Marketing

PENDAHULUAN
“Untuk menunaikan tugasnya, Gereja selalu wajib menyelidiki tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil” (GS, 4). Dengan kata-kata tegas ini, Konsili Vatikan II mengubah sikap resmi Gereja yang berlaku sampai saat itu, dalam hubungannya dengan dunia kontemporer yang mengalami perkembangan semakin cepat. Sejak abad ke-19 kemajuan industri dan ilmu pengetahuan saling menunjang dalam melahirkan revolusi teknologis, yang secara harafiah mengubah muka bumi kita. Sejalan dengan itu muncullah modernisme, sebuah gerakan yang bertujuan menyampaikan isi agama Kristiani dalam bentuk modern. Modernisme ingin melaksanakan dialog dengan filsafat, ilmu-ilmu eksakta dan kemasyarakatan modern, singkatnya suatu inkulturasi Gereja ke dalam masa baru. Tetapi gerakan ini sekian lama ditolak oleh (pimpinan) Gereja, karena dianggap membahayakan kemurnian iman Kristiani. Suatu penolakan yang ternyata harus dibayar mahal oleh Gereja sendiri. Gereja semakin terpinggirkan dan ditinggalkan manusia modern! Barulah dengan tampilnya Paus Yohannes XXIII datanglah pembaharuan besar (aggiornamento) dalam Gereja. Beliau menyerukan agar “pintu dan jendela-jendela Gereja dibuka lebar-lebar kepada dunia”. Beliau mengundang Konsili Vatikan II!

Namun hingga kini, setelah hampir setengah abad selesainya Konsili Vatikan II, masih saja terdengar banyak kritik bahwa Gereja lamban dalam menjalankan adaptasi di dalam karya kerasulannya. Bahkan ketika berbicara di depan SAGKI 2000, Dr. Eka Darmaputera menyebut gejala insignifikansi internal dan irrelevansi eksternal yang sedang melanda Gereja. Maksudnya, ke dalam, umat semakin tidak menemukan makna Gereja dalam hidup mereka; dan keluar (di tengah masyarakat/dunia), Gereja semakin kehilangan relevansinya. Dan bukankah kita sering mendengar isyu banyak umat yang pindah Gereja, atau bahkan pindah agama?

Dalam konteks memprihatinkan dan mendesak seperti itulah rubrik “Dari Meja Uskup Agung” kali ini mengangkat tema dengan judul di atas. Mendahului rapat Dewan Imam KAMS, 5-7 Mei 2009 yang lalu, telah diadakan sebuah penelitian yang bertujuan memahami masalah aktual umat di wilayah Keuskupan Agung Makassar, khususnya dalam empat bidang ini: pendidikan, keluarga, sosial politik dan sosial ekonomi. Penelitian difasilitasi oleh “MarkPlus Insight”, Bpk. Hermawan Kartajaya dan Timnya. Hermawan Kartajaya disebut “seorang Marketing Guru dengan reputasi nasional, bahkan internasional” oleh Greg Soetomo, SJ (dlm Id., Marketing Hermawan Kartajaya on Church; Strategi dan Taktik Kerasulan di Zaman Ini, Penerbit OBOR, Jakarta, 2007:12). Buku Rm. Greg Soetomo ini merupakan adaptasi pemikiran strategis marketing dari H. Kartajaya, yang disebut “Sustainable Marketing Enterprise” (SME), “Perusahaan Marketing Berkelanjutan”, ke dalam konsep strategis dan taktis pelayanan di zaman ini. Adaptasi semacam ini menampilkan sebuah model Gereja, yang oleh Rm. Greg Soetomo disebut “Pilgrim Apostolic Church” (PAC), “Gereja Apostolik Peziarah”. Sebuah gagasan yang inspiratif, memberi pencerahan dalam kerasulan Gereja sesuai dengan tuntutan zaman.

Perlu diperhatikan dalam judul kita menulis “BAHASA” (dalam tanda kutip). Mengapa? Karena di sini kata “bahasa” tidak sekedar dimengerti dalam arti semantik atau harafiah, melainkan terlebih dalam arti antropologis dan kultural. Dalam arti yang terakhir ini “bahasa” mengandung unsur pola pikir, mentalitas, nilai, dst. (bdk. EN, 63). Oleh karena itu di sini pun tetap berlaku prinsip yang digariskan oleh Konsili Vatikan II, yaitu agar dicegah “semua bentuk sinkretisme (pencampuradukkan) dan partikularisme yang keliru” (AG, 22). Sebab kerasulan akan “menghadapi risiko kehilangan kekuatannya dan sekaligus lenyap apabila seseorang mengosongkan atau memalsukan isinya dengan dalih menerjemahkannya” (EN, 63).

1. TIGA TINGKATAN HUBUNGAN BISNIS DAN SPIRITUALITAS
1.1. Tahap Polarisasi
Tahap pertama ini memandang bisnis dan spiritualitas sebagai dua kutub yang berbeda, bahkan berlawanan. Orang benar-benar memisahkan antara urusan spiritual dan urusan bisnis. Kalau bisnis, ya bisnis. Spiritualitas tidak ada hubungannya dengan bisnis, jangan dicampuradukkan.

1.2. Tahap Keseimbangan
Pada tahap ini, orang menyisihkan sebagian keuntungan bisnisnya untuk kegiatan sosial. Bagaimana bisnis itu dijalankan, itu tidak ada hubungannya dengan kegiatan sosial itu. Yang penting seimbang antara kehidupan bisnis dan kegiatan sosial. Tokoh Al Pacino (Michaele Corleone) dalam film “Godfather”, dan tokoh Robin Hood, si pangeran pencuri, adalah dua contoh ekstrim yang berada pada tahap keseimbangan ini. Corleone digambarkan sebagai salah seorang mafia paling dihormati sekaligus ditakuti dan sangat kaya raya karena praktek bisnis ilegal dan menghalalkan segala cara. Ketika sudah semakin tua, sang “Don” mulai aktif dalam kegiatan sosial, menyumbang kepada Gereja melalui Michael Corleone Foundation dengan uang hasil bisnis ilegal. Mirip dengan Robin Hood, yang mencuri uang dari para bangsawan dan kemudian menyumbangkannya untuk rakyat kecil. Menjadi “jahat” di satu sisi dan menjadi “baik” di sisi lain.

1.3. Tahap Integrasi
Di sini bisnis dijalankan secara etis dan spiritual. Tidak ada suap-menyuap atau korupsi. Tidak ada juga penipuan kepada konsumen. Orang dapat melakukan bisnis dan menjadi spiritual sekaligus. Dengan lain kata, bisnis dan spiritualitas terintegrasi.

Tantangan bagi orang Kristiani adalah, bagaimana dapat mencapai tahap ketiga ini, serta mengintegrasikan bisnis dan Gereja dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dapat terwujud jika orang mampu menerapkan prinsip-prinsip hidup Kristiani dalam menjalankan bisnis.

2. BISNIS DAN MARKET-ING: SME
2.1. Koreksi Pandangan yang Keliru mengenai Market-ing
Hermawan Kartajaya mengamati bahwa, bagi banyak orang Marketing (pemasaran) masih sering disalah-artikan. Beliau mendaftarkan tidak kurang dari sepuluh kekeliruan, dan sekaligus memberi koreksi, sebagai berikut:

Kekeliruan #1: Marketing sama dengan jualan, jualan sama dengan membujuk, membujuk sama dengan curang.
Pemasaran itu bukan sekedar penjualan (selling). Hakekat marketing ialah membuat pelanggan selalu berpikir tentang kita, jatuh cinta kepada kita. Sebelum jatuh cinta, tentunya kita harus membuat orang itu terlebih dahulu percaya kepada kita. Kepercayaan orang adalah fondasi dasar dalam berbisnis. Semakin orang percaya kepada kita, semakin mereka bersedia menyerahkan segalanya kepada kita. Dan supaya kepercayaan orang kepada kita berkelanjutan, maka unsur kecakapan, profesionalitas, dan khususnya integritas dan kejujuran harus tetap kita pelihara dan kembangkan.

Kekeliruan #2: Marketing sama dengan promosi, promosi sama dengan iklan, iklan sama dengan bualan.
Di era yang sudah sangat terbuka ini, perusahaan tidak dapat lagi membual kepada pelanggannya. Informasi produk atau servis pun tidak bisa lagi berjalan satu arah, semata hanya dari perusahaan ke pelanggan. Mereka dewasa ini sudah jauh lebih kritis, tidak akan menelan begitu saja apa yang diiklankan. Pelanggan akan lebih cenderung percaya pada informasi yang diceritakan sesama pelanggan lainnya, karena informasi ini relatif lebih jujur, apa adanya.

Kekeliruan #3: Marketing sama dengan multi-level, multi-level sama dengan motivasi, motivasi sama dengan memaksa.
Tidak semua Multi-Level Marketing (MLM) jelek. Namun ada persepsi di kalangan masyarakat bahwa orang MLM seringkali cuma mampu memaksa ketika jualan. Mereka lupa bahwa tidak semua konsumen sama dan dapat ditawari produk yang sama. Tenaga MLM seperti ini jelas tidak profesional, tidak memiliki strategi marketing. Marketing yang benar mengajar kita untuk mengerti para pelanggan satu demi satu dan menawarkan produk yang betul-betul diperlukan oleh mereka.

Kekeliruan #4: Marketing sama dengan perang harga, perang harga sama dengan diskon, diskon sama dengan membeli lebih banyak.
Seringkali untuk bersaing, perusahaan hanya menawarkan produk yang sama dengan harga lebih rendah. Lalu pesaingnya pun menurunkan harga. Akibatnya, persaingan hanya akan menjadi perang harga. Tetapi kalau itu terjadi, lama-kelamaan perusahaan-perusahaan akan mati. Karena dengan harga yang semakin rendah, penghasilan perusahaan akan semakin menurun, sampai tak akan mampu lagi menutup biaya yang dikeluarkan. Kecuali itu, kita mengajar pelanggan kita tidak loyal, mudah beralih ke lain hati karena harga yang lebih murah.

Kekeliruan #5: Marketing sama dengan kemasan, kemasan sama dengan menutupi-nutupi, menutup-nutupi sama dengan ilusi.
Marketing disalahartikan sebagai memberi nuansa konteks pada produk, sehingga sering dianggap sebagai kemasan yang menutup-nutupi kelemahan produk itu. Akibatnya, orang berpikir bahwa produk jelek pun dapat laku asal kemasannya bagus. Padahal inti dari Marketing adalah differensiasi, yang terdiri dari keunikan isi, konteks dan infrastruktur. Konteks, yang diantaranya termasuk kemasan, hanyalah salah satu bagian. Isi produk juga harus bagus, dan harus ada infrastruktur yang mendukung differensiasi itu.

Kekeliruan #6: Marketing sama dengan memberi nama, memberi nama sama dengan memberi logo, memberi logo sama dengan mendesain.
Marketing jangan dipahami sebagai sebuah proses yang berhenti pada pemberian nama, mendesain logo, dan pemasangan logo tersebut pada gedung kantor, produk atau alat komunikasi pemasaran perusahaan yang bersangkutan. Memang nama dan logo adalah elemen-elemen identitas yang penting dalam Marketing. Dan Marketing adalah tentang identitas yang jelas. Namun identitas yang jelas juga berarti adanya karakter dalam cara berinteraksi perusahaan yang bersangkutan dengan pihak lain, baik itu pelanggan, pemegang saham, pemasok, distributor, karyawan, dan bahkan juga pesaing. Nama dan logo hanyalah penggambaran dari karakter tersebut.

Kekeliruan #7: Marketing hanya untuk produk.
Marketing tidak hanya menjual produk. Ia juga menjual merek, layanan, ketersediaan barang di pasar, dll. Marketing juga bukan sebuah aktivitas yang dimiliki oleh perusahaan komersial yang jualan produk saja. Marketing dapat ditrapkan pada lingkup yang lebih luas. Sesungguhnya badan-badan non-komersial, seperti pemerintah, yayasan publik, sekolah, daerah, bahkan juga individu, perlu memahami dan mempraktekkan prinsip-prinsip pemasaran. Siapa pun dan organisasi mana pun, kalau mempunyai pesaing dan pelanggan, perlu Marketing.

Kekeliruan #8: Marketing hanya untuk pelanggan.
Jelaslah Marketing tidak hanya untuk pelanggan. Sesungguhnya, perusahaan mempunyai tiga stakeholders utama. Pertama, tentu saja pelanggan yang menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan itu. Kedua, pemegang saham yang menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Dan ketiga, karyawan perusahaan itu sendiri. Karena itu, pasar bukan hanya pasar komersial atau pelanggan itu sendiri. Karena ada dua pasar lain yang tidak boleh dilupakan. Mereka tidak kalah pentingnya. Itulah capital market (pasal modal) di mana perusahaan bersaing mendapatkan modal, dan competency market (pasar tenaga kompeten) di mana perusahaan bersaing mendapatkan karyawan yang bermutu.

Kekeliruan #9: Marketing hanya sebuah departemen.
Marketing dari hakekatnya bukanlah nama sebuah departemen. Marketing atau pemasaran harus menjadi disiplin setiap orang dalam organisasi. Setiap orang dalam organisasi harus menjadi pemasar. Pemasaran harus menjadi “jiwa” setiap orang. Konsep pemasaran harus menjadi sebuah konsep bisnis strategis, sebagai sebuah “konsep payung” bagi setiap proses lintas-fungsional, sebagai sebuah “konsep direktif” bagi sang direktur, dan sebuah “konsep profit” bagi semua strakeholders.

Kekeliruan #10: Marketing hanya untuk perusahaan besar.
Perusahaan kecil justru harus lincah bergerak setiap saat. Mereka harus berpikir secara cerdik dan berani mengambil langkah-langkah yang berbeda dari kebiasaan umum agar tetap dapat bertahan. Karena itu, Marketing justru paling dibutuhkan untuk perusahaan kecil.

Bagaimana dengan perusahaan besar? Jika sudah menjadi perusahaan besar, tetaplah berpikir seperti perusahaan kecil. Itu akan mendorong perusahaan melakukan Marketing lebih lincah. Jika sudah menjadi nomor satu, tetaplah berpikir seperti nomor dua.

2.2. Model “Sustainable Market-ing Enterprise” (SME)
Menurut Hermawan Kartajaya kekeliruan-kekeliruan tersebut di atas membuat Marketing menjadi sesuatu yang jelek. Karenanya dia mencoba meredefinisi konsep Marketing itu sendiri melalui sebuah model, yang disebutnya “Sustainable Market-ing Enterprise” (SME), “Bisnis Pemasaran Berkeberlangsungan”. Model SME ini berlandaskan tiga karakter pokok, sebagai berikut:

Pertama, Marketing harus menjadi lebih dinamis, karena pasar berubah secara terus-menerus. Setiap bisnis harus dapat sukses dalam pasar yang terus berubah. Itulah sebabnya Market-ing, yang adalah kata kerja dan bukan kata benda (Marketing), sebaiknya diartikan sebagai “berurusan dengan pasar”(“dealing with market”).

Kedua, jika benar bahwa bisnis harus selalu berurusan dengan pasar yang terus berubah, maka marketing harus menjadi “jiwa” dari setiap model strategi bisnis. Dengan menempatkan model bisnis marketing sebagai disiplin bisnis strategis, bisnis tersebut akan mampu menjadi sebuah sustainable enterprise. Peter F. Drucker, godfather-nya ilmu manajemen, sering berkata, “Bisnis hanya mempunyai dua fungsi: marketing dan inovasi. Marketing dan inovasi menghasilkan nilai. Fungsi yang lain hanyalah biaya”.

Ketiga, sustainabilitas (keberlangsungan) itu sendiri adalah sebuah konsep yang dinamis, bukan statis. Sustainabilitas adalah elemen utama bisnis dalam pasar yang terus berubah. Karena itu, sebuah sustainable enterprise adalah suatu perusahaan (kecil maupun besar, konglomerat maupun bisnis perorangan, perusahaan publik maupun tertutup) yang dapat menyesuaikan diri dengan pasar yang terus berubah sebagai lingkungan bisnisnya.

Intinya, Market-ing adalah elemen terpenting bisnis. Business is Marketing plus others.

3. MARKET-ING DAN PERGERAKAN KERASULAN GEREJA
Rm. Greg Soetomo SJ, dalam bukunya yang sudah disebut di depan, mencoba membahas bagaimana Market-ing, khususnya model SME itu, dapat diterapkan dalam Gereja. Pantaslah buku tersebut dibaca dan didalami khususnya oleh para petugas kerasulan dalam Gereja. Di sini kita hanya menyajikan kerangka dasar dengan beberapa elemen pokok.

Berfungsinya model SME itu secara mendasar menyangkut pergerakan 4C, yaitu Company (Perusahaan), Customer (Pelanggan), Competitor (Pesaing) dan Change (Perubahan). Begitu kita membumikan perencanaan kerasulan Gereja, di hadapan kita langsung muncul pergerakan 4C tersebut. Pertama, “Company”, yaitu lembaga atau organisasi kerasulan yang sedang kita putar rodanya agar bergerak maju. Kedua, “Customer”, adalah orang yang hendak kita layani, atau orang-orang yang datang pada kita dan membutuhkan pelayanan kita.

Andaikata dalam kerasulan kita hanya ada C1 dan C2 tersebut, kita tidak mengalami banyak kesulitan. Akan tetapi, di tengah-tengah perjuangan “mewartakan kebaikan” terdapat C3, yaitu “Competitor”. Wujud pesaing itu tidak selalu berbentuk organisasi atau institusi. Competitor sangat sering menyelusup dalam sikap mental, dalam bentuk yang sifatnya kualitatif.

Dan lembaga kerasulan kita mengalami situasi yang lebih rumit ketika menghadapi C4 (Change). Perubahan di luar Gereja berlangsung sedemikian cepat, dengan arah yang tidak beraturan. Perubahan ini kerap tidak dapat diantisipasi, apalagi dikendalikan.

4. MODEL “GEREJA APOSTOLIK PEZIARAH”
Dengan mengetrapkan model SME itu ke dalam Gereja, akan menampilkan sebuah model khas Gereja, yang oleh Rm. Greg disebut “Pilgrim Apostolic Church” (PAC), “Gereja Apostolik Peziarah”:

4.1. Gereja (Church ~ Enterprise)
Gereja mirip dengan sebuah perusahaan, tetapi sekaligus memiliki kekhasan. Gereja, menurut Konsili Vatikan II, memiliki tiga dimensi: misteri-sakramen, berdialog dengan dunia, dan merupakan institusi. Meskipun dapat dibedakan, ketiganya tidak dapat dipisahkan. Ketiga dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang menjadi landasan keberadaan Gereja.

4.1.1.Sakramen
Hakekat Gereja adalah misteri dan sakramen (LG,1). Ini berarti Allah adalah sumber dan dasar berdiri dan hidupnya Gereja.
Bagi kaum awam, konsep Gereja sebagai sakramen mungkin kedengaran asing. Kebanyakan umat hanya tahu “sakramen yang berjumlah 7”. Tujuh sakramen itu, yakni Pembaptisan, Penguatan (Krisma), Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan dan Perkawinan. Tidak pernah mereka mendengar Gereja adalah sakramen. Untuk menjelaskannya, kita perlu memahami pengertian sakramen terlebih dahulu. Sakramen adalah tanda material yang memancarkan rahmat dan realitas rohani. Dari rumusan standar ini, menjadi nyata bahwa Gereja adalah sakramen. Bahkan dapat dikatakan bahwa ke-7 sakramen di atas merupakan perwujudan dari Gereja sebagai sakramen.

4.1.2. Berdialog dengan Dunia
Dua dokumen utama Konsili Vatikan II yang paling kuat dan saling melengkapi dalam menerangkan dialog Gereja dengan dunia modern adalah Gaudium et Spes (GS) dan Lumen Gentium (LG).

Pokok persoalan yang dibahas GS adalah “Gereja di dalam dunia dewasa ini”. Tema ini mengisyaratkan bahwa Gereja ingin memahami dan terlibat dalam setiap riuh-rendah dan carut-marut yang berlangsung di dunia. Lebih jauh, Gereja berjanji dan berusaha ikut memecahkan persoalan-persoalan zaman.

4.1.3. Institusi
Gereja yang “didirikan” Kristus, sebagaimana kita temukan dalam Kitab Suci, memiliki sejumlah model: Kerajaan Allah, Umat Allah, Tubuh Kristus, Bait Roh Kudus. Empat gambaran ini sangat berarti. Kita tidak dapat memahami Gereja secara utuh bila mengesampingkan unsur-unsur ilahi ini. Walaupun demikian, Gereja hadir di dunia, menjadi konkrit dan kasat mata, serta mewujud sebagai sebuah lembaga (GS, 89).

4.2. Apostolik (Apostolik ~ Marketing)
Ada tiga dasar untuk menerangkan karakter Gereja yang Apostolik. Pertama, Kristus mendirikan Gereja atas dasar para rasul (Ef. 2:20). Kedua, Gereja menjaga dan meneruskan ajaran kesaksian para rasul (Mat. 28:19-20). Ketiga, Gereja terus-menerus dibimbing dan disucikan oleh para rasul lewat para penggantinya.

Arti paling dasar dari “apostolik” adalah “merasul”. Acuan utama kita adalah para rasul. Mereka diutus oleh Tuhan sendiri, pertama kepada putra-putri Israel, dan selanjutnya kepada semua bangsa. Dengan memperoleh rahmat kekuatan dari Kristus, para rasul juga diutus untuk menjadikan segala bangsa murid-muridNya. Para rasul diutus untuk menggembalakan dan menyucikan mereka hingga akhir zaman (Mat. 28:20).

Karya para rasul masih diteruskan hingga sekarang oleh para uskup. Para uskup, dibimbing oleh Roh Kudus, berkarya dalam kolegialitas di bawah pimpinan Paus. Meskipun demikian, tugas apostolik, menurut Konsili Vatikan II, adalah tugas semua anggota Gereja. Kaum awam berperanan mengintensifkan tugas mereka yang ditahbiskan (uskup, imam) dalam mengantar orang kepada pengetahuan dan cinta akan Kristus.

Gereja yang apostolik adalah Gereja yang mendapatkan mandat dan misi. Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus merupakan asal sekaligus tugas dari perutusan ini. Misi ini didorong oleh cinta Allah sendiri. Dan sebagai agen utama dalam misi ini adalah Roh Kudus.

4.3. Peziarah (Pilgrim ~ Sustainable)
Gereja bukanlah Gereja yang sempurna. Gereja kita bukan Gereja “para kudus” yang imun dari kesalahan dan kekeliruan. Maka Gereja bukanlah realita yang tidak pernah membutuhkan pembaharuan terus-menerus. Dalam praktek hidup, seluruh umat dan institusi Gereja dengan rendah hati harus mengakui keterbatasan dan kelemahannya. Dalam hal ini Gereja perlu menyadari bahwa dirinya bergantung pada rahmat dan belas kasih Allah. Seluruh elemen Gereja hendaknya bersedia mendengarkan kehendak Allah dalam hidup mereka.

Gereja kita adalah Gereja yang berziarah. Gereja yang berziarah adalah Gereja yang mendengarkan bisikan dari luar. Dengan membuka jendela lebar-lebar, Gereja hendak membantu umatnya untuk bertumbuh dalam iman.

Demikianlah, panggilan Gereja adalah panggilan untuk belajar. Maka Gereja perlu membaca tanda-tanda zaman secara terus-menerus. Perubahan di luar selalu mendorong kita untuk memutar arah dan haluan dalam tiga unsur ini: (1) paradigma teologi (theological change), (2) praksis penggembalaan (pastoral change), dan (3) struktur institusi Gereja (institutional change).

Makassar, Awal Juni 2009
+ John Liku-Ada’

Rapat Lintas Komisi KAMS

Selasa, 2 Juni 2009 yang lalu, dari pagi hingga sore hari, diadakan rapat Lintas Komisi KAMS di Baruga Kare Makassar; dihadiri oleh pengurus dari semua Komisi/Badan yang bekerja di tingkat Keuskupan, anggota Kuria KAMS dan Uskup. Agenda utama dari rapat tsb adalah evaluasi dan program kerja masing-masing Komisi/Badan. Sebagai pengantar, terlebih dahulu dipaparkan Organigram Pelayanan Pastoral KAMS dan Fungsi Umum Komisi/Badan yang dimaksudkan sebagai “bingkai dasar” yang menempatkan Komisi/Badan tsb di dalam keseluruhan organ pelayanan pastoral KAMS. (Tim Perumus)

Fungsi Umum Komisi-Komisi


KETERANGAN:

1. Status: Komisi merupakan “medium pelayanan” antara Pimpinan Keuskupan dan Basis di lapangan pelayanan dalam KAMS. Maka Komisi merupakan Tim Fasilitasi bagi HIDUP dan KARYA Gereja Lokal Keuskupan Agung Makassar. Hidup dan Karya Gereja adalah bingkai dasar dan jalur pelayanan Komisi-Komisi. Komisi berperan untuk memfasilitasi (baca: memudahkan dan melancarkan) pertama-tama proses HIDUP Gereja, dan kemudian pengungkapan Hidup Gereja dalam KARYA.

2. Fungsi Komisi: Dalam pelaksanaan konkrit pelayanannya, Komisi-Komisi berfungsi:
Konsultatif terhadap:
a. Uskup selaku penanggungjawab utama dan akhir dari seluruh Hidup dan Karya Gereja Lokal KAMS.
b. Basis, baik secara teritorial maupun kategorial, selaku pelaksana dan ujung tombak dari Hidup dan Karya Gereja Lokal KAMS.
Koordinatif terhadap Seksi-Seksi Basis: Komisi berperan aktif mengkoordinir kegiatan-kegiatan, sebagai ungkapan konkrit dari Hidup dan Karya Gereja, dalam lingkup pelayanan komisi.
Pemberdayaan Seksi-Seksi Basis: Komisi berperan aktif memberdayakan Seksi-Seksi Basis dalam kegiatan pelayanan, sebagai ungkapan konkrit dari Hidup dan Karya Gereja.
Penghubung bagi: Hidup dan Karya Gereja pada Basis; Komisi-Komisi KAMS; Komisi padanan pada tingkat Tahta Suci/KWI/Keuskupan lain/Kongregasi.

3. Relasi Komisi - Basis: Dalam kenyataan sehari-hari peran Komisi paling nampak dalam hubungan timbal-baliknya dengan Hidup dan Karya Gereja pada basis.
Komisi – Basis bersama terpanggil untuk mewujudkan program dari satu dan sama Gereja Lokal KAMS. Hal ini haruslah merupakan prinsip dasar dan komitmen utama, yang melandasi semangat dan segala kegiatan apa pun sebagai ungkapan, dari Hidup dan Karya Gereja Lokal KAMS. Hidup dan Karya adalah satu dan sama; hanya tempat dan lingkupnya yang membedakan peran dari para pemerannya.
Komisi menyiapkan program yang sesuai: Berpijak pada prinsip dasar dan utama di atas, Komisi menganalisis kebutuhan Hidup dan Karya Gereja pada Basis dan merancang serta menyiapkan program yang sesuai. Komisi dalam kerjasama dengan Basis (sebagai ujung tombak) melaksanakan dan mengevaluasi program tersebut.
Basis mendayagunakan Komisi: Berpijak pada prinsip dasar dan utama di atas, Basis mendayagunakan kesempatan dan kemudahan Komisi untuk menganalisis kebutuhan Hidup dan Karya Gereja dan merancang serta menyiapkan program yang sesuai. Basis bekerjasama dengan Komisi melaksanakan dan mengevaluasi program tersebut.

4. Relasi antar-Komisi: Relasi ini menyangkut 3 (tiga) level, yaitu:
Pembidangan Komisi terkait: ada beberapa Komisi yang dipandang oleh Gereja Lokal KAMS sebagai Komisi-Komisi yang melayani langsung bidang-bidang Hidup dan Karya Gereja yang sangat berkaitan.
Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program bersama dari komisi-komisi terkait.
Pertemuan Lintas Komisi: sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam satu tahun diadakan Pertemuan Lintas Komisi yang difasilitasi oleh koordinator Komisi-Komisi KAMS.

5. Isi Program: Isi program dapat dibedakan dari dua arah pendekatan, yaitu:
Dari arah Komisi: paket sosialisasi Visi-Misi-Strategi Komisi KAMS dan paket pengembangan Hidup dan Karya Gereja dari Keuskupan, KWI, dan Tahta Suci.
Dari arah Basis: paket penemuan baru dan paket Basis mengenai Hidup dan Karya nyata Gereja Lokal KAMS.

Catatan:
Basis ialah tingkat Kevikepan, Paroki, Wilayah, Stasi, atau Kategorial.
(Tim Perumus)

Butir-butir Kesimpulan Sidang Dewan Imam KAMS, 5 – 7 Mei 2009

Sidang Dewan Imam KAMS tgl. 25 – 27 November 2008 memutuskan bahwa Fokus Program Pastoral KAMS sampai tahun 2012 adalah KOMBAS, dengan 4 bidang prioritas yakni Keluarga, Pendidikan Formal dan kesehatan masyarakat, Sosial Ekonomi dan Sosial Politik. Juga dalam sidang tsb diputuskan bahwa perlu diadakan suatu survey/penelitian menyangkut 4 bidang tsb yang ditunjang oleh tim ahli dan menjangkau semua paroki dalam KAMS.

Survey yang dimaksud sudah dilaksanakan. Jumlah total responden 344 orang dan dibagi pada masing-masing kevikepan: Toraja 38,7 %, Makassar 30,2 %, Luwu 11,0 %, Sulbar 10,8 % dan Sultra 9,3 %. Seluruh hasil survey dipresentasikan dan didalami pada Sidang Dewan Imam KAMS tgl. 5 – 7 Mei 2009. Berikut butir-butir KESIMPULAN sidang.

BIDANG PENDIDIKAN
Walaupun sekolah-sekolah Katolik di KAMS masih diminati karena mutunya masih dianggap lebih baik dari sekolah negeri bahkan sekolah swasta lainnya namun dalam beberapa tahun terakhir ini prosentase anak-anak Katolik yang masuk ke sekolah-sekolah Katolik cenderung menurun atau berkurang, antara lain karena biaya pendidikan yang semakin tinggi. Dalam hal ini perlu upaya bersama mencari jalan keluar.
MPK (Majelis Pendidikan Katolik) dan Komdik (Komisi Pendidikan) perlu mengambil langkah-langkah bijaksana dan bekerjasama dengan yayasan-yayasan penyelenggara sekolah Katolik agar visi dan misi (karya kerasulan Gereja dalam dunia pendidikan) tetap menjangkau masyarakat pada umumnya khususnya kaum lemah dan miskin.
Sekolah-sekolah Katolik harus berupaya sedemikian sehingga kekhasannya sebagai sekolah Katolik tetap nyata dengan mengedepankan pendidikan nilai-nilai (kristiani): kedisplinan, kejujuran, kerajinan, kemandirian, dsb dan terus-menerus mengembangkan bentuk-bentuk pelayanan yang tepat guna serta meningkatkan mutu pendidikan agar tetap aktual.
Anak-anak Katolik (dari tingkat SD - SLTA) yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta non-Katolik perlu pula mendapatkan perhatian dalam pendidikan agama.
Gereja dalam hal ini paroki-paroki perlu memberi perhatian khusus bagi pembinaan anak-anak SEKAMI. Juga perlu “up-grade" bagi para pendamping SEKAMI sehingga pendampingan terhadap anak-anak SEKAMI menjadi tepat sasaran dimana anak-anak semakin menyadari panggilannya sebagai murid-murid Kristus yang diutus di tengah lingkungan keluarga dan masyarakat.

BIDANG KELUARGA
Diperlukan pembenahan lebih efektif dalam pelaksanaan Kursus Persiapan Perkawinan, antara lain dengan melibatkan pihak-pihak lain khususnya pasangan suami-isteri (pasutri).
Dalam Penyelidikan Kanonik, motivasi masing-masing calon perlu sungguh dicermati.
Agenda kunjungan keluarga (pastoral keluarga) perlu diperhatikan di masing-masing paroki.
Diperlukan OF atau Bina Lanjut keluarga-keluarga Katolik pasca pernikahan, mis. mengikuti kegiatan ME, Couples for Christ.
Hendaknya diupayakan semacam “Biro Keluarga” di masing-masing Kevikepan yang siap melayani pasutri/keluarga yang ingin berkonsultasi.
Mengingat masalah keluarga terkait dengan masalah lain mis. doa, katekese, Kitab Suci maka diperlukan kerjasama antara Komisi Keluarga dan komisi-komisi lain yang terkait, seperti Komisi Liturgi, Kateketik dan Komisi Kerasulan Kitab Suci.
Pendidikan nilai bagi anak-anak perlu mendapat perhatian sejak dini dalam keluarga. Oleh karena itu perlu diupayakan agar para orang tua semakin mampu menanamkan nilai-nilai manusiawi dan kristiani pada anak-anak mereka. Untuk itu khususnya Komisi Keluarga dan Komisi Katekese dapat berperan lebih besar, dengan bekerjasama dengan setiap Kevikepan.

BIDANG SOSIAL POLITIK
Politik adalah salah satu bidang panggilan Gereja untuk merasul di tengah masyarakatnya, dalam menunaikan tugas perutusannya sebagai “garam dan terang dunia”.
Patut disayangkan gejala adanya cukup banyak umat Katolik (termasuk imam) yang tidak memahami secara benar tentang politik sehingga tidak tertarik bahkan bersikap acuh-tak acuh, karena itu sangat dibutuhkan adanya pendidikan politik yang berkesinambungan di kalangan umat dan imam Katolik.
Konsili Vatikan II, GS 75 menegaskan pentingnya pendidikan politik, “Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warga negara mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara”.
Kerasulan dalam bidang politik berimplikasi pada tujuan-tujuan nyata seperti: (a) panggilan untuk memperjuangkan kepentingan umum dalam masyarakat, yakni demi terciptanya kesejahteraan bersama, (b) mewarnai kehidupan sosial-politik dengan nilai-nilai manusiawi dan semangat Injil, (c) berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan bagi kepentingan orang banyak.

BIDANG SOSIAL EKONOMI
Prioritas Pastoral Sosek Gereja Lokal KAMS dalam dua sektor, yakni: (a) penguatan/peningkatan taraf ekonomi kerakyatan dari umat/masyarakat dan (b) menggiatkan karya-karya karitatif kaum papa miskin.
Hal itu diupayakan melalui pendidikan, pembekalan dan pelatihan yang memberdayakan potensi-potensi yang ada (dan bukan menciptakan ketergantungan), dengan memakai jalur keluarga, rukun/stasi, paroki, kelompok kategorial, komunitas biara dan sekolah Katolik.
Dalam pengelolaan ERT (Ekonomi Rumah Tangga), biaya pendidikan anak-anak perlu menjadi prioritas.
Perlu diperkuat solidaritas Gereja sebagai Umat Allah. Hal itu diupayakan al. dengan membentuk sebuah wadah (di masing-masing kevikepan) yang bertugas menghubungkan pemilik lapangan-kerja dengan pencari kerja. *** Oleh: Tim Perumus

Bunga Rampai Masalah Keluarga Katolik


Kiranya semua pasangan suami-isteri (pasutri) akan setuju bila saya mengatakan bahwa ”KELUARGA seharusnya menjadi SURGA bagi semua anggotanya, baik pasutri maupun anak-anak”.

Namun pasti ada yang bereaksi dan mengatakan: Wah, saya belum pernah melihat surga jadi bagaimana saya bisa tahu keadaan di situ. Dan ditambah lagi dengan kesadaranku bahwa keluargaku belum juga seratus persen seperti yang saya inginkan dan harapkan.

Justru di situlah kesempatan untuk merenungkan dan mengusahakan agar keluarga kita menjadi dapur kebahagiaan dan cinta. Yang sekaligus memberi kepada semua anggota keluarga gairah dan semangat untuk hidup dan bekerja dengan sungguh-sungguh dan dengan rasa tanggung jawab yang semakin besar. Dan tak lupa saya tekankan, dengan kerelaan untuk menomorduakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama sebagai satu kesatuan yang dilandasi cinta kasih.

Memang benar, kesempurnaan bukan dari dunia ini, yang berarti bahwa hidup keluarga pun tidak sempurna adanya dan mungkin dapat dikatakan belum seperti terlihat pada Keluarga Kudus di Nazareth. Bahkan keluarga di Nazareth akan hancur sebelum terbentuk apabila tidak ada bantuan dari atas (Tuhan, red.). Bukankah Santo Yoseph dengan diam-diam mau meninggalkan calon isterinya pada saat dia diberitahukan bahwa calon isterinya sudah hamil dan bahwa anak yang dkandung oleh calon isterinya itu bukan anaknya. Reaksi yang sangat manusiawi dan mudah dipahami bahkan sering terjadi dalam masyarakat kita.
Di situ pun kita bisa melihat dan menyadari arti cinta yang sesungguhnya. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan.

Pasti semua akan setuju pula kalau saya katakan bahwa suatu perkawinan yang bahagia dan bertahan tidak tercipta dengan begitu saja dan tidak datang jatuh dari langit tanpa usaha keras dari suami-isteri sendiri dan dibantu oleh rahmat serta pendampingan Allah. Dalam bahasa Inggris dikatakan ”A Family that Prays Together, Stays Together” (keluarga yang berdoa bersama tetap akan bersama).

Ada pepatah yang mengatakan: ”Kota Roma tidak dibangun dalam satu hari, begitu juga suatu keluarga yang baik tidak dibangun dalam satu hari”. Kalau survei di beberapa Keuskupan di Jawa memperlihatkan bahwa sekitar 30% dari pernikahan katolik berakhir dengan perceraian, dan di Keuskupan Agung Makassar tidak akan jauh berbeda, maka timbul pertanyaan: MENGAPA? DI MANA PENYEBABNYA?

Terlalu gampang orang mengatakan bahwa media massa seperti koran, majalah-majalah, dan TV sering memainkan peran yang negatif dengan pemberitaan tentang hidup keluarga para selebritis yang nampaknya dengan gampang saja kawin-cerai. Namun hal itu sesungguhnya tidak boleh dijadikan alasan karena dua orang yang memutuskan untuk menikah dan membangun keluarga, kan pasti atas dasar cinta yang diharapkan bertahan untuk seumur hidup, baik dalam untung maupun dalam malang. Suatu keputusan yang menuntut kedewasaan kedua belah pihak. Dan masing-masing seharusnya sudah memutuskan sendiri bahwa akan mencintai pasangannya untuk selamanya apa pun yang akan terjadi.

Di situlah mungkin terdapat sesuatu yang kurang. Mencintai kalau segalanya berjalan dengan baik dan lancar, tidak sulit, tetapi pada saat salah satu membiarkan kekecewaan memenuhi hatinya karena pasangannya tidak 100% memenuhi harapannya, maka tidak jarang terjadi bahwa tercipta jurang antara pasutri apabila tidak ditangani dengan baik.

Dalam keadaan yang demikian mutlak perlu adanya komunikasi dan dialog yang mendalam dan terbuka yang pasti mampu menjembatani jurang selebar apapun. Karena itu pula pembinaan calon suami-isteri harus berfokus pada komunikasi dalam cinta itu karena dengan pasti dapat dikatakan KOMUNIKASI YANG BAIK ANTARA SUAMI ISTERI = KELUARGA YANG BAIK.

Kesulitan yang timbul dalam hidup keluarga paling sering karena tidak ada keterbukaan dalam beberapa hal, yang dianggap tidak terlalu penting tetapi yang sesungguhnya sangat berpengaruh karena akan menimbulkan kecurigaan, dan kecurigaan itu adalah salah satu pembunuh cinta. Tidak mungkin orang saling mencintai apabila tidak ada kepercayaan satu terhadap yang lain. Satu bidang yang sangat rawan adalah bidang keuangan. Masih sering terjadi bahwa seorang calon isteri tidak mengetahui berapa gaji (pendapatan) calon suaminya sebelum menikah. Jadi kalau demikian, bagaimana bisa merencanakan bersama hidup berkeluarga nanti.

Hal yang lain adalah penampilan sehingga tetap menarik bagi pasangan. Seorang wanita harus tampil lebih menarik dan cantik setelah menikah daripada pada masa pacaran. Untuk itu tidak perlu hal-hal dan usaha yang luar biasa dan mahal-mahal. Pakai bedak sedikit dan mungkin lipstik sedikit, tidak perlu yang mahal buatan luar negeri, dalam negeri ada cukup yang bisa dijangkau setiap keluarga umpamanya merek Viva . Pokoknya yang penting sang isteri tampil cerah dan menarik saat suaminya pulang kerja.

Sesungguhnya semua yang dikatakan di atas telah diberi perhatian dalam Pembinaan Calon Suami-Isteri. Oleh karena itu diharapkan agar semua pasangan yang merencanakan mengikuti program pembinaan 7 kali itu, tanpa discount. Salah satu kesulitan yang sering dialami di Paroki-paroki adalah bahwa ada pasangan datang mendaftar untuk melangsungkan pernikahan tetapi tidak ada waktu untuk mengikuti secara penuh Pembinaan tersebut. Kiranya orangtua turut menyadarkan anak-anaknya akan pentingnya persiapan yang matang, karena dari persiapan itu akan banyak tergantung bagaimana kehidupan bersama nanti.

Sampai di sini sekadar ungkapan berdasarkan pengalaman dalam pembinaan calon suami-isteri dan Rekoleksi Pasutri yang oleh banyak pasangan sangat diharapkan namun sering tidak cukup mendapat perhatian di Paroki-paroki, seperti juga terungkap dalam Survei baru-baru ini.

Semoga bermanfaat.*** Penulis: P. A. van Rooy CICM

Menyongsong Pilpres 2009

Bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih presiden dan wakil presiden (Pilpres) RI periode 2009-2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2008; dan juga telah ditetapkan pula tiga pasang calon Pilpres yakni: Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subiyanto (Mega-Pro), Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY Berbudi) dan H.M.Yusuf Kalla-Wiranto (JK WIN).
Ketiga pasang calon telah mulai melakukan kampanye. Dalam berbagai pertemuan dan dialog baik dengan rakyat kecil maupun dengan para pakar, budayawan, ekonom dan insan pers, para kandidat memaparkan visi, misi dan program kerja yang akan mereka lakukan jika terpilih dalam Pilpres. Selain itu, para kandidat dan tim suksesnya masing-masing telah melakukan berbagai macam maneuver politik untuk menarik simpati para pemilih antara lain: memasang iklan di media massa dengan biaya miliaran rupiah, mengunjungi pasar tradisional, para nelayan, para petani dan para korban pelanggaran HAM (kasus Manohara dan Prita) sambil berdialog dengan mereka.

Terlepas dari itu semua, berdasarkan track record dari ketiga pasang kandidat diperoleh gambaran bahwa mereka adalah putra-putri terbaik bangsa yang dipandang pantas untuk menjadi pemimpin nasional. Namun demikian, kita harus memilih kandidat terbaik dari yang terbaik yang dipandang mampu memimpin Negara kita dengan arif dan bijaksana demi terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera.

Sebagai warganegara yang baik, umat kristiani diharapkan untuk terlibat secara aktif dalam menyukseskan Pemilu (Pilpres) yang dianggap sebagai sarana terbaik dalam suksesi kepemimpinan nasional dalam Negara demokrasi atau yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi. Bagi mereka yang terlibat sebagai penyelenggara Pemilu atau panitia pelaksana pemungutan suara pada setiap level, diharapkan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab, dengan mengedepankan prinsip jujur dan adil. Bagi umat yang memiliki hak pilih dan terdaftar sebagai pemilih tetap diharapkan untuk menggunakan hak pilihnya atau tidak menjadi golongan putih (golput). Sebab penggunaan hak pilih dalam Pemilu (Pilpres) bukan hanya sekedar pelaksanaan dari hak semata melainkan juga sebagai wujud tanggung jawab kita sebagai warganegara yang baik dalam menyukseskan proses pergantian pemimpin nasional secara demokratis.

Namun, diharapkan agar penggunaan hak pilih tidak didasarkan atas ikatan emosional semata, kesamaan wilayah (daerah asal), suku, agama, golongan dan ras ataukah karena pengaruh pencitraan diri berlebihan yang dilakukan para kandidat atau tim suksesnya masing-masing. Sebaliknya, umat kristiani diharapkan agar penggunaan hak pilihnya harus didasarkan atas pertimbangan yang matang dan rasional serta berpegang teguh pada hati nurani masing-masing, bahwa yang dipilih adalah orang yang dipandang mampu memimpin dan mengayomi seluruh warga masyarakat serta mampu mengatasi berbagai krisis multidimensional yang menimpa bangsa dan Negara kita, seperti krisis moral, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum.

Sehubungan dengan itu maka calon pemimpin nasional yang kita harapkan adalah orang yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
Pertama, berintegritas dan bermoral. Hal ini penting agar ketika yang bersangkutan menjadi pemimpin maka dia tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang bersifat duniawi untuk keuntungan pribadi, kelompok atau golongannya. Kedua, berwawasan luas, kreatif dan inovatif. Dalam hal ini, yang diharapkan adalah calon pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mencari berbagai alternatif atau jalan keluar yang baik dalam mengatasi serangkaian persoalan yang dihadapi bangsa dan Negara Indonesia saat ini.
Ketiga, berwawasan nasional dan menjunjung tinggi pluralilitas serta memiliki komitmen untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan warisan para pendiri Negara kita (the founding fathers). Karena itu, dalam situasi apa pun para calon pemimpin harus mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
Keempat, memiliki komitmen untuk mempertahankan dan menegakkan jatidiri bangsa dan negara yang bermartabat, berkepribadian, dan memiliki kemandirian.
Kelima, berempati dan peduli dengan penderitaan dan berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat kecil dan berusaha dengan tulus mencari jalan keluar agar masyarakat bebas dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan keterkungkungan.
Keenam, memiliki komitmen untuk menegakkan hukum dan berani memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme pada hampir seluruh instansi pemerintahan tanpa pandang bulu.
Ketujuh, memiliki komitmen untuk membangun ekonomi kerakyatan yang dipandang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kedelapan, peduli pada masalah pendidikan, penegakan HAM dan masalah lingkungan hidup yang dipandang dapat mengancam masa depan anak cucu kita.
Kesembilan, mampu membangun komunikasi yang dialogis dengan siapa pun, tanpa mengenal perbedaan.

Akhirnya, marilah kita secara bersama-sama menyukseskan Pilpres 2009 sesuai dengan peran kita masing-masing. Dan mari kita upayakan agar momentum Pilpres 2009 dijadikan sarana yang tepat untuk memilih pemimpin yang mampu mengantar bangsa dan negara kita mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu, sebelum menggunakan hak pilih diharapkan agar kita dapat menilai secara kritis para kandidat yang ada, tentunya dengan berpegang pada beberapa kriteria tersebut di atas. Semoga. *** Penulis: P. Marsel L. Tandung, Pr.

Agenda Bapa Uskup, Juni - Agustus 2009

Juni 2009
Tgl. Acara
01 Pertemuan dengan Ketua STIKPAR
02 Rapat Lintas Komisi di Baruga Kare
03 Misa Pelantikan Rektor UAJ Makassar
04 Rapat Dewan Konsultor
05 Pertemuan dengan Parochus + Depas Mariso
07 Krisma di Sungguminasa
09-22 Kunjungan Pastoral ke Kevikepan Luwu
23 Hari Imam
28 Pertemuan dengan Frater TOP-ers 2009/10
29 Kunjungan Pastoral ke Frater HHK
30 Hari Imam

Juli 2009
Tgl. Acara
07 Hari Imam
08 Pemilu Presiden - Wapres
10-24 Kunjungan Pastoral ke Kevikepan Sultra
26 Pesta Pelindung Paroki Mariso
27 Sore berangkat ke Yogya
28-31 Rapat Tahunan Komteol KWI di “Syantikara“

Agustus 2009
Tgl. Acara
01-03 Kunjungan tahunan ke AM
04 Hari Imam
06 Tahbisan Imam + Diakon CICM di Kare
07 Rapat Dewan Konsultor
11 Hari Imam
17 Hari Proklamasi Kemerdekaan RI
18 Hari Imam
19-21 Rapat Presidium KWI
23 Pertemuan dengan “ Aide a L’eglise en Detresse “ Swiss
25 Hari Imam

Mutasi Personalia KAMS

P. Ernesto Amigleo, CICM
Dilepaskan dari karya pelayanan sebagai Pastor Kampus dalam lingkungan Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar.

P. Ignatius Sudaryanto, CICM
Diangkat sebagai Ketua Komisi Keluarga KAMS.
Ditugaskan melaksanakan karya pelayanan sebagai Pastor Kampus dalam lingkungan Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar.

P. A. van Rooy, CICM
Dilepaskan dari tugas sebagai Ketua Komisi Keluarga KAMS dan diangkat menjadi Staf Komisi Keluarga KAMS.

P. Felix Layadi
Ditugaskan melaksanakan karya pelayanan di bidang pendidikan dalam lingkungan Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar masa bakti 2009-2013.

P. Aidan Putra Sidik
Diangkat sebagai Pastor Bantu Paroki “St. Fransiskus” Messawa.

Tim Penyelenggara Sekolah Tinggi Kateketik dan Pastoral Rantepao (STIKPAR):
- P. Fransiskus Nipa (Sekretaris KAMS ex officio)
- P. Leo Sugiyono, MSC (Ketua Komkat KAMS ex officio)
- P. Stanislaus A. Dammen (Ketua STIKPAR ex officio)
- P. Frans Arring (Vikep Toraja ex officio)
- Antonius Yunanto U.N. (Pembimas Katolik Kanwil Depag Prop. Sulsel ex officio)
- P. Lucas Paliling
- Theo Rosandi
- Victor Duma Sa’pang
- Sr. Krisanti Kiam, SFIC

Mengenal ME sebagai Bagian Kerasulan Keluarga

1. Apa itu Marriage Encounter (ME)
Marriage Encounter atau yang sering disingkat ME adalah sebuah gerakan dari Gereja Katolik untuk pasangan suami istri (pasutri). Lebih jelasnya adalah sebuah program yang biasanya diberikan pada akhir pekan dimana para pasutri mendapat kesempatan untuk melatih teknik berkomunikasi dengan kasih yang dapat mereka gunakan sampai akhir hayat. Hal tersebut adalah sebuah kesempatan untuk dapat melihat jauh ke dasar hubungan mereka satu sama lain, dan juga hubungan mereka dengan Tuhan. Jadi merupakan saat untuk berbagi perasaan, harapan dan mimpi-mimpi dari satu sama lain.
Penekanan pada weekend Marriage Encounter adalah pada komunikasi antara suami dan istri. Weekend tersebut memberikan suasana yang kondusif bagi pasutri untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari gangguan dan tekanan dari kehidupan sehari-hari, sekaligus mendukung mereka untuk memusatkan perhatian pada satu sama lain dan hubungan mereka.

2. Visi dan Misi ME
Visi ME: “Cintai satu sama lain seperti Aku mencintaimu”
Misi ME: Membaharui Gereja dan merubah dengan membantu pasutri-pasutri dan imam-imam untuk hidup dalam relasi yang akrab dan bertanggung jawab dengan memberikan mereka pengalaman secara Katolik dan dukungan komunitas yang berkesinambungan untuk menunjang gaya hidup itu.

3. Sejarah ME
Sejarah Marriage Encounter mulai di Spanyol. Pada 1952 seorang imam yang bernama Gabriel Calvo bersama dengan sepasang suami-istri Mercedes-Jame Ferrer mulai mengembangkan rangkaian pertemuan yang selalu diakhiri dengan pertanyaan dialog antara suami-istri untuk membuat mereka semakin terbuka dan akrab satu sama lain. Dalam tahun 1962 mereka mengadakan pertemuan akhir pekan yang pertama bersama dengan 28 pasangan suami-istri dalam bentuk yang hampir sama dengan yang sekarang ini dilaksanakan. Sejak 1966 kegiatan akhir pekan ini dibawa dan dikembangkan di negara-negara Amerika Latin di antara pasangan-pasangan yang berbahasa Spanyol.
Dari Amerika Latin gerakan ini dengan cepat menyebar ke Amerika Serikat. Di sanalah gerakan ini semakin diperkaya untuk membantu para pasangan suami-istri dapat mengembangkan dialog yang saling memperkaya. Pengembangan ME keluar Amerika terjadi sejak tahun 1971. Pasangan-pasangan tim dari Amerika dikirim ke Belgia dan kemudian ke Inggris, dan dari sana tersebar ke banyak negara.
Di Indonesia, ME bertumbuh dari sharing seorang suster Gembala Baik, Sr. Patricia, yang pernah mengikuti WE di St. Louise, USA. Week End ME telah begitu mengesankan baginya, sehingga kesaksiannya menarik perhatian Uskup Agung Jakarta kala itu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Uskup Leo menjadi semakin tertarik, ketika ia mendapatkan informasi yang juga mengesankan tentang ME ketika beliau mengunjungi pusat konsultasi perkawinan di Keuskupan Gent, Belgia. Rasa tertarik itu diungkapkan oleh Mgr. Leo dengan mengundang tim ME Belgia untuk mengadakan Week End di Indonesia. Hal itu terjadi pada 25 Juli sampai 27 Juli 1975 di Evergreen, Tugu, Puncak, yang dibawakan dalam bahasa Vlaams (bahasa yang mirip dengan bahasa Belanda). Week End pertama ini diikuti oleh 9 pasang suami-istri, 2 orang suster, seorang imam (Pastor Cor van de Meerendonk CICM) dan Mgr. Leo Soekoto SJ sendiri.

Setelah mengikuti week end, Mgr. Leo berpendapat bahwa kegiatan ini sangatlah baik untuk pendasaran hidup keluarga. Agar semakin banyak pasutri dapat mengikutinya, week end harus dapat dibawakan dalam bahasa Indonesia. Maka ia mengirim Pastor Piet Nooy, SVD sebagai penanggung jawab kursus persiapan perkawinan Keuskupan Jakarta kala itu ke Belgia. Di sana ia mengikuti week end ME dan tinggal di sana selama 3 bulan untuk mengumpulkan bahan dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Marriage Encounter. Sekembali dari Belgia, Pastor Piet bekerja keras untuk mengembangkan ME dan mempersiapkan pelaksanaan week end ME dalam bahasa Indonesia, dibantu oleh pasangan Tony Trisnadi-Greta dan Marsidi-Mbak Iyah, dua pasutri yang telah mengikuti week end pertama di Puncak. Berkat kerja keras mereka terlaksanalah week end pertama dalam bahasa Indonesia pada 7-9 Mei 1976 di rumah retret Samadi Shalom, Sindanglaya, yang diikuti oleh 10 pasutri dan 2 suster. Week end berakhir dengan sangat sukses, dan sejak saat itulah week end ME dibawa ke berbagai tempat di Indonesia. Di Makassar week end pertama dilaksanakan pada 12-14 September 1980. Sampai saat ini week end sudah dilaksanakan sebanyak 50 kali dengan jumlah pasutri yang sudah mengikutinya sebanyak lebih 500 pasutri.

4. Empat Pilar dalam ME
Pilar pertama: Week End Marriage Encounter adalah pintu gerbang untuk memasuki ME, suatu sharing pengalaman dari 7 orang anggota team, yang terdiri dari 3 pasutri dan 1 pastor, serta para peserta dengan 15 buah presentasi selama 44 jam yang didukung oleh perhatian, cinta kasih dan doa dari komunitas Marriage Encounter. Pilar ini dimulai dari kegiatan perekrutan pasutri yang berkeinginan ikut serta dalam WEME, kemudian melakukan kegiatan preparasi, dan weekend sendiri. Dan sesudah kegiatan weekend selesai akan diteruskan dengan pertemuan yang disebut Bridge proses, sampai pada ujung pengambilan keputusan dalam cara hidup, apakah akan pilih ikut cara hidup berdialog sesuai nilai-nilai ME atau tidak. Tujuan WeekEnd adalah untuk menggugah setiap pasutri agar dapat saling mencintai satu sama lain, dimana melalui WeekEnd ini cinta mereka diperbaharui, dikukuhkan dan diperkuat.

Pilar kedua: Tim adalah beberapa pasutri yang telah mengikuti week end secara luar biasa, dan dengan setia menghidupi nilai-nilai weekend di dalam hidup kepasutrian mereka, dan karenanya merasa terpanggil untuk melanjutkan visi dan impian yang telah diperoleh di dalam WeekEnd. Menjadi tim adalah haruslah muncul dari kesadaran untuk membawa kabar baik kepada seluruh dunia melalui cara hidup sendiri yang berpengaruh dan berdaya pikat.

Pilar ketiga: Komunitas Marriage Encounter adalah komunitas pasutri dan imam/suster/bruder yang telah memilih cara hidup berdialog dalam membangun relasi yang akrab dan bartanggung jawab. Untuk mendukung kehidupan berdialog diadakan program renewal, enrichment, workshop, dialog, pertemuan kelompok dialog, majalah, mailing list, Internet BLOG, website sebagai media berbagi pengalaman, dengan membaca pengalaman pengikut lain dan/atau menulis pengalaman sendiri.

Pilar keempat: Struktur. Marriage Encounter adalah komunitas orang-orang berdialog dengan menghayati nilai-nilai Weekend. Untuk itu perlu diatur agar setiap pasangan, imam, suster, dan bruder yang pulang dari Weekend dapat memperoleh dukungan. Dukungan untuk memperdalam atau memperbaharui penghayatan akan nilai Weekend diberikan dalam Renewal dan kelompok dialog. Pengertian struktur bukanlah merupakan sistem yang mengatur hak dan kewajiban seperti dalam organisasi formal tetapi merupakan pengaturan proses dukungan untuk cara hidup berdialog dalam perjalan hidup bersama. Sehingga secara pasti setiap peserta yang memilih cara hidup berdialog tetap terkait sedemikian rupa dengan salah satu atau lebih kegiatan berdialog. Kelompok dialog adalah struktur dasar penting yang menentukan dinamika kehidupan gerakan dan merupakan sel-sel hidup dalam gerakan Marriage Encounter. Komunitas ME bukanlah organisasi yang mempunyai AD/ART. Tidak ada ketua, yang ada hanya koordinator, mulai dari Koordinator dunia - koordinator Asia - Kornas (Koordinator Nasional) - Kordis (Koordinator Distrik) - korwil (Koordinator Wilayah) - Kormep (Koordinator Paroki).

5. ME sebagai usaha mempertahankan keluarga
Selama dua hari mengalami week end, para peserta diajak untuk memiliki kesamaan faham, bahwa kebahagiaan itu haruslah menjadi impian dan usaha bersama, bukan hanya impian dan usaha satu pihak. Untuk mencapai impian itu diperkenalkanlah gaya berkomunikasi yang baru, yang harus dibuat bersama dalam bentuk dialog harian. Dialog dengan pasangan tentang setiap pengalaman dalam kehidupan harian diyakini tahap demi tahap akan menciptakan kesatuan dan kesalingpengertian antara suami dan istri. Dialog ini hendaknya menjadi gaya hidup. Dialog harian adalah suatu alat untuk membantu menghayati rencana Tuhan, maka seusai weekend para peserta dianjurkan untuk melakukan dialog harian, agar terwujud segala keinginan untuk membina hubungan yang harmonis dalam keluarga. Dialog haruslah menyinari segala bentuk komunikasi yang dilakukan selama 24 jam, sehingga dapat merubah pola kerja, pola pikir, pandangan hidup yang lebih positif, sebab dalam ME para peserta diarahkan untuk melihat pasangannya dari segi positif. Di dalam ME dianut tiga jalan (trimarga) untuk memprioritaskan relasi: Perhatian terus menerus pada dialog (tetap berdialog), memberi perhatian pada keakraban dan keintiman, dan berdoa sebagai pasangan. Untuk dapat bertahan pada 3 jalan itu dibutuhkanlah komunitas, sehingga pasutri haruslah keluar berjalan bersama dengan pasangan lain yang memperjuangkan nilai-nilai yang serupa.

Begitu banyak pasangan suami istri yang pernah mengikuti week end merasa sungguh terbantu dengan kegiatan ini. Bahkan bukan hanya para pasangan suami-istri saja yang merasakan manfaat dari week end dan gaya hidup sebagai buah dari week end ini. Para imam dan biarawan-wati pun banyak yang sungguh terbantu dengan gaya komunikasi yang dikembangkan di dalam ME. *** Penulis: P.Paulus Tongli, Pr

Strategi Pastoral Keluarga

Injil Yohanes 2:1-11 menceritakan sebuah kisah yang indah tentang bagaimana Yesus melakukan mujizat yang pertama yaitu mengubah air menjadi anggur. Bunda Maria, Yesus serta murid-muridNya ada di antara para undangan yang hadir di perkawinan di Kana. Dalam Injil Yohanes inilah juga kisah yang pertama yang menggambarkan kerasulan Yesus di tengah-tengah dunia. Maria, Yesus serta murid-muridNya memandang perkawinan dan keluarga sebagai peristiwa dan institusi insani yang sangat penting oleh karena itu mereka hadir di sana. Kehadiran mereka adalah merupakan suatu perizinan ilahi serta berkat bagi perkawinan dan keluarga. Kehadiran Yesus, Maria serta para murid-muridNya dalam peristiwa itu dapat diartikan bahwa keluarga adalah “locus” (tempat, red.) yang tidak bisa diabaikan untuk berseminya kasih dan pelayanan yang Yesus wartakan.
Kehadiran mereka memberikan makna yang lebih dari peristiwa insani. Mujizat yang Yesus lakukan adalah merupakan simbol transformasi dalam keluarga dimana “masalah” diubah menjadi suasana kegembiraan, air diubah menjadi anggur. Yesus membawa kasih yang diungkapkan dengan perbuatan menjadikan keluarga itu bahagia. Ini boleh diartikan bahwa keluarga adalah penting dimana kasih bersemi, membuahkan kebahagiaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang anak kecil mulai belajar mengasihi dan beriman dalam konteks keluarga; artinya keluarga adalah merupakan komunitas basis dimana kasih, iman dan harapan bertumbuh.

Gereja sendiri melihat kehadiran Yesus di situ sebagai afirmasi akan kesakralan perkawinan dan pewartaan kehadiranNya. Lebih jauh Gereja melihat perkawinan dan keluarga sebagai tanda yang nyata dan ampuh akan kehadiran Yesus (Katekismus art. 1613). Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostolik “Familiaris Consortio” mengatakan bahwa Gereja ada untuk melayani keluarga (FC 1). Yang dimaksud keluarga adalah tentunya semua anggota keluarga. Tidak mengherankan kalau Paus memberikan perhatian yang khusus untuk keluarga selama hidupnya.

Selaras dengan pandangan Gereja akan pentingnya kerasulan keluarga, Sidang Dewan Imam KAMS 25-27 November 2008 menelurkan butir keputusan; salah satunya bahwa keluarga sebagai kombas (komunitas basis) menjadi prioritas atau fokus program pastoral KAMS sampai tahun 2012. Keputusan ini adalah tepat karena seperti yang Paus Yohanes Paulus II katakan bahwa keluarga adalah basis dari Gereja, masyarakat dan negara (Keluarga: Gereja Domestik hal.61). Kalau keluarga berantakan maka wajah Gereja, masyarakat maupun negara juga akan buruk.

Tantangan dan Situasi Keluarga-keluarga Kita
Keluarga sekarang ini menerima tantangan-tantangan yang cukup berat untuk mampu mempertahankan nilai-nilai perkawinan Injili. Masyarakat luas dunia mengalami banyak perubahan oleh karena kemajuan zaman dalam segala bidang kehidupan.

Tantangan dari masyarakat Internasional: Gerakan globalisasi melahirkan tingkah laku manusia yang baru bukan hanya pada segi ekonomi tetapi juga politik, sosial dan budaya. Ekonomi global mengagungkan pasar bebas mempunyai dampak kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin, kelompok yang kaya dan kelompok yang miskin semakin curam. Konsumerisme juga lahir dari sistem ekonomi seperti itu. Di negara miskin seperti Indonesia hal itu membuahkan kecenderungan yang negatif seperti korupsi, kolusi dan nepotisme; menyebabkan kerusakan lingkungan hidup pengrusakan kekayaan hutan demi uang serta degradasi moral dalam masyarakat serta keluarga. Budaya bangsa juga sudah sedikit banyak terseret oleh budaya materialisme dan sekularisme yang ditentang oleh Paus Yohanes Paulus II dan Paus kita sekarang ini Benediktus XVI. Budaya ini mengesampingkan nilai-nilai kerohanian yang sudah berabad-abad menjadi bagian kehidupan bangsa-bangsa, termasuk bangsa Indonesia dan keluarga-keluarga tentunya. Kacamata sakramental sedikit demi sedikit hilang.

Tantangan masyarakat Indonesia: lembaga-lembaga negara masih belum berpihak kepada masyarakat kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Gerakan reformasi masih belum berjalan dengan semestinya. Masyarakat Indonesia dan masyarakat yang kita layani khususnya masih belum keluar dari adanya kekerasan, bahkan kekerasan dalam keluarga; masih terlilit oleh kuatnya budaya korupsi, kurangnya kesadaran akan lingkungan hidup termasuk pengrusakan hutan.

Tantangan dalam keluarga-keluarga sendiri: Sadar atau tidak keluarga-keluarga juga terpengaruh oleh situasi entah situasi global, nasional maupun regional di mana keluarga hidup. Hal-hal yang umumnya dialami oleh keluarga misalnya:
Kurangnya trasparansi antara suami-istri; komunikasi yang mengena dan membangun keluarga; kurangnya kerukunan antara suami, istri serta anggota keluarga; rapuhnya kesetiaan antara pasutri (pasangan suami-istri); adanya kecemburuan suami atau istri terhadap pasangannya; dominasi oleh salah satu pasangan; tindakan kekerasan dalam rumah tangga; kurangnya nilai berkorban untuk pertumbuhan keluarga.

Tantangan dalam hal penghayatan iman: Kurangnya penghayatan iman dari keluarga-keluarga; banyaknya perkawinan campur yang menghambat proses pertumbuhan iman; kurangnya pemahaman dan penghayatan sakramen perkawinan; kurangnya kemampuan orangtua dalam pembinaan iman anak-anak; kurangnya kemampuan menahan arus sekularisasi.
Ekonomi keluarga pun sangat dipengaruhi oleh arus ekonomi yang berkembang. Banyak keluarga kurang mampu mengelola ekonomi keluarga; kurangnya penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga tidak ada waktu untuk yang lain; sulitnya mencari pekerjaan; kurangnya kemampuan menghadapi godaan konsumerisme sehingga dengan berbagai cara harus mendapatkan uang bahkan dengan cara tidak halal untuk memenuhi dorongan untuk membeli dan membeli.

Strategi Pastoral
Melihat pentingnya keluarga sebagai Komunitas Basis Gerejani, memahami harapan-harapan Gereja terhadap keluarga, serta tantangan dan masalah-masalah keluarga, perlu adanya strategi pelayanan kepada keluarga. Familiaris Consortio sebenarnya sudah memberikannya secara komprehensif dan memberikan masukan keluarga seperti apa yang harus mendapatkan prioritas dalam pelayanan.

Untuk kepentingan Gereja lokal kita, ada baiknya kita merumuskan sendiri strategi pelayanan kita yang sesuai dengan situasi keluarga-keluarga yang kita layani. Pastor A. van Rooy, CICM sudah membeberkan beberapa strategi yang cocok untuk Gereja lokal kita. Dalam tulisan ini kita akan ambil itu sebagai strategi kita dan mungkin ada tambahan-tambahan atau pengurangan setelah mendengarkan harapan dari Bapa Uskup sendiri serta beberapa pastor yang mempunyai kepedulian terhadap keluarga. Adapun strategi itu bisa dirangkumkan sebagai berikut:
Setelah melihat semua masalah-masalah, tantangan-tantangan serta kekuatan atau potensi yang ada, kita perlu menyadari bahwa pendampingan calon pasangan suami istri serta pendampingan pasca-penerimaan sakramen perkawinan itu merupakan keharusan (lihat juga FC 69).
- Mendorong keluarga-keluarga Katolik untuk mengembangkan hidup rohaninya. Paus menganjurkan keluarga Katolik mampu membangun keluarga sebagai komunitas pendoa atau Gereja kecil (FC 55).
- Keuskupan Agung melalui kevikepan-kevikepan serta paroki-paroki dan dengan koordinasi bersama dengan Komisi Keluarga seharusnya mampu memberikan pelayanan kerasulan kepada keluarga terutama kepada keluarga kawin campur, keluarga Katolik yang hanya menikah secara sipil, keluarga Katolik yang hidup tanpa ikatan pernikahan yang sah, pasangan yang bercerai (single parent), pasangan yang bercerai dan menikah lagi bukan di Gereja (FC 77-85). Untuk ini perlu dibentuk Tim Kerja Pendampingan Keluarga di tingkat Kevikepan (TKPKK) maupun Paroki (TKPKP).
- Di setiap Kevikepan dan di Komisi keluarga sebaiknya dibentuk pusat-pusat konseling keluarga yang merupakan bengkel bagi keluarga yang ingin memperbaiki hidup berkeluarga (FC 66). Di beberapa keuskupan pusat-pusat seperti ini sudah menjadi bagian dari kerasulan keluarga.
- Mendorong kelompok-kelompok yang mempunyai kepedulian terhadap keluarga untuk membentuk “support system” bagi keluarga-keluarga. Di KAMS, ME (Marriage Encounter) seharusnya sudah bisa menjadi salah satu support system keluarga-keluarga yang lain.
- Sarana-sarana seperti seminar pra-Kana atau kursus persiapan perkawinan, rekoleksi, rekoliknik (rekoleksi-piknik), retret, seminar, lokakarya tentang keluarga/pasutri dll, bisa diberdayakan untuk pengembangan kesejahteraan baik materi maupun rohani setiap keluarga.
- Raker Komisi Keluarga KAMS sebagai koordinator bersama Komisi-komisi Keluarga Keuskupan Ambon dan Manado dengan Komisi Keluarga KWI, kemungkinan diadakan sekitar bulan Oktober 2009.

Penutup
Kerangka strategi pastoral keluarga ini dimaksudkan sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan-kebijakan strategis dalam pendampingan keluarga baik oleh Keuskupan dalam hal ini komisi-komisi yang terkait, kevikepan-kevikepan, paroki-paroki maupun organisasi-organisasi atau institusi-institusi yang berlandaskan pada nilai-nilai kekatolikan. Pelaksanaan dari program-program yang dibentuk tentu saja dipercayakan kepada semua komponen Gereja tersebut di atas. Berhasil atau tidaknya program-program tentunya tergantung dari kepekaan setiap komponen dalam menyadari gerakan-gerakan Roh Kudus yang selalu memberikan dorongan dan kekuatan untuk melakukan pekerjaan BapaNya serta kemauan kita untuk menjadi mitra Allah dalam melakukan pekerjaanNya. *** Penulis: P.Ignatius Sudaryanto, CICM

Sekilas “Dominica in Sabbato”


Awal kisah terjadi pada tahun 1989. Ketika itu beberapa orang ibu merasakan adanya kekosongan dalam kehidupan sehari-hari, setelah menyelesaikan kesibukan mempersiapkan perayaan 100 tahun KKI di Makassar. Maka, muncullah keinginan melanjutkan kebersamaan itu dengan berkumpul secara berkala untuk mendoakan Paus, para Uskup, para Imam dan calon Imam, para Biarawan/Biarawati serta calon biarawan/biarawati. Untuk itu, ibu Mimi Tanyadji dan ibu Rika Sentosa meminta kesediaan Sr. Wilhelmine Bhato CIJ mendampingi mereka.

Semula pertemuan doa tersebut terdiri atas tiga orang, diadakan pada setiap hari Sabtu jam 10.00 di biara suster CIJ, Jl. Serui no. 18. Setelah beberapa bulan, anggota yang ikut berdoa mulai bertambah hingga mencapai 7 orang. Kebanyakan anggota adalah wanita, karena pertemuan doa diadakan pada hari kerja. Dua orang bapak yang sudah pensiun, yakni mendiang Bpk Parera dan mendiang Bpk da Silva dengan setia ikut serta.

Dalam perkembangan selanjutnya para anggota mengusulkan supaya kelompok ini diberi nama dan didampingi oleh seorang moderator. Maka pada tanggal 5 November 1989 kelompok doa resmi diberi nama Dominica In Sabbato dan didampingi oleh mendiang Pastor Frank Bahrun Pr sebagai moderator (1989-1995).
Karena kesibukan Pastor Frank Bahrun Pr di KAMS pada Komisi/Badan bagian pembangunan, maka beberapa tahun kemudian Pastor Michel Mingneau CICM menggantikannya sebagai moderator (1995-2003).

Selama bersama kelompok doa ini, Pastor Michel telah membuat para anggota lebih mengerti arti hidup sebagai umat Allah. Maka, kepulangan Pastor Michel ke Belgia karena pensiun sungguh dialami sebagai kehilangan. Namun, Tuhan selalu memberikan yang terbaik. Seorang bapak yang penuh kasih dan lembut menggantikan beliau, yaitu Pastor Paul Catry CICM. Tidak lama beliau menjadi pendamping, cuma sekitar dua tahun (2004-2006). Walaupun demikian, selama kurun waktu itu kelompok doa ini telah melewati hari-hari yang indah dan penuh cinta kasih. Ikatan persaudaraan kelompok terasa lebih erat lagi setelah ziarah bersama ke Rawaseneng, Sendangsono, Candi Hati Kudus Yesus, melalui Seminarium Anging Mammiri, Yogyakarta. Pada bulan November 2006 beliau meninggalkan Makassar dan kelompok doa Dominica In Sabbato karena sudah saatnya untuk pensiun dan harus kembali ke Belgia.

Pastor Matheus Bakolu Pr menggantikan beliau sebagai moderator hanya untuk beberapa bulan, karena beliau harus pindah ke Kendari setelah diangkat menjadi Vikep Sultra. Namun, beliau meninggalkan kenang-kenangan berupa kumpulan doa yang telah diedit kembali sehingga menjadi buku yang rapi dan digunakan sampai sekarang. Selain itu, beliau akan selalu dikenang sebagai seorang yang sangat humoris.
Pada saat ini kami didampingi oleh Pastor Willibrordus Welle Pr sebagai moderator. Selain didampingi oleh moderator-moderator tersebut, kelompok doa ini juga pernah didampingi oleh 2 orang penasehat, yaitu Sr. Wilhelmine Bhato CIJ (1989-1994) dan Sr. Emanuella Limpulus JMJ (1994-2004). Sungguh merupakan berkat yang istimewa, bahwa para anggota kelompok doa ini dapat belajar banyak dari kehidupan biarawati yang penuh dengan kasih dan tanggung jawab, taat pada tarekatnya, selalu menceritakan hal-hal positif.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok doa ini adalah:
Mengadakan rekoleksi pada masa Prapaska dan masa Adven
Mengirim bingkisan Natal bagi para Imam di paroki-paroki yang susah dijangkau.
Mencari dana lewat dapur berjalan dan membuat parsel (1990-1998) untuk: membantu seorang anak gadis yang menderita kanker otak, membantu pembangunan gereja stasi, membantu pengadaan air bersih untuk Pastoran Sangalla’, membantu pengadaan dana untuk para korban kerusuhan 15 Mei 1997, membantu pengumpulan dan pengiriman beras, minyak dan bahan pokok lain untuk para korban bencana alam di Wamena
Mengadakan kursus menjahit bagi anak-anak putus sekolah dan ibu rumah tangga (1995-1997)
Menyalurkan sumbangan dari umat untuk para Imam, berupa sepatu, jaket, kompor, jas hujan dan alat dapur bagi Imam yang bertugas di pedalaman
Membantu kegiatan Imam Projo untuk menyukseskan MUSYAWARAH NASIONAL UNIO IX di Makassar pada tahun 2008
Mengadakan acara rekreasi bersama dengan para Imam KAMS di Tanjung Bayang

Semuanya ini dapat dilakukan dengan baik dan kompak berkat kasih ALLAH yang telah memberikan para moderator imam dan suster-suster penasehat yang dengan setia membimbing.

Membantu perawatan seorang bayi laki laki yang sejak lahir ditinggalkan oleh orangtuanya di RS Stella Maris. Suatu hari pada bulan Oktober 2004 Sr. Emanuella bercerita tentang anak tersebut. Dia lahir dalam keadaan cacat, yakni bibir sumbing, sehingga perlu perawatan khusus yang menuntut banyak biaya. Awalnya perawat rumah sakit menanganinya. Kemudian ada kesepakatan di antara para anggota untuk menanggulangi biaya operasi serta biaya hidupnya. Bayi tersebut diberi nama Dominikus. Hingga hari ini Dominikus menjadi tanggungan bersama kelompok ini. Karena kasih TUHAN melalui para donatur, Dominikus telah menjalani tiga kali operasi. Dan untuk menjamin kebutuhan sekarang dan masa depannya, dibukalah suatu penggalangan dana dengan nama Dompet Domi.
Kini Dominikus tinggal di Manado dalam asuhan orang tua yang sangat menyayanginya dan masih merupakan saudara dari Sr. Emanuella Limpulus JMJ.

Demikianlah sekilas perjalanan kelompok doa Dominica in Sabbato. *** Sumber: Mimi Tanyadji.

Rumah Sakit Fatima Pare-pare

Sejarah awal berdirinya RS Fatima mulai dirintis pada 1953 oleh seorang suster tarekat Biarawati Karya Kesehatan yaitu dr. Anna Dengel. Kepala Daerah Kotamadya Parepare waktu itu mengundang para suster-suster BKK yang bekerja di Ujung Pandang (sekarang ini Makassar) untuk memulai satu Klinik Bersalin.

Pada 26 April 1954 Sr. Elisabeth Hammelder, BKK dan Sr. Theresia van Ham, BKK sebagai utusan BKK ke Parepare dan mulai bekerja di Pastoran Jl. Veteran Parepare. Dari hasil kerja keras mereka, maka didirikanlah satu bangsal untuk ibu dan bayi. Atas kerjasama dengan Pastor van Schaik, maka pada 1 Mei 1954 bangsal tersebut resmi berstatus sebagai RS Bersalin.

Setahun kemudian (1955) mulailah gedung RS Bersalin yang sederhana dibangun tidak jauh dari Pastoran di atas tanah pemberian Pemerintah Kotamadya Parepare.

Pada 15 April 1956 peletakan batu pertama oleh Sr. Dr. Anna Dengel sebagai pendiri BKK, pembangunan gedung tersebut dibantu oleh Kementerian Sosial dari Jakarta sebesar Rp 500.000.-.

Pada 1957 menambah jumlah kelompok suster dan kehadiran seorang dokter wanita yaitu dr.A. Speetjens untuk menambah bangsal anak-anak dan pelayanan pengobatan kusta di Lauleng (daerah sekitar perbatasan Pinrang, Parepare).

Tahun 1958, Pastor Dr. G.A.E. De Baets CICM (Dokter Pemerintah) ikut juga membantu pelayanan Kesehatan di RS Fatima Parepare khususnya pengobatan kusta di Lauleng. Di antara dokter dari RS Fatima Parepare, dr. Teresita Camomot BKK yang pertama melakukan operasi rehabilitasi untuk penderita kusta di bawah bimbingan dr. Berbudi dari Ujung Pandang.

Tahun 1963 Pembangunan tahap III berupa Poliklinik rumah sakit telah rampung dikerjakan, pelayanan tetap berlangsung secara berkesinambungan, para suster BKK selanjutnya membuka pelayanan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) sebagai kelanjutan dan penegembangan pelayanan kesehatan, maka pada tahun 1966 di Panyanya dibuka unit pelayanan BKIA yang dikoordinir oleh Sr. Vianney untuk orang miskin disekitar Panyanya.

Tahun 1967 berdasarkan surat keputusan pemerintah No.35/Pend/X/1967 diperoleh izin untuk membuka Sekolah Penjenang Kesehatan Tingkat Atas C yang dirintis oleh Sr. Joanna Van Miltenburg BKK.
Tanggal 31 Juni 1968 Institusi Kesehatan R.S. Bersalin berubah status dari RS. Bersalin menjadi R.S. Fatima sesuai SK Menteri Kesehatan RI No.49/B.W/1.0/68 dan Sr.Dr.J. Barten diangkat menjadi Administrator pertama.
Pada tahun 1971 Posisi Administrator rumah sakit diserahkan dan dijabat oleh Sr. Joanna Van Miltenburg BKK yang menggantikan Sr. Dr.J. Barten yang meninggalkan Parepare.

Awal tahun 1973 jabatan administrator dipegang oleh Sr. Angela De Rijk dan memasuki tahun 1974, jabatan administrator diperbaharui menjadi Direktur Umum yang langsung dijabat oleh Sr. Tilde van Mook BKK.

Tahun 1975 Dinas Kesehatan atas nama Pemerintah Kota Parepare menunjuk R.S. Fatima sebagai pelaksana program Post-Partum KB dan pengelolaan RS Fatima semakin berkembang kearah PHC dan membuka UKM yang tugas utamanya mengintensifkan perkunjungan rumah di luar rumah sakit.

Pada 1977, pembangunan renovasi rumah sakit seiring dengan berkembangnya kebutuhan pelayanan dengan melengkapi ruang poli umum, ruang ceramah dan penyuluhan kesehatan, BKIA serta kantor UKM.

Tahun 1979 Posisi Direktur Umum yang dipegang oleh Sr. Tilde Van Mook BKK di serahkan ke rekan se-Biara Sr. dr. Teresita Cammot BKK.
Tahun 1981 jabatan Direktur Umum untuk pertama kalinya dipercayakan kepada seorang awam yakni dr. Albert I. Hendarta, MPH hal tersebut merupakan perubahan besar RS Fatima dimana sebelumnya pimpinan masih didominasi oleh Suster Biara.

Dr. Albert I. Hendarta, MPH sebagai Direktur Utama mulai mengembangkan unit pelayanan dengan membuka pelayanan Radiologi (1982) klnik gigi (1983) dan tahun 1984 konsep marketing rumah sakit mulai dikembangkan bidang promotif dan preventif di luar rumah sakit.
Pada 23 Juli 1984 Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) RS Fatima diresmikan berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.114/Kep/Diklat/Kes/84, di bulan Agustus di tahun yang sama DPH (Dewan Pengurus Harian) mulai berganti personil Sr. Corason de Jesu BKK menjadi kepala Divisi Keuangan. Sr. Theresia Buaeng BKK dan Ibu Yuliana Sitola menggantikan Bapak Ludo The, mereka bertiga menjadi anggota DPH. Istilah DPH waktu itu kira-kira sama dengan Direksi RS. Fatima sekarang ini.

Ada beberapa momen yang penting sehubungan dengan pengembangan gedung, pengembangan pelayanan, pengembangan SDM karyawan karyawati rumah sakit, dan perggantian jabatan dalam kurun waktu antara tahun 1985 s/d 2009.
Pada Minggu, 29 Desember 1985 gedung bangsal Anna dibuka dan diresmikan oleh Kanwil Depkes Prop. Sul-Sel.
Pada 6 April 1986 Biarawati Karya Kesehatan selaku Pengelola dan Pemilik RS Fatima Parepare menyerahkan penuh:
- Kepemilikan RS Fatima Parepare kepada Keuskupan Agung Ujung Pandang.
- Pengelolaan RS Fatima Parepare ke Yayasan Sentosa Ibu.
Penyerahan tersebut disaksikan oleh Uskup Agung Ujung Pandang.

Pada hari Selasa, 8 April 1986 Sr. Corason de Jesu mengundurkan diri dari jabatan sebagai Kepala Divisi Administrasi Keuangan dan diganti oleh Drs. J.A.M. Handrianto W. Sekaligus juga sebagai anggota DPH dan mulai saat itu dipakai istilah anggota Direksi.

Tanggal 29 November 1986 dilakukan serah terima jabatan dari dr. Albert Hendarta,MPH selaku Direktur Umum merangkap Direktur Medis kepada dr. A. Suparto sebagai Direktur Umum dan dr. Paulus Susilo sebagai Direktur Medis.
Pada Februari 1989 Gedung Dapur Umum mulai dibangun dengan mengambil bekas bangunan Kamar Cuci yang lama dan pemberkatan gedung ini dilakukan oleh Pastor J. Henderick, CICM.

Terhitung 1 Januari 1991 karyawan RS Fatima masuk sebagai peserta program DHT KWI (Dana Hari Tua KWI, red.) Jakarta.
Tanggal 26 Juli 1991 Monsiegneur Frans van Roussel CICM, Uskup Agung Makassar meresmikan pemakaian gedung bangsal Bernadeth.
Pada September 1993 bangsal Elisabeth merupakan bangsal Nifas untuk menolong persalinan mulai direnovasi dan mulai rampung seluruhnya tahun 1985.

Pada 10 Maret 2001 Kepemimpinan R.S. Fatima mengalami pergantian dari dr. A.Suparto meletakkan jabatan sebagai Direktur Umum kemudian digantikan oleh dr. L. Rix Ronggani dan sekaligus Yayasan Sentosa Ibu (YSI) sebagai penyelenggara institusi RS Fatima melantik Direksi baru, dr. Ricard A. Kamarullah menjabat Direktur Medis, drg. Merli Gosal sebagai Direktur Penunjang Medis, Sr. Aloysia BKK sebagai Direktur Perawatan, serta Drs. J.A.M. Handrianto W. tetap sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan.
Sabtu, 1 Mei 2004 RS Fatima genap berusia 50 tahun yang merupakan tahun emas sebuah tonggak yang tergolong matang dan dewasa, acara tahun emas diadakan misa syukur, dan diadakan serangkaian acara seremonial yang dihadiri oleh Walikota dan unsur Muspida Kota Parepare.

3 Desember 2005 Kamar Perawatan Kelas III mulai difungsikan untuk merawat pasien kelas III untuk sementara kamar perawatan tersebut diberi nama bangsal Bernadeth II yang sekarang bangsal Maria.
Atas usaha pengurus Yayasan Sentosa Ibu maka pada 15 November 2006 utusan pekerja Sosial dari organisasi PUM Nederland Mrs. Gerda van S. datang untuk melatih karyawan dan Direksi mengenai Manajemen Kepemimpinan dan Manajemen Komunikasi/Komflik yang dijalankan di RS Fatima.

Pada April 2007 diadakan rapat evaluasi pengurus Yayasan Sentosa Ibu dengan Direksi RS Fatima, keesokan harinya dr. L. Rix Ronggani tidak hadir menjalankan tugasnya karena sakit dan berobat baik di Makassar, Jakarta, dan Singapura. Untuk mengisi kekosongan Direktur Umum sementara dijabat drg. Merli Gosal.

Mengingat kondisi dr. L. Rix Ronggani masih menjalani perawatan dan pemulihan serta berakhirnya masa bakti kepengurusan Direksi sehingga pengurus YSI dengan ucapan terima kasih memberhentikan dengan hormat dr. L. Rix Ronggani sebagai Direktur Umum RS Fatima.

Terhitung sejak 31 Agustus 2007 drg. Merli Gosal masih mengambil alih tugas-tugas Direktur Utama untuk sementara waktu sehubungan dengan dr. L. Rix Ronggani masih menjabat Direktur RS Fatima namun mengalami gangguan kesehatan.

Tepat 1 September 2007, Bapak Andreas Lumme,SH,MH. yang bertindak atas nama Yayasan Sentosa Ibu melantik anggota Direksi RS Fatima periode 1 September 2007 s/d 31 Agustus 2011 dengan susunan sebagai berikut :
Anggota Direksi Ex-Officio :
Direktur: drg. Merli Gosal
Wakil Direktur I bagian Medis: dr. Arsiana Leman
Wakil Direktur II bagian Non Medis: Sr. F. Supeni BKK
Anggota Direksi Utusan:
Utusan Bagian Medis: Romauli Hutapea, AMK
Utusan Non Medis : Stanislaus, SE.Ak.

Pada 22 Agustus 2008, Pemberkatan Ruang Kantor Administrasi yang dilakukan oleh Pastor Willem Tulak. Ruang Kantor Administrasi merupakan bekas asrama SPK.
Tanggal 30 Januari 2009 Pemberkatan ruang bangsal Maria dan mulai berfungsi pada tanggal 3 Februari 2009. ***

Kronik KAMS Maret - Mei 2009

2 Maret
Koordinator komisi-komisi KAMS, Vikjen P. Ernesto Amigleo, mengadakan rapat dengan ketua-ketua Komisi menindaklanjuti pertemuan terakhir bulan Desember 2008. rapat diawali dengan pemaparan visi dan misi setiap Komisi, bersama program kerja dan anggaran tahun 2009. Rapat berikut akan diadakan 2 Juni 2009.

3 Maret
Hari ini tepat setahun berpulangnya P. Arie Maitimo. Perayaan ekaristi dipimpin oleh Mgr. John Liku-Ada’ di katedral dan dihadiri para imam, suster, frater dan umat.

Tim survei yang berangkat ke Sulawesi Barat pekan lalu sekarang menju ke Tana Toraja melanjutkan penelitian. Sementara Vikep Makassar P. Jos van Rooy bersama dengan anggota lain ke Tana Toraja untuk tujuan yang sama.

Kabar baik bahwa P. Stef Salenda mengalami pemulihan kesehatan sejak menjalani operasi. Beliau kini dapat lebih rileks dan beristirahat. Peralatan kesehatan yang menemaninya kini sudah dapat dilepaskan.

8 Maret
Vikjen P. Ernesto memimpin perayaan ekaristi dan pemberkatan gedung sementara Paroki Ratu Rosari, Kare, pukul 19.30. Gedung sementara berupa basement dari bangunan yang sementara dibangun. Sejak pemerintah memberikan ijin pembangunan gereja, umat paroki Kare yang dipimpin pastor paroki P. Stefanus Tarigan dan asisten P. Thomas Claudius, telah bekerja keras untuk pembangunan awal gedung.

Setelah misa di Katedral, Bapa Uskup berangkat ke Tana Toraja untuk mengikuti seminar di IKAR besok. Bapa Uskup akan membahas mengenai Inkulturasi dalam budaya Toraja.

14 Maret
Tiga lembaga di bawah Yayasan Sentosa Ibu masa bakti 2009-2014 mengadakan rapat bersama Bapa Uskup dan Sekertaris KAMS di ruang rapat keuskupan. Ketiga organ tersebut: Organ Pembina, Organ Pengawas, dan Organ Pengurus. Agenda yang dibahas: tugas dan kewenangan ketiga organ. Anggota Organ Pembina: P. Hendrik Njiolah, P. Willi Welle, P. Marsel Lolo Tandung, dr. Robertus Boy Arfandy dan Petrus Seer. Anggota Organ Pengawas: Albert Randan, P. Wilhelmus Tulak dan Jerry Santosa. Anggota Organ Pengurus: Andreas Lumme sebagai ketua, dr. Robby Lianury sebagai wakil ketua, drg. Sherly Horax sebagai sekretaris, P. Ernesto Amigleo sebagai bendahara, drg. Elizabeth Rovani-Mailoa, Sr. Lely Kodrata dan Kunradus Kampo sebagai anggota.

15 Maret
P. Paulus Tongli selaku ketua Komisi Kerasulan Awam, bersama P. Marsel Lolo Tandung dan P. Carolus Patampang berkunjung ke paroki-paroki mengadakan kegiatan “Pendidikan Politik” dalam rangka Pemilihan Umum calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kota pada 9 April 2009 dan Pemilu Presiden Juli 2009.

16 Maret
Hari ini dimulai masa kampanye pemilu selama tiga pekan. Parade ke-44 partai politik digelar di seluruh wilayah. Sebelumnya mereka telah membuat kesepakatan untuk mengadakan kampanye pemilu secara damai.

17 Maret
P. Freddy Rante Taruk direktur Karina Makassar mengadakan pertemuan 3 hari bersama wakil-wakil dari setiap Kevikepan di Malino untuk memperkenalkan visi-misi, tujuan dan kegiatan Karina. Karina merupakan nama Caritas Indonesia.

19 Maret
Hari ini tepat 14 tahun lalu Mgr. John Liku-Ada’ ditahbiskan sebagai Uskup Agung KAMS. Semoga Bapa Uskup diberkati dengan kebijaksanaan dan kesehatan yang baik. Sementara itu, pada hari ini juga Bapa Uskup memberkati gedung baru SMU Katolik Rajawali yang dikelola para suster YMY.

Vikjen P. Ernesto hadir dalam acara peresmian dan penyerahan 50 rumah sederhana untuk masyarakat miskin oleh Bapak Gubernur di Tanjung Bunga. Rumah sederhana tersebut dibangun oleh Yayasan Budha Tzu Chi di Makassar dan merupakan langkah awal dalam membantu masyarakat miskin memperoleh tempat tinggal layak. Yayasan ini berjanji akan membangun 500 rumah bagi orang miskin. Bapak Gubernur dalam sambutannya memuji usaha Yayasan Tzu Chi dan kerjasama yang baik dengan pihak militer sehingga karya amal pembangunan rumah untuk orang miskin dapat berjalan baik. Beliau berharap lebih banyak orang kaya mau membantu masyarakat miskin.

21 Maret
Dewan Keuangan periode 2009-2014 dilantik oleh Bapa Uskup dalam perayaan ekaristi yang diadakan di kapel wisma keuskupan. Dalam misa diadakan upacara pengambilan sumpah anggota Dewan Keuangan bahwa mereka akan menjaga dan mengawasi keuangan dan aset KAMS. Pengurus Dewan Keuangan yang dilantik: P. Ernesto Amigleo selaku ketua, P. Willy Welle selaku wakil ketua, P. Yulius Malli selaku sekretaris. John Theodore, Jinhard Kouwagam, Widartiningsih SH dan Kunradus Kampo sebagai anggota.

24 Maret
P. Daru Pancoro CICM berangkat ke Malino untuk mendampingi rekoleksi 3 hari anak-anak SD dari Paroki St. Yoseph Gotong-gotong.

25 Maret
Bapa Uskup dan Ekonom P. Albert Arina berangkat ke Jakarta. Bapa Uskup mengikuti Seminar Aluk, Adat dan Budaya Tallu Lembangna di kantor LIPI Jakarta, sementara P. Albert mengikuti rapat ekonomat keuskupan se-Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan global.

Vikep Makassar mengadakan pertemuan dengan para imam dalam rangka asistensi Perayaan Pekan Suci di paroki-paroki.

26 Maret
Kevikepan Makassar mengadakan Seminar Anti-Narkotika bertema: Kehidupan Beriman tanpa Obat-Obatan Terlarang. Seorang imam Fransiskan diundang sebagai pembicara bersama beberapa dokter. Acara ini digelar di aula sekolah Rajawali.

27 Maret
P. Ernesto selaku pastor kampus Universitas Atma Jaya Makassar memfasilitasi kegiatan Dialog antar-umat Beragama (Damba) selama 2 hari. Peserta berasal dari kalangan umat beragama Islam, Hindu, Budha, Protestan dan Katolik. Salah satu kegiatan Damba adalah mengunjungi rumah-rumah ibadat di kota Makassar.
28 Maret
Dewan Keuangan KAMS 2009-2014 mengadakan rapat pertama untuk membahas tugas-tugas yang dipercayakan oleh Bapa Uskup. Dipimpin oleh P. Ernesto Amigleo sebagai Ketua Dewan Keuangan, mereka mendalami garis-garis besar tugas menurut Kitab Hukum Kanonik dan Pedoman Dasar Dewan Keuangan KAMS.

29 Maret
Komunitas Jedhutun Salvation Ministry (JSM) mengadakan pertemuan bulanan di aula kompleks Rajawali. P. Ernesto sebagai moderator memberikan kotbah dalam acara ini.

2 April
Untuk pertama kali, para imam se-KAMS berkumpul bersama untuk mengadakan rekoleksi dan Misa Krisma di Katedral. Rekoleksi dipimpin oleh Bapa Uskup dengan tema: “Ekaristi dalam hidupku sebagai Imam” bersumber dari buku Scott Hahn berjudul “Lamb’s Supper” dan buku terkenal “Rome Sweet Home”. Setelah konferensi, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok untuk membahas pertanyaan: “Apa makna Ekaristi dalam hidup dan karyaku sebagai imam?” Para imam sharing pengalaman dan kemudian diberi kesempatan untuk menerima Sakramen Tobat pribadi. Sejumlah 50 imam hadir dari Kevikepan Makassar, beberapa dari Kevikepan Tana Toraja, Luwu dan Sultra.
Malam hari, 60 imam merayakan Misa Krisma yang dipimpin oleh Mgr. John Liku-Ada’, didampingi Vikjen P. Ernesto, Vikep Luwu P. Christoforus Sumarandak MSC, di gereja Katedral. Misa Krisma diadakan sepekan lebih awal karena sebagaimana dikatakan Bapa Uskup, para imam sangat sibuk sepanjang Pekan Suci untuk menyiapkan Tri Hari Suci.

4 April
P. Stef Salenda menjalani operasi selama 3-4 jam. Puji Tuhan, operasi berjalan dengan baik.

9 April
Hari ini diadakan pemilu legislatif: DPR, DPRD Tingkat I dan II, DPD. Masyarakat berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara untuk menyuarakan pilihannya.

12 April
Selamat Hari Raya Paskah! Semoga rahmat kebangkitan Yesus Kristus memenuhi hidup kita dengan sukacita dan menyertai kita selalu.

16 April
Dewan Konsultor KAMS berkumpul bersama Bapa Uskup untuk membahas al. penempatan personel imam.

17 April
Dewan Keuangan mengadakan pertemuan untuk mempelajari dan mengevaluasi Laporan Keuangan KAMS 2008. Ketua Dewan Keuangan P. Ernesto memimpin rapat ini.

18 April
Hari ini menandai 20 tahun berdirinya Kelompok Doa “Dominica in Sabbato”. Kelompok ini terdiri atas para perempuan yang berkumpul setiap Sabtu pagi di kapel wisma keuskupan untuk berdoa bagi para imam, suster dan frater dan para calon imam dan religius. Mereka tidak hanya berdoa, juga melakukan karya amal. Bapa Uskup memimpin misa konselebrasi di Paroki St. Yakobus Mariso bersama P. Willi Welle sebagai Moderator Dominica in Sabbato, dan P. Isidorus. Dihadiri sekitar seratus seminaris, beberapa imam dan biarawan, termasuk Frater HHK dan keluarga para religius. Setelah misa diadakan resepsi di aula Seminari. Ibu Mimi, ketua kelompok doa, menjelaskan sejarah singkat Dominica in Sabbato, dilanjutkan sambutan moderator. Bapa Uskup juga memberikan ucapan selamat dan terimakasih atas kesetiaan mereka mendoakan para imam, religius, juga untuk panggilan.

19 April
Hari ulangtahun ke-4 terpilihnya Paus Benediktus XVI dirayakan di KAMS sehari sebelumnya, digabungkan dengan Perayaan HUT ke-20 Dominica in Sabbato di Seminari Petrus Claver.

Marriage Encounter distrik IX Makassar mengadakan Perayaan Paskah di Baruga Kare. Moderator P. Paulus Tongli memimpin perayaan ekaristi, kemudian dilanjutkan dengan permainan, rekreasi dan santap bersama.

Misa Arwah malam ke-100 korban tenggelamnya KM Teratai Prima di perairan Majene dipimpin Bapa Uskup pada malam hari untuk mendoakan para korban di gereja Katedral. Di antara mereka terdapat 40-50 umat Katolik dari Suppirang dan sekitarnya. Semoga mereka beristirahat dalam damai.


20 April
Tim Panggilan yang dipimpin P. Victor Pattinggi berkumpul untuk membahas kegiatan Minggu Panggilan. P. Daru Pancoro dan P. Lasber Sinaga CICM ikut serta dalam kegiatan ini.

22 April
Bapa Uskup, Sekretaris, Ketua Komisi Pendidikan, Ketua Komisi Kateketik KAMS bertemu dengan P. Robert Rimmin SJ, antara lain membicarakan bantuan dari SJ (Serikat Jesus) untuk Pendidikan Nilai di sekolah-sekolah Katolik di KAMS.

Bapa Uskup dan Sekretaris KAMS menerima kunjungan DPU Frater HHK.

24 April
Dalam rangka pergantian rektor Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM) pada 1 Juni 2009, sebuah panitia persiapan mengadakan pertemuan untuk mendengarkan pemaparan visi, misi dan program kerja tiga kandidat rektor baru selama 4 tahun. Kegiatan ini diikuti oleh peserta: Yayasan, staf, para dosen, pegawai dan mahasiswa UAJM. Ketiga kandidat rektor: P. Felix Layadi, pastor paroki St. Yoseph Polewali dan mantan Pengurus Harian Yayasan Atma Jaya Makassar; Wilhalminus Sombolayuk, dekan Fakultas Ekonomi; dan Dr. Ir. Cherly Tanamal MSi., dekan Fakultas Pertanian. Senat Universitas kemudian memilih dua kandidat dan mengusulkan kepada Yayasan yang akhirnya memutuskan siapa yang menjadi rektor berikutnya.

28 April
Komisi Kateketik mengadakan Seminar tiga hari di baruga Kare untuk wilayah gerejani Ambon, Makassar dan Manado dengan tema: Kerasulan Kitab Suci bagi Anak dan Kaum Muda”. Turut hadir dalam acara ini Uskup Manado Mgr. Jos Suwatan MSC yang sekaligus Ketua Komisi Kateketik KWI, serta dua orang narasumber dari Lembaga Biblika Jakarta.

30 April
Pada penutupan Seminar Kateketik, Bapa Uskup Mgr. John Liku Ada’ memimpin perayaan ekaristi bersama Mgr. Jos Suwatan di baruga Kare.

Perayaan 14 tahun imamat P. Kamelus Kamus dan P. Stefanus Tarigan CICM dirayakan di kapel novisiat Sang Tunas.

1 Mei
Pagi hari ketiga organ Yayasan Sentosa Ibu berangkat ke Parepare untuk mengikuti perayaan ulangtahun ke-55 RS Fatima. Ketiga organ: Organ Pembina, Organ Pengawas dan Organ Pengurus. Dalam perayaan ekaristi bertema: “Kita Dipanggil untuk Melayani”, Ketua Organ Pembina P. Hendrik Njiolah sebagai selebran utama, didampingi P. Willy Welle dan P. Ernesto. Para suster Biarawati Karya Kesehatan (BKK) beserta Provinsial Superior Sr. Lely BKK hadir dalam acara ini. Dalam suatu upacara sederhana, kepala RS drg Merly Gosal memberikan sambutan mengenai perkembangan terakhir RS. Kemudian penghargaan diberikan kepada karyawan yang telah mengabdi selama 10, 15, 20, 25 dan 35 tahun. Setelah itu Organ Pengurus mengadakan pertemuan selama 2 hari.

Hari ini Pesta St. Yoseph, pelindung Paroki Gotong-gotong. Misa dipimpin P. Hendrik Njiolah didampingi asisten P. Agus Tikupasang. Setelah misa, diadakan fancy fair di halaman gereja.

2 Mei
Komisi Kepemudaan KAMS mengadakan Perayaan Paskah se-Kevikepan dengan tema “Bersatu dalam Keberagaman” di halaman kompleks Rajawali pada pukul 17.00. Bapa Uskup memimpin perayaan ekaristi yang dihadiri sekitar 1000 kaum muda.

3 Mei
Dalam rangka Minggu Panggilan, Tim Panggilan mengunjungi Paroki Mamajang dan mengikuti Perayaan Ekaristi yang dipimpin P. Yohanes Rawung MSC. Homili diberikan P. Lasber Sinaga, P. Yohanes Rawung dan seorang biarawati. Setelah misa, diadakan sebuah acara singkat. P. Daru ikut terlibat di dalamnya.

5-7 Mei
Sore hari menjelang Rapat Dewan Imam, Bapa Uskup menerima kunjungan Bapak Kapolda Sulselbar, Irjenpol Mathius Salempang, bersama Bpk Hermawan Kartajaya di hotel Santika Makassar.

Rapat Dewan Imam yang dipimpin Bapa Uskup diadakan di Santika Jl. Hasanuddin, 40 mengingat tempat yang dipakai selama ini yakni Baruga Kare bertepatan dipakai kelompok lain. Rapat diawali dengan misa yang dipimpin Vikjen P. Ernesto. Tujuan rapat adalah mendalami hasil survei yang dipresentasikan oleh Hermawan Kartajaya dan Sdr. Christofel. Untuk itu, dua narasumber menyajikan temuan dan hasil survei keluarga-keluarga Katolik se-KAMS ke dalam 4 tema: Keluarga, Pendidikan, Politik dan Sosial Ekonomi. Hermawan Kartajaya menantang semuanya untuk membuat terobosan dalam pendekatan pastoral. Perlu mengadakan perubahan paradigma cara berpikir, sikap dan pendekatan pastoral.

7 Mei
P. Ignas Sudaryanto CICM tiba di Makassar untuk penugasan baru sebagai Pastor Kampus UAJM, menggantikan P. Ernesto yang telah bertugas selama 10 tahun sebagai Pastor Kampus UAJM. Selain itu. P. Ignas juga ditugaskan sebagai Ketua Komisi Keluarga KAMS, menggantikan P. Jos van Rooy yang menjadi anggota Komisi Keluarga.
Sementara itu, P. Frans Nipa berangkat ke Toraja untuk mengajar di STIKPAR.

8 Mei
Hari ini diadakan upacara pelantikan Walikota Makassar periode 2009-2014: Walikota Ilham Arief Sirajuddin dan Wakil Walikota Supomo Guntur. Bapa Uskup turut menghadiri upacara pelantikan Walikota yang diadakan di Karebosi.

P. Paulus Tongli, P. Frans Tandipau, P. John da Cunha, Paulus Palondongan dan Petrus Simido berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Pelatihan untuk Sertifikasi Guru Agama Katolik.

9 Mei
Peziarahan ke Gua Maria di Soppeng dimulai hari ini dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin Bapa Uskup. Ratusan peziarah dari Makassar dan sekitar Soppeng berkumpul bersama di Soppeng.

12 Mei
Bapa Uskup berangkat ke Jakarta untuk Rapat Presidium KWI dan Perayaan Paskah PUKAT se-Jabotabek. Tema Perayaan Paskah “Saatnya Bertindak dan Berubah”.

16-17 Mei
P. Paulus Tongli berangkat ke Jakarta untuk Rapat Komisi Kerasulan Awam di Jakarta.

19 Mei
Para ketua Komisi yang dipimpin oleh Vikjen, bersama Sekretaris dan Ekonom KAMS mengadakan pertemuan dengan pegawai KAMS untuk membahas rancangan “Peraturan Pegawai Kantor KAMS”. Dirasa perlu penyusunan sebuah peraturan untuk menata pola kerja perkantoran di kantor Keuskupan.

Setelah beberapa waktu menjalani perawatan kesehatan di Makassar, P. Stef Salenda pulang ke Tana Toraja.

20 Mei
Di UAJM diadakan Perayaan Ekaristi yang dipimpin P. Ernesto didampingi Pastor Kampus UAJM yang baru P. Ignas Sudaryanto CICM, dihadiri mahasiswa yang baru lulus, rektor dan para pembantu rektor, dekan, dosen dan karyawan UAJM.

21 Mei
Hari ini Pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, Bapa Uskup menerimakan Sakramen Krisma kepada 47 umat di Paroki Kristus Raja Andalas.

22 Mei
Kuria dan Dewan Keuangan KAMS mengadakan pertemuan membahas beberapa masalah pertanahan yang disajikan oleh Ekonom P. Albert Arina.

23 Mei
Sejumlah 259 lulusan UAJM diwisuda dalam Upacara Wisuda XXII. Dalam upacara ini Bapa Uskup menyampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan dan civitas academica UAJM. Beliau mendorong agar para wisudawan tidak hanya menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah namun juga menjunjung nilai-nilai moral etika yang diperoleh dari almamater.

24 Mei
Bapa Uskup menerimakan Sakramen Krisma kepada 90 umat di Paroki St. Yoseph Gotong-gotong.

25 Mei
Bimas Katolik Departemen Agama mengadakan pertemuan 3 hari para dosen kuliah agama katolik wilayah Makassar, Ambon, Manado, di hotel Yasmin. P. Paulus Tongli dan Ishak Ngeljaratan tampil sebagai pembicara.

30 Mei
Pastor Mahasiswa P. John da Cunha memfasilitasi rekoleksi mahasiswa bertempat di Sentrum Pastoral Kevikepan Makassar Jl. Serui. Kegiatan ini diikuti sekitar 40 mahasiswa katolik dan diawali dengan misa yang dipimpin Vikjen P. Ernesto. Vikjen menjelaskan mengenai Komunitas Basis Gerejani dan mengajak para mahasiswa untuk menghidupinya.

Dalam rangka pergantian rektor UAJM, diadakan rekoleksi 2 hari di Malino yang dibimbing oleh P. Ernesto. Turut hadir pastor kampus yang baru P. Ignatius Sudaryanto CICM.

31 Mei
Hari ini Hari raya Pentakosta. Bapa Uskup memberikan Sakramen Krisma kepada sejumlah umat di Paroki Katedral. Sementara Vikep Makassar memberikan Sakramen Krisma kepada 90 umat di Paroki St. Paulus Tello.