Sabtu, 03 Oktober 2009

Cover Koinonia edisi Vol.4 no.4


Mengenal FABC

Dari tanggal 10 s/d 16 Agustus 2009 yang lalu berlangsung Sidang Pleno IX FABC di Manila, Filipina. Dari Indonesia hadir 4 Uskup perutusan: Mgr. Martinus Dogma Situmorang OFMCap (Ketua KWI), Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Mgr. Leo Laba Ladjar OFM., dan saya. Menurut Statuta FABC, Ketua Konferensi ex officio menjadi peserta Sidang Pleno. Sedangkan peserta lainnya dipilih oleh Konferensi Uskup yang bersangkutan, berdasarkan ketentuan jumlah Keuskupan dalam Konferensi ybs.: 1-30 Keuskupan diwakili 2 utusan; 31-45 Keuskupan diwakili 3 utusan; 46-60 diwakili 4 utusan; 60 ke atas 6 utusan. Demikianlah, KWI yang beranggotakan 37 Keuskupan berhak diwakili 3 utusan. Sebetulnya setiap Kardinal selalu mendapat undangan khusus menghadiri Sidang Pleno. Tetapi karena halangan kesehatan, Rm. Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja SJ kali ini absen.

Setiap Sidang Pleno, yang memilih tema tertentu, biasanya mengeluarkan dua dokumen utama. Yang pertama, lebih singkat, berupa Pesan Sidang (Message); yang kedua, lebih panjang, adalah naskah lengkap hasil Sidang. Sidang Pleno IX baru-baru ini memilih tema “Living the Eucharist in Asia” (“Menghayati Ekaristi di Asia”). Karena tema ini sangat penting dan aktual bagi setiap umat katolik di Asia, maka Pesan Sidang Pleno IX tersebut dimuat secara lengkap dalam edisi KOINONIA kita kali ini. Diharapkan bahwa kita bersedia menyisihkan waktu untuk membacanya secara cermat dan mencamkannya. Dengan demikian Ekaristi, yang disebut sumber dan puncak hidup orang Katolik, semakin bermakna dalam kehidupan imani kita sehari-hari. Kecuali itu, kata orang, “Tak kenal, maka tak sayang”. Maka di bawah ini disajikan beberapa informasi sekitar FABC, agar kita semakin mengenal dan mencintainya.

SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA FABC
FABC adalah singkatan dari Federation of Asian Bishops’ Conferences, “Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia”. Awalmula keberadaan FABC dapat ditelusuri ke belakang, saat berlangsungnya Konsili Vatikan II. Ketika itu banyak Uskup Asia bertemu untuk pertama kali. Persahabatan mulai terbentuk, dan suatu kesadaran akan identitas yang sama membawa pada gagasan membentuk sejenis organisasi yang dapat memungkinkan terwujudnya interaksi berkelanjutan.

Kunjungan Paus Paulus VI ke Manila di tahun 1970 menjadi kesempatan suatu pertemuan yang dapat disebut “Pertemuan Para Uskup Asia” (Asian Bishops Meeting, disingkat ABM). Tema yang dipilih untuk pertemuan tersebut adalah Populorum Progressio (Kemajuan Bangsa-Bangsa), tema ensiklik Paus Paulus VI yang baru saja dikeluarkan. Selama berlangsungnya ABM, kebutuhan akan suatu struktur permanen untuk mempersatukan para Uskup dari berbagai negara Asia semakin dirasakan. Maka diadakanlah sebuah pertemuan khusus selama berlangsungya ABM, dan sebuah “team tindaklanjut” diberi mandat untuk mengadakan pertemuan “Para Ketua Konferensi Waligereja”.

Pada bulan Maret 1971 pertemuan pertama para Ketua Konferensi diadakan di Hong Kong. Pokok utama dalam agenda pertemuan tersebut adalah diskusi mengenai hakekat, sasaran dan bidang cakupan Federasi Konferensi-Konferensi Para Waligereja Asia yang diusulkan, serta rancangan seperangkat Statuta. Statuta disetujui oleh Roma pada bulan November 1972, dan dengan demikian FABC resmi terbentuk.

HAKEKAT FABC (Statuta Bab 1, Psl. 1)
FABC adalah sebuah asosiasi sukarela Konferensi-Konferensi para Waligereja di Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Tengah, yang dibentuk atas persetujuan Takhta Suci. Tujuannya ialah membantu memperkembangkan solidaritas dan ko-responsibilitas antar para anggota, demi kesejahteraan Gereja dan masyarakat di Asia, dan memajukan serta membela kepentingan/kebaikan yang lebih besar.
Keputusan-keputusan Federasi tidak mempunyai daya mengikat secara yuridis; penerimaannya merupakan suatu ungkapan tanggungjawab kolegial.

FUNGSI UTAMA FABC (Statuta Bab 1, Psl 2)
1. Mempelajari cara-cara dan sarana-sarana kerasulan, khususnya dalam terang Vatikan II dan dokumen-dokumen resmi post-Vatikan II, dan sesuai dengan kebutuhan Asia;
2. Berusaha untuk dan mengintensifkan kehadiran dinamis Gereja dalam pembangunan utuh-menyeluruh penduduk Asia;
3. Membantu dalam mempelajari masalah-masalah kepentingan bersama untuk Gereja di Asia, dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan jalan keluar serta tindakan terkoordinir;
4. Memajukan inter-komunikasi dan kerjasama di antara Gereja-Gereja lokal dan para Uskup Asia;
5. Memberikan pelayanan kepada Konferensi-Konferensi Waligereja Asia, demi membantu mereka menjawab secara lebih baik kebutuhan-kebutuhan Umat Allah;
6. Membantu pengembangan penataan lebih baik organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan dalam Gereja pada tingkat internasional;
7. Membantu memperkembangkan komunikasi dan kerjasama ekumenis dan antar-agama.

ANGGOTA FABC
Dibedakan dua macam anggota: (1) anggota dari Konferensi Waligereja dan (2) anggota dari Gereja lokal yang tidak/belum tergabung dalam sebuah Konferensi, disebut ‘Associate Member’. Dewasa ini FABC mempunyai 18 anggota Konferensi Waligereja: Bangladesh (CBCB); CBCI, India; CCBI, India; Syro Malabar, India; Syro-Malankara, India; Indonesia (KWI); Jepang (CBCJ); Kazakhstan (KKEK); Korea (CBCK); Laos-Kambodia (CELAC); Malaysia-Singapura-Brunei (CBCMSB); Myanmar (CBCM); Pakistan (CBCP); Filipina (CBCP); Sri Lanka (CBCSL); Taiwan (CRBC); Thailand (CBCT); Viet Nam (CBCVN).

Sedangkan Associate Members ada 11: Hong Kong S.A.R.; Macau S.A.R.; Timor L’este; Nepal; Uzbekistan; Tadjikistan; Kyrgystan; Turkmenistan, Mongolia; Irkutsk, Siberia; dan Novosibirsk, Siberia.

ORGANISASI FABC
a. Komite Pusat (Central Committee)
Komite Pusat terdiri dari para Ketua Konferensi Waligereja anggota. Komite ini bertugas mengawasi tindaklanjut resolusi-resolusi dan instruksi-instruksi yang dikeluarkan oleh Sidang Pleno. Komite ini mengadakan rapat setiap dua tahun.

b. Komite Tetap (Standing Committee)
Panitia ini terdiri dari 5 Uskup yang dipilih dari berbagai bagian Asia; bertugas menindaklanjuti resolusi-resolusi dan instruksi-instruksi dari Komite Pusat. Komite ini juga mendampingi dan memberi dukungan langsung kepada Sekretariat Jenderal dan organ-organ lain FABC.

c. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal merupakan agen pelayanan utama FABC, menjadi alat koordinasi dalam FABC dan dengan pihak luar. Hingga kini berkedudukan di Hong Kong.

d. Departemen (offices)
Untuk membantu Sekretariat Jenderal ada 9 offices, yang masing-masingnya menangani pelayanan khusus/bidang perhatian tertentu. Ke-9 Departemen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Departemen Evangelisasi; termasuk di bawah Departemen ini Bidang Urusan (Desk) Liturgi; (2) Departemen Pendidikan dan Pembinaan Iman; (3) Departemen untuk Urusan Ekumenis dan Antar-Agama; (4) Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia; (5) Departemen Kaum Awam dan Keluarga; Departemen ini juga membawahi 3 Desks: Komunitas Basis Gerejawi; Kaum Perempuan; dan Kaum Muda; (6) Departemen Komunikasi Sosial; (7) Departemen Teologi; (8) Departemen untuk para Klerus; dan (9) Departemen untuk Hidup Bakti.

e. Sidang Pleno
Sidang Pleno merupakan badan tertinggi FABC. Semua Komite dan Departemen bertanggungjawab terhadap Sidang Pleno. Hanya Sidang Pleno yang memiliki wewenang dan hak membuat atau mengesahkan perubahan konstitusional dan menyetujui kebijakan-kebijakan penting serta perubahan struktural. Sidang Pleno secara biasa diadakan setiap 4 tahun. Takhta Suci dimohon mengirimkan utusan khusus ke setiap Sidang Pleno.

DARI SIDANG PLENO I KE SIDANG PLENO IX
Sidang Pleno I FABC diadakan tahun 1974 di Taipei, Taiwan. Tema yang dipilih, “Evangelisasi di Asia Zaman Modern”. Dari Sidang Pleno I inilah lahir paradigma “tri-dialog” yang terkenal itu: dialog dengan budaya-budaya Asia, dialog dengan agama-agama Asia, dan dialog dengan kaum miskin Asia. Sebagaimana mungkin kita ketahui, pada tahun-tahun selanjutnya bahkan sampai sekarang ini, tri-dialog ini menentukan arah perutusan dan pastoral Gereja di Asia. Paradigma tri-dialog tersebut merupakan jawaban pastoral yang relevan kontekstual di Asia. Karena Asia adalah sebuah benua mahaluas, kaya dengan aneka-ragam budaya berusia sangat panjang, di mana semua agama besar dunia lahir, di mana tinggal sekitar dua per tiga penduduk bumi yang sebagian besarnya hidup dalam kemiskinan materiil.

Sidang Pleno FABC II berlangsung di Calcutta, India, pada tahun 1978 dan mengambil tema “Doa sebagai Kehidupan Gereja”. Selanjutnya, tahun 1982 Sidang Pleno III di Samphran, Thailand, dengan tema “Gereja sebagai Komunitas Iman”. Tahun 1986 Sidang Pleno IV di Tokyo, Jepang, menggumuli tema “Panggilan dan Perutusan Kaum Awam”. Sidang Pleno V tahun 1990, dengan tema “Cara Baru (Hidup) Menggereja”, bertempat di Bandung, Indonesia. Sedangkan “Kemuridan sebagai Pelayanan kepada Hidup” menjadi tema Sidang Pleno VI di Manila, 1995. Sidang Pleno VII kembali diadakan di Samphran, tahun 2000, memperbincangkan tema “Gereja yang Diperbaharui – Misi Kasih dan Pelayanan”. Empat tahun kemudian (2004), Sidang Pleno VIII di Daejeon, Korsel, membicarakan tema “Keluarga Asia Menuju Budaya Hidup Terintegrasi”.

Dan dengan demikian kita tiba kembali pada Sidang Pleno IX, yang sudah disinggung di depan. Tema Sidang Pleno IX, “Menghayati Ekaristi di Asia”, diputuskan dalam pertemuan Komite Pusat pada November 2005. Tema tersebut dipilih sebagai follow up Sinode para Uskup di Roma tentang Ekaristi. Di Sinode tentang Ekaristi itu ditekankan pula kehadiran Allah dalam Sabda, di samping kehadiran dalam Roti. Para Ketua Konferensi, yang tergabung dalam Komite Pusat, menginginkan agar kedua realitas itu direnungi dalam Sidang Pleno yang akan datang dalam konteks Asia. Dimulailah proses persiapan, yang akhirnya menghasilkan sebuah draft final Kertas Kerja. Dokumen ini selanjutnya dikirimkan kepada masing-masing delegasi, dan setiap Konferensi Waligereja diminta mempersiapkan intervensi 10-menit di Sidang Pleno nanti. Di Sidang Pleno sendiri, setelah presentasi Kertas Kerja lalu mengikut intervensi masing-masing Konferensi Waligereja. Selanjutnya menyusul diskusi Kelompok Regional, lalu diplenokan, kemudian masuk lagi ke diskusi Kelompok Interregional. Begitu kaya dan bervariasinya masukan-masukan yang harus ditampung, sehingga draft final Kertas Kerja harus dirombak sama sekali dan struktur juga harus diubah. Ini membuat SC/Tim Perumus tidak sempat menyelesaikan draft dokumen final. Maka dalam diskusi pleno terakhir dokumen yang disetujui hanya berupa skema rinci. Tim Perumus akan menyusun naskah lengkap yang akan dimintakan persetujuan/pengesahan dalam rapat Komite Pusat November 2009. Namun, sebagaimana sudah muncul dalam PESAN Sidang Pleno, sejumlah pokok penting dan relevan pada konteks Asia digaris-bawahi. Khusus menyangkut penekanan kehadiran Allah dalam Sabda, ditegaskan bahwa hal itu sepenuhnya relevan pada budaya religius Asia. Dan tidak boleh dilupakan bahwa kehadiran Kristus dalam Roti (dan Anggur) adalah berkat Sabda Yesus atasnya pada Perjamuan Terakhir. Dengan demikian kehadiran Allah dalam Sabda dan Roti disatukan menjadi sebuah kisah atau cerita kehidupan. Maka dalam upaya untuk semakin menampilkan ‘wajah Asia Yesus’ pewartaan di Asia perlu lebih mengambil bentuk cerita atau kisah. Kongres Misi Asia I di Chiang Mai, Thailand, Oktober 2006, telah memusatkan perhatian pada pokok ini, dengan mengambil tema “Kisah Yesus di Asia: Perayaan Iman dan Hidup”. Sedemikian itu maka paradigma “tri-dialog” kini dan selanjutnya dilengkapi dengan paradigma “cerita”, sebagai metode khas Asia mewartakan dan mewariskan iman akan Yesus Kristus.

Selain menggumuli tema “Menghayati Ekaristi di Asia”, Sidang Pleno IX FABC juga merampungkan amandemen Statutanya, mendengarkan laporan-laporan Departemen/Desk dalam lingkungan FABC, intervensi sejumlah Konferensi Waligereja tentang situasi khusus di negara mereka, presentasi Radio Veritas Asia, dan beberapa kegiatan lain. Salah satu hal yang sangat mengesan dari sidang paripurna ini ialah kepiawaian Panitia mengintegrasikan doa dan liturgi ke dalam keseluruhan kegiatan persidangan, sehingga Sidang Pleno ini tidak hanya merupakan kegiatan berefleksi dan berdiskusi, melainkan juga merupakan perayaan iman yang hidup. Buku Panduan Liturgi lengkap sesuai tema dari hari ke hari telah tersedia. Liturgi Ekaristi dirayakan selain menurut ritus Latin, juga ada dalam ritus Syro-Malabar dan Syro-Malankara. Doa-doa bervariasi, termasuk doa ala Taize, berpusat pada adorasi kontemplatif Sakramen Mahakudus. Kecuali Misa Pembukaan yang dilangsungkan di Katedral Manila dan dihadiri banyak umat, yang juga tidak kalah mengesan adalah pertemuan dengan komunitas umat setempat yang dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi bersama pada malam Minggu, 15 Agustus 2009, Pesta “Maria Diangkat Ke Surga”. Kami dibagi dalam kelompok-kelompok 7-8 orang. Kelompok saya, di dalamnya termasuk antara lain Uskup Agung Tokyo, Uskup Agung Goa, Uskup Agung Adelaide (Ketua Konferensi Waligereja Australia), mendapat paroki “Our Lady of Peace and Good Voyage”, Tondo- Manila, bagian paling kumuh dan miskin dari Kota Manila. Jumlah umatnya, menurut Pastor Paroki, mencapai 86.000, yang walaupun umumnya hidup dalam kemiskinan tetapi senantiasa bergembira dalam iman.

Seluruh kegiatan setiap hari diakhiri malam hari dengan “social gathering”, rekreasi bersama yang semakin mewarnai suasana persaudaraan di antara para peserta, sebuah pengalaman mengesan lainnya yang tak mudah terlupakan!


Makassar, 09-09-‘09


+ John Liku-Ada’

Pesan Sidang Pleno IX FABC Manila, Filipina, 10-16 Agustus 2009

Kami, 117 peserta, para Uskup Katolik se-Asia, bersama dengan utusan Sri Paus yaitu Kardinal Francis Arinze, Uskup Agung Robert Sarah, Sekretaris Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa dan Utusan-utusan persaudaraan dari Konferensi Para Uskup lain (Australia, Kanada, Amerika Serikat, Spanyol dan Konfrensi para Uskup Katolik Oceania), para fungsionaris dalam lingkungan FABC, serta perwakilan dari mitra pendana (Missio, Misereor dan Stichting Porticus), wakil Konferensi Kristen Asia- berkumpul di Manila untuk Sidang Pleno IX dari FABC(10-16 Agustus). Dengan perhatian pastoral yang besar, kami datang berkumpul bersama untuk merayakan, berdoa, merenungkan dan dengan disermen dan menyediakan orientasi-orientasi pastoral dan rekomendasi-rekomendasi pada tema: “Menghayati/menghidupi Ekaristi di Asia.”

Panggilan ke Komunitas
Tema Sidang Pleno adalah sangat penting bagi seluruh Gereja di Asia, untuk hidup dan perutusan kita. Oleh karena itu, haruslah diusahakan mengadakan refleksi yang berkesinambungan demi pemaknaannya. Dengan demikian diharapkan muncul suatu semangat baru untuk menjadikan perayaan Ekaristi suatu yang utama dan penting sebagai pertemuan dengan Yesus, Tuhan yang telah bangkit, serta mengantar kepada communio. Partisipasi yang aktif dan dalam suasana doa dengan mendengarkan Sabda dan ikut dalam pemecahan Roti akan membawa kita menuju pertemuan yang pribadi dan intim.

Di dalam sakramen ini, Tuhan Pemersatu datang meresapi dan menyelubungi hidup kita, secara pribadi dan dalam kebersamaan, membawa anugerah persatuan dengan Dia dan dengan sesama. Kita mesti juga menyadari bahwa orang Asia menghargai keluarga, makan bersama dan perayaan-perayaan komunitas untuk memelihara dan memajukan kesatuan. Ekaristi sebagai kurban dan perjamuan, awal mulanya disebut “Perjamuan Tuhan,” dan selanjutnya ”Pemecahan Roti.” Nama-nama ini mengungkapkan unsur (dimensi penting): keintiman dengan Yesus dan seperti kesatuan kekeluargaan di antara orang-orang yang berbagi roti. Perayaan-perayaan kita mesti membangkitkan semangat di dalam hati setiap orang keberanian untuk membangun komunitas sejati yang mendamaikan, mengampuni, melayani orang miskin dan yang terpinggirkan.

Cinta yang telah dibuat sempurna di dalam pengorbanan diri Yesus, diperbaharui di dalam Ekaristi, menuntut tidak kurang daripada sebuah gaya hidup cinta yang berkorban. Ini sendiri akan membawa keselarasan dan damai sejati. Jiwa Asia haus akan keselarasan universal. Ekaristi menjawab hasrat ini. Masing-masing dan setiap orang Kristen serta setiap komunitas harus menjadi apa yang mereka rayakan: kesatuan dalam keanekaragaman. Santo Paulus menunjukkan anugerah dan tugas Ekaristi tersebut dengan kata-kata yang mengesan ini: ”Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” (1 Kor 10:17), Ekaristi harus benar-benar merupakan sekolah di mana kita bertumbuh harmoni dan diberdayakan untuk memperkembangkannya.

Kita tidak dapat merayakan Ekaristi dan pada waktu yang sama mempertahankan, mempraktekkan atau mentolerir diskriminasi berdasarkan agama atau suku, adat atau bahasa, kasta atau golongan. Jikalau kita dicangkokkan pada Tuhan Ekaristik, kita akan bertumbuh dan menjadi orang-orang yang berfungsi “menjembatani” dalam dunia yang semakin cenderung terpecah-belah.

Panggilan Mendengarkan Sabda
Merayakan Ekaristi adalah hidup dalam iman; iman yang tertanam, terpelihara dan terawat oleh Sabda. Ini menuntut kita menjadi pendengar yang berkontemplasi dan perenung-perenung Sabda, seperti Perawan Maria, Ibu kita. Saudari-saudara kita dari agama-agama lain di Asia memiliki devosi yang besar terhadap Kitab-Kitab Suci mereka. Mereka mendaraskan dan mendalami Sabda itu. Budaya mendengarkan ini merupakan undangan lebih lanjut untuk menjadi jemaat yang menghormati dan mendevosikan diri mereka kepada Sabda dan kepada pemecahan roti. Cara mendengarkan sedemikian itu tentu akan membawa ke penghayatan di dalam terang Sabda. Konteks ideal untuk mendengarkan Sabda secara mantap dapat berlangsung di komunitas-komunitas sel atau rukun (SCCs=Small Christian Communities) yang sudah lazim dalam Gereja di Asia. Kami mengingatkan semua yang bertugas memberi pelayanan animasi kepada komunitas- komunitas Ekaristik, khususnya para imam, bahwa mereka mempunyai tanggungjawab besar untuk menjadikan Ekaristi suatu peristiwa yang mentransformasikan. Ini menuntut persiapan yang memadai, perayaan yang efektif, dan secara khusus homili yang mengena dan menyentuh hati.

Semestinya ada devosi mendengarkan Sabda setiap hari di rumah sebagai satu keluarga, khususnya menjelang hari-hari Minggu, sebagai persiapan untuk Ekaristi, dengan membaca dan mendoakan Sabda yang akan dibacakan pada Hari Tuhan. Kebiasaan demikian tentu akan menghasilkan buah-buah pembaharuan hidup kristiani. Ini akan membawa budaya mendengarkan Sabda di paroki-paroki dan komunitas-komunitas kita.

Panggilan kepada Iman dan Pengharapan
Kita adalah peziarah di bumi ini, yang berjalan di dalam terang dan gelap, yang terlunta dalam kekuatiran dan ketidakpastian. Rasa sakit dan derita, seringkali menimpa kita. Kita menghargai Ekaristi, karena di dalamnya kita menerima Sabda kehidupan dan terang, yang membuka mata kita, serta Roti kehidupan yang menghangatkan hati kita. Kesatuan Sabda dan Roti di dalam Ekaristi mengundang kita untuk menghargai dan menghayati kedua segi ini.

Tanpa anugerah ini, kita hanya akan meraba-raba dalam kegelapan, berjalan melalui terowongan tanpa melihat seberkas sinar pengharapan. Berkat kedua pemberian ini, kita akan menemukan, seperti kedua murid dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24:13-dst.), arti yang lebih dalam dan panggilan ilahi untuk berharap di tengah segala sesuatu yang kita alami dalam hidup: kekalutan ekonomi yang tiba-tiba, pemanasan global yang terus meningkat, bencana alam, penganiayaan, penderitaan tak terungkapkan begitu banyak manusia di mana-mana, khususnya kaum perempuan dan anak-anak, para pengungsi, dan juga mereka yang kebebasannya dirampas di berbagai negara di Asia.

Bagi mereka yang mengalami kekosongan dan tidak punya arti kehidupan, kita mesti membawa kenangan akan Yesus, yang tersalib dan bangkit, kenangan yang dibuat nyata dalam Ekaristi, sebuah kenangan yang mampu menyembuhkan trauma ketidakberdayaan. Misteri Paskah memiliki kekuatan untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman hidup kita. Sebab di dalam Yesus dihadirkan bukan saja Allah, tetapi juga arti hidup kemanusiaan kita dengan segala kekayaan dan kerapuhannya. SabdaNya dapat menerangi setiap pengalaman kita.

Panggilan untuk Misi
Perayaan Asia mempunyai ciri kegembiraan, kesederhanaan dan keikutsertaan. Hati orang Asia dikobarkan oleh kontemplasi keindahan di alam. Perayaan Ekaristi kita perlu menyentuh hati orang Asia yang mencintai warna, bunga-bunga, simbol-simbol, musik dan kontemplasi. Simbol-simbol Asia, melodi-melodi Asia, dan lebih lagi nilai-nilai Asia, mesti membuat perayaan kita menciptakan gema yang mendalam di hati orang Asia. Seberapa besar kesaksian iman kita - Kristus telah datang bukan untuk menghancurkan melainkan untuk menyempurnakan - sedemikian pulalah adanya Ekaristi! Ajakan Paus Johanes Paulus II untuk menampilkan ‘Wajah Asia Yesus’ kepada saudara/i kita bergema segar di telinga kita (Ecclesia in Asia).

Kita yakin bahwa perayaan Ekaristi yang penuh rmakna, kontemplatif, terhayati dan bernuansa doa mempunyai potensi untuk memberdayakan komunitas-komunitas Kristen Asia menjadi saksi-saksi penuh daya akan Yesus, saksi-saksi yang menampakkan kehadiranNya, cintaNya dan daya penyembuhanNya. Perayaan Ekaristi berakhir dengan panggilan untuk misi: “Pergilah, kamu diutus.” Ekaristi harus dihayati dengan menjadi komunitas-komunitas yang penuh perhatian, keramahan, pelayanan tanpa pamrih kepada orang miskin, yang tersingkirkan dan tertindas. Pemecahan Roti mesti berlanjut. Itulah tandanya bahwa kita menghayati Ekaristi (Joh 13: 1-17).

Maria adalah “wanita Ekaristi” (Ecclesia de Eucharistia). Kepadanya, pada Pesta Maria Diangkat ke Surga, kita persembahkan Gereja Asia. Semoga ia mendampingi kita dalam komitmen kita menghayati Ekaristi di Asia.

16 Agustus 2009-Manila, Filipina

"Requiem Mass for Joss"

Mgr Piet Timang, Para Imam, Konfrater yang baik dan saudara–saudari semua.

Di hari yang mungkin tidak akan pernah terlupakan dalam perjalanan hidup kita ijinkanlah saya menyampaikan renungan saya saat kita bersama sama menghantar P. Jos ke rumah Bapa di surga.

Belum genap 1 minggu namun masih jelas dalam ingatan saya; Hari minggu pagi yang baru lewat, saya bersama keluarga saya mengantar kepergian kakak saya kembali kepada Tuhan. Saya merasa semua berjalan begitu cepat karena kakak saya harus dikuburkan dalam waktu 24 jam. Dan rasanya waktu untuk berkabung juga tidak ada karena pikiran saya dialihkan pada situasi P. Jos yang kondisinya masih kritis dan P. Clem yang saat itu sedang bergulat dengan penyakitnya. Saya masih ingat setelah pemakaman selesai dan orang-orang sudah pada pergi hanya ada 2 orang yang tertinggal di sisi kuburan kakak saya, yaitu kakak saya perempuan dan saya sendiri. Saat-saat kami berbincang di tengah kesedihan yang ada saya perhatikan begitu banyak daun-daun kering yang berjatuhan dari pohon dan berserakan di sekitar pemakaman. Ketika saya perhatikan semua itu terlintas dalam pikiran saya bahwa hidup kita itu seperti daun-daun hijau yang mewarnai keindahan dunia tapi juga akan tiba waktunya bahwa hidup kita akan berjatuhan satu per satu dan kembali menyentuh bumi meski pohon kehidupan akan terus bertumbuh. Saya tahu tidak hanya keluarga besar darah daging saya, tapi juga keluarga Tarekat saya satu per satu berjatuhan.

Lebih dari 23 tahun yang lalu saat saya bergabung dengan Tarekat CICM, banyak pastor-pastor dari Eropa dan Filipina yang masih muda muda saat itu dan mereka nampak gagah sebagai misionaris yang tangguh, yang berani bermimpi dan berani menerima panggilan Tuhan untuk pergi ke negeri yang jauh tanpa tahu dimana harus atau akan berakhir. Di sini, di tanah nusantara yang mereka cintai meski masih terus dilukai oleh berbagai macam kekerasan, mereka telah menemukan kebaikan, mereka telah mendapatkan perhatian, kasih, persahabatan yang sejati dari umat Tuhan yang mereka layani. Saya ingat juga P. Jos saat itu yang masih nampak muda, gagah, murah senyum dan bersahaja dengan jenggotnya yang panjang. Dan selama saya berjalan bersama CICM saya sudah menyaksikan pastor-pastor yang saya kenal satu per satu meninggalkan kami dan pulang untuk hidup dalam Damai Tuhan. Memang sangat menyedihkan sekali tapi kami juga selalu dihibur oleh Tuhan dengan tunas tunas baru yang Tuhan berikan untuk meneruskan semangat dan karya pendahulu-pendahulu kami.

Pagi ini saat saya berdiri di tempat ini begitu banyak kenangan tapi juga pengalaman bersama banyak orang yang ikut ambil bagian dalam merawat P. Jos di RS Carolus dan Medistra. Tidak ada suatu pengalaman yang menggetarkan dan menusuk hati saya sebagai sahabat dan imam dari P. Jos selain saat saya harus pergi ke rumah sakit sebelum fajar terbit dan ayam berkokok karena mendapat kabar bahwa P. Jos sudah koma. Itu terjadi pada hari Kamis, 30 Juli 2009. Dengan ditemani Agus, sahabat P. Jos yang begitu setia mengantar dan menjemput P. Jos untuk memberikan sakramen pengakuan di Santa Theresia setiap Sabtu dan Minggu, saya dalam keadaan begitu sedih dan air mata tidak bisa tertahankan lagi saya memberikan sakramen perminyakan lalu mengantarnya ke ICU.

Hari demi hari lewat kami semua selalu bertanya apa yang terjadi dengan dengan P. Clem, apa yang terjadi dengan P. Jos. Sering terdengar kabar yang membawa pengharapan bahwa kondisi mereka lebih baik, tapi juga kabar yang menyedihkan bahwa tidak ada perubahan.

Ya, benar ada batas waktu untuk semuanya di dunia ini. Dan ada batas waktu untuk kita semua. Dan saya percaya sekali apa yang dikatakan firman Tuhan bahwa “Ada waktu untuk segala galanya di bawah sinar matahari. Waktu untuk lahir dan waktu untuk kembali kepada dia yang memberi hidup. Waktu untuk tertawa tapi juga waktu untuk menangis. Waktu untuk menari dan waktu untuk berkabung. Ya, semua ada waktunya dalam hidup ini. Beberapa orang menikmati waktu yang panjang, tapi beberapa orang menikmati batas waktu yang pendek. Pada hari Selasa malam, 11 Agustus, 2009 di hari ulang tahun pastor Robert Suykens, CICM yang ke-70, P. Jos telah mencapai batas waktu dan garis akhir perjalanan hidupnya dan kembali kepada Allah sumber kehidupannya.

Jika kita menengok kehidupan kita masing masing, begitu banyak orang-orang yang datang dan pergi dalam hidup kita. Beberapa dari mereka hadir dalam hidup kita dan pergi tanpa banyak kenangan yang tersimpan. Tapi banyak juga orang yang hadir dalam kehdupan kita, mereka menyentuh hidup kita, mereka merubah, mereka mewarnai dan mereka memberikan arti yang dalam dan mereka tidak pernah akan kita lupakan. Saya yakin P. Jos telah hadir dalam hidup kita semua dan kita tidak pernah akan melupakannya. Dia telah hadir dalam hidup kita sebagai pribadi, imam, dan gembala yang baik.

Ya, saya percaya kepergian orang-orang yang kita cintai dalam hidup kita meninggalkan kesedihan yang begitu mendalam. Kita merasakan rumah kita dan hidup kita tidak pernah sama lagi. Saya percaya juga kepergian P. Jos meninggalkan kesedihan yang mendalam dalam banyak hati sahabat-sahabat yang hadir di sini dan para konfrater CICM sendiri. Saya tahu dengan kepergiannya rumah kami juga tidak pernah sama lagi- kamar tidur di atas akan menjadi kosong, kamar kerja di bawah tempat dia menghabiskan banyak waktunya akan kosong, juga bahkan masalah rumah termasuk belanja juga akan kosong. Tetapi kami tetap berharap, kami masih bisa dapat makan. Dan yang akan merasakan kehilangan juga adalah ikan-ikan koi di kolam belakang. Karena P. Jos rajin memberikan makan dan mengunjungi kolam itu.

Hari ini Santo Paulus berkata: “jika kita hidup untuk Tuhan, kita juga mati untuk Tuhan. Baik hidup maupun mati kita milik Tuhan”. Saya percaya sebagai seorang gembala umat yang baik, P. Jos telah memberikan yang terbaik di dalam karya dan tugas penggembalaannya. Ia telah belajar hidup baik tidak saja untuk sesamanya tetapi juga untuk Tuhan. Saya percaya Tuhan yang ia layani dan ia cintai saat ia hidup tidak akan pernah melupakannya bahkan tetap mengenalnya saat ia kembali. Ia benar-benar milik Tuhan, baik waktu hidup maupun mati. Dan Tuhan telah menjadi Allah kebangkitan dan kehidupan kekalnya.

Saya kadang bergelut dengan apa yang ada di dalam hati dan pikiran dari mereka yang akan meninggalkan kita. Mungkin P. Jos juga memiliki kerinduan yang sama seperti apa yang saya coba ungkapkan lewat percikan hati dan batin saya:

Ketika aku meninggalkan kamu napas akhirku tidak mengucapkan selamat tinggal. Karena cinta persaudaraan sehati dan sejiwa kita tidak mengenal waktu dan jauh dari sentuhan kematian.
Aku tinggalkan pikiranku, kasihku, tawaku, keberanianku bermimpi kepadamu semua melebihi emas dan batu permata.
Aku berikan padamu apa yang pencuri tidak dapat ambil kenangan akan kebersamaan kita sebagai sahabat dan rekan imam: saat saat yang dipenuhi kasih, keberhasilan yang kita bagi bersama, hari-hari berat yang membawa kita semua semakin dekat dengan Tuhan dan jalan kehidupan yang telah kita lewati bersama.
Aku meninggalkan kamu sebuah janji suci bahwa setelah aku bersama Allah di surga, aku akan selalu dekat dan hadir ketika engkau mengenang dan memanggilku.
Tenagaku akan terus mengalir oleh kekuatan kasih kita bersama.
Jangan cemas dan gelisah, ingatlah semua yang kubawa bersamaku adalah kasih dan sejuta kenangan yang pernah kita bagi bersama di setiap tempat dimana Tuhan menempatkan aku dalam pelayanan.
Jangan cemas ataupun bersedih engkau semua yang aku kasihi karena dalam pohon kehidupan akarmu dan akarku selamanya terikat dalam kasih yang kekal.


Jos, meskipun berat kami saudara-saudaramu satu Tarekat ingin megucapkan selamat jalan. Vaya con Dios - pergilah bersama Tuhan. Semoga kebahagiaan kekal dan kerinduanmu untuk bersatu dengan Tuhan dan orang orang engkau cintai akan terpenuhi. Semua pengalaman yang baik dan berharga akan selalu mengikat kita bersama baik di surga maupun di bumi dengan semangat sehati sejiwa.
Selamat jalan Jos!*** Penulis: Anton Pras, H, CICM, Provinsial CICM Indonesia

EULOGY
Nama lengkap: Joseph Marcel Cobbe
Lahir: 2 Januari 1942
Tahbisan imam: 6-8-1967
1969-1973: Pastor wilayah Sa’dan dan Nangala
1974-1977: Pembina di Ikar Rantepao
1977-1978: Pastor paroki Palopo dan sekitarnya
1979-1982; Pastor wilayah Rembon
1984-1989: Pemimpin umum HHK
1989-1992: Socius Novisiat CICM Makassar
mulai aktif dengan ME sampai akhir hidupnya
1992-1994: pastor paroki Salvator Slipi Jakarta
1995-2000: Provincial CICM Indonesia
2000-2004: Pastor Paroki St. Bernadete Jakarta
2005-2009: Rektor dan ekonom CICM Provincial House
Bapa Pengakuan Paroki berbahasa Inggris
11-8-2009: Meninggal dunia di rumah sakit Medistra Jakarta. RIP.

Penyegaran Teologi dan Pastoral Para Imam KAMS: Formation - Information-Transformation

Keprihatinan
Team OF KAMS adalah team yang dibentuk untuk membantu Bapa Uskup dalam tugasnya membina dan mendampingi serta menganimasi para imamnya baik secara individu maupun secara kolegial komunitas para imam di Keuskupan Agung Makassar ini. Pertanyaan yang selalu menggelitik dalam pertemuan kami adalah bagaimana kami sebagai tim membantu Bapa Uskup dalam mengembankan tugas yang penting ini. “Apa yang bisa ditawarkan/diberikan oleh tim ini bagi rekan-rekan imam se-KAMS secara pribadi maupun secara kelompok kolegialitas hidup para imam dalam pengembangan diri dan keterampilan serta pengetahuan demi peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayan kepada umat. Dalam pertemuanya pada tanggal 15 April 2009 dijabarkan beberapa program kerja tahunan yang dianggap cukup realistis dan terjangkau. Selain kegiatan retret tahunan yang diorganisir oleh team OF (On-going Formation) ada lagi kegiatan kunjungan ke setiap kevikepan oleh team OF.

Kunjungan ini bertujuan untuk melakukan need assessment lewat dialog dengan rekan-rekan imam di setiap kevikepan, mengetahui serta tanggap peduli akan apa yang mereka butuhkan demi pengembangan diri (teologis, psikospiritual) maupun peningkatan efisiensi serta efektivitas pelayanan pastoral. Selain itu kegiatan kunjungan ini bertujuan untuk memberikan animasi serta dukungan bagi para rekan imam di lapangan. Kegiatan yang lain yang direncanakan merupakan kegiatan rutin tahunan seminar penyegaran yang berkelanjutan. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk seminar selama satu atau dua hari tentang pelbagai topik yang ada pautannya dengan spiritualitas para imam, dan pelayanannya di tengah umat.

“Berubahlah oleh Perubahan Budimu”
Seri yang pertama dari kegiatan penyegaran ini dilaksanakan pada tgl 3-6 Agustus 2009 di Baruga Kare. Dengan tema khusus: “berubahlah oleh perubahan budimu” (Rom 12:1) seminar ini bertujuan agar para peserta mendapatkan penyegaran dan bahkan pembaharuan dalam cara pandang dan gaya hidup praktek berpastoral. (formation - information – transformation process). Maka topik yang disentuh kali ini adalah pembaharuan di bidang teologi sakramen. Inilah bidang para imam/pastor seharusnya lebih tahu dan mengerti dari pada kaum awam, atau bidang para imam lebih pakar dari pada bidang-bidang pengetahuan lainya.

Kehadiran Romo Martasudjita, imam projo Semarang sebagai pakar dalam bidang teologi sakramen ini sungguh memperkaya proses pembinaan selama tiga hari itu. Romo Marta menjelaskan bahwa dengan pembaharuan teologi dewasa ini khususnya sejak Konsili Vatikan II pengertian sakramen tidaklah dipahami secara terbatas pada tujuh sakramen. Sakramen memiliki makna yang lebih luas. Sakramen sebagai kata yang menerjemahkan kata mysterion (Yunani) selalu merujuk pada pengalaman akan Yang Ilahi. Sejak saat pembaharuan teologi Vatikan II, Gereja telah mulai dipahami sebagai sakramen (LG1,9.48) – “realitas simbolis yang menghadirkan karya keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Kristus bagi dunia.” Romo Marta lebih lanjut menegaskan bahwa sakramen-sakramen bukanlah suatu “benda” atau “ritus” tetapi suatu “peristiwa” Gereja yang menampakan dan menghadirkan karya penyelamatan Allah dalam Kristus bagi dunia. Ekaristi kudus adalah topik yang secara khusus dibahas dalam seminar kali ini. Keterlibatan beliau dalam mempromosikan penerapan TPE baru serta kepakarannya dalam bidang ekaristi membuat beliau mendapat nama baru romo Marta Ekaristi. Informasi segar yang menyangkut rationale (dasar pemikiran, red.) di belakang perubahan-perubahan dalam tata perayaan ekarist sungguh memperkaya pemahaman kita akan ekaristi dan cukup banyak dari para peserta yang sadar akan kekeliruan-kekeliruan kecil dalam menerapkan tata perayaan ekaristi baru. “Ekaristi merupakan pusat dan akar hidup imam”, Romo Marto tegaskan. Namun selama Sembilan tahun menjadi formator dia tidak menemukan seminaris yang memiliki motivasi menjadi imam karena ingin memimpin ekaristi. Sementara imamat dan ekaristi sebenarnya tidak pernah bisa dan boleh dipisahkan.

Topik yang dibahas juga adalah teologi moral, menyangkut isu-isu moral yang aktual dan bagaimana sikap resmi Gereja dalam menanggapi permasalahan-permasalahan moral tersebut. Romo Peter Aman, OFM yang diundang sebagai pemateri dalam membahas topik tersebut. Romo Peter- seorang doktor teologi moral- yang lebih banyak berkecimpung di komisi JPIC OFM ini membagi topik pembahasannya dalam tiga topik yaitu Kekristenan/Gereja sebagai komunitas moral, hubungan Gereja dengan transformasi sosial dan Gereja dengan masalah ekologi.

Mengutip John Milburn Thompson beliau menegaskan bahwa menjadi kristen tidak saja mengacu kepada suatu sistem agama atau kepercayaan, tetapi mengacu kepada “cara berada”: berbagi dalam cara berada Kristus yang menderita dan mengubahnya menjadi hidup baru.” Lagi dia mengutip kata-kata Paus Benediktus XVI: “menjadi Kristen tak sama dengan menjadi anggota partai, tetapi menjadi manusia sejati berkat hidup kristiani; bukan seseorang yang menaati hukum atau norma tetapi seorang yang menjadi bebas demi kebaikan manusia.” Dalam melihat peran Gereja dengan transformasi sosial dia mengutip Gaudium et Spes yang mengatakan bahwa Gereja hadir sebagai “kritik” terhadap dunia dan juga “suara hati” bagi dunia: kekuatan yang mengarahkan dunia (GS 44). Keprihatinan ekologis sebagai bagian dari hidup dan tanggungjawab moral Gereja merupakan suatu yang baru dan sangat informatif bagi banyak peserta. Kepekaan sosial akan ketidakadilan dan masalah ekologis hendaknya menjadi prioritas tugas pastoral Gereja secara khusus para imam.
Lanjutkan...!

Seminar yang dihadiri sekitar 40 lebih peserta ini (karena keterbatasan dana) disambut sangat entusias oleh peserta seminar. Semua menyerukan “lanjutkan…..” (bukan euforia pemilu tentunya). Para peserta memberikan kesan bahwa penyegaran-penyegaran seperti ini (dari segi metodologi dan proses tidak terlalu padat atau cukup santai, dan dari segi content/isi sangat informatif dan sangat relevan) perlu dipertahankan dan sebaiknya dilanjutkan. Kegiatan seperti ini sungguh meneguhkan kolegialitas hidup para imam, komentar yang lain. Team OF juga tentu merasa puas dengan suksesnya kegiatan ini. Atas nama rekan se-tim kami mengucapkan banyak terimakasih atas dukungan Bapa Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku-Ada’ dan partisipasi aktif para rekan imam dalam membangun hidup kita sebagai individu maupun secara komunitas imam se-KAMS. Terimakasih juga kepada penyumbang dana yang tidak disebutkan namanya dalam tulisan ini, tanpa partisipasi mereka dan kita semua kegiatan dan kesempatan bersama (on going formation) yang informatif (information) dan mungkin juga transformatif (transformation) ini tidak akan terwujud.*** Penulis: Pastor Kamil Kamus, cicm

Sharing Persaudaraan Imam (Muda) KAMS di Tanjung Bayang Makassar, 14 Juli s.d. 16 Juli 2009

Menemukan Kegembiraan dan Kekuatan Lewat Berbagi Pengalaman

Kelompok sharing persaudaraan Imam (Muda) KAMS berawal dari sebuah kerinduan untuk berbagi suka-duka dalam pergulatan dan perjuangan hidup sebagai seorang imam yang berkarya di Keuskupan Agung Makassar. Sudah menjadi kesepakatan sejak awal, bahwa kelompok bertemu 2 (dua) kali setahun. Tempatnya bergilir dari satu tempat (paroki) ke paroki lain. Menyangkut akomodasi, tuan rumah pertemuan menjadi penanggungjawab dengan sedikit bantuan dari para peserta; sementara transportasi menjadi tanggungjawab peserta sharing. Memang nampaknya kadang kala hal seperti ini akan menjadi salah satu hambatan; akan tetapi, kesadaran dan kerinduan untuk bertemu dan berbagi menjadi pendorong utama kami untuk bertahan dan melaksanakan kegiatan ini. Para imam dalam kelompok persaudaraan ini, sangat menyadari pentingnya saling menguatkan dan mendukung di tengah tantangan hidup imamat yang makin berat saat ini.

Sebagai sebuah kelompok sharing, kelompok ini memang diawali oleh inisiatif beberapa rekan imam muda. Dalam perjalanan selanjutnya kelompok ini bersifat terbuka bagi seluruh imam yang berkarya di keuskupan ini. Tidak ada batasan yang mengatakan bahwa kelompok ini hanya milik para imam muda/balita. Maka bukanlah hal yang mengherankan ketika beberapa imam yang sudah lebih senior berkenan hadir. Bahkan, kehadiran para imam senior sangat membantu kami, para imam muda, dalam mengembangkan semangat sebagai seorang imam di keuskupan ini.

Pada tanggal 14-16 Juli 2009, sharing persaudaraan imam ini kembali dilaksanakan di Tanjung Bayang. Para rekan imam di Kota Makassar mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah dan pelaksana kegiatan. Dua rekan imam kami, yaitu Pastor Leo Sugiyono, MSC dan P. Agus Matasak mendapatkan kesempatan untuk membagikan pengalaman mereka dalam perjuangan mereka. P. Leo Sugiyono, MSC bercerita tentang bagaimana perjuangannya terlibat di dalam tugas pelayanan kategorial di Komisi Kitab Suci, Kateketik, dan Liturgi; sementara P. Agus Matasak mengungkapkan suka-duka dan keterlibatannya dalam mengembangkan kehidupan beriman di Paroki Messawa. Berdasarkan sharing kedua rekan imam ini, pertemuan dilanjutkan dengan proses saling menguatkan dan berbagi pengalaman di antara para imam.

Pertemuan ini juga diikuti oleh P. Ernesto Amigleo, CICM (Vikaris Jenderal KAMS). P. Ernesto berkenan membagikan pengalamannya selama 40 tahun menjadi seorang imam. Dengan kekayaan pengalaman yang demikian luar biasa, P. Ernesto bercerita bagaimana perjuangannya menjalankan tugas sebagai seorang imam di berbagai macam tempat (Filipina, Papua, Makassar) dan lewat berbagai macam karya (dosen, pendamping frater, provinsial, pendamping mahasiswa, dan vikjen). Satu hal penting yang patut dicatat dari sharing ketiga rekan imam ini adalah menjadi imam bukanlah sebuah proses sekali jadi. Pergulatan hidup sebagai seorang imam adalah sebuah proses yang terus menerus diperbaharui lewat berbagai pengalaman jatuh-bangun yang akan membentuk citra imamat. Dalam pengalaman seperti itulah, seorang imam menemukan makna imamatnya. Para rekan imam yang bersharing mengungkapkan kegembiraan, kesulitan, dan tantangan menjadi rahmat yang sungguh luar biasa dalam membentuk penghayatan hidupnya sebagai seorang imam.

Di hari terakhir pertemuan, dengan dipandu oleh P. Fredy Rantetaruk, kami mencoba mendalami sebuah materi khusus menyangkut pengelolaan keuangan paroki. Materi ini mendapatkan perhatian yang cukup besar dari para peserta mengingat ada begitu banyak hal yang masih harus dipelajari mengenai bagaimana keuangan paroki dikelola. Bahkan diharapkan hal-hal seperti ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup di masa-masa yang akan datang, mengingat pentingnya bagaimana paroki atau lembaga dalam keuskupan ini dijalankan secara lebih baik dan bertanggungjawab.

Satu hal istimewa yang tidak dapat kami lupakan dalam pertemuan ini adalah kehadiran kelompok doa Dominica in Sabbato. Kelompok adalah sebuah kelompok yang setiap hari Sabtu berkumpul di Kapel Keuskupan untuk berdoa bagi para imam yang berkarya di keuskupan Makassar. Kelompok ini sangat memberi perhatian dan dukungan bagi pengembangan iman dan rohani para imam di keuskupan ini. Maka dengan penuh kegembiraan, mereka melibatkan diri dalam pertemuan ini dengan membantu menyiapkan makanan dan minuman selama pertemuan. Mereka juga berkenan hadir dengan penuh kesetiaan menemani kami berbagi kegembiraan dan persaudaraan satu sama lain. Semua peserta merasa sangat puas dan gembira atas kebaikan hati para ibu yang terlibat dalam kelompok ini.

Akhirnya, sharing ini selesai pada tanggal 16 Juli siang hari. Semua bergembira menikmati saat-saat sharing yang memberikan semangat baru kepada kami, para imam (muda). Di tengah kegembiraan menikmat hembusan angin pantai, rekreasi sambil berenang, dan sharing untuk saling menguatkan, kami sungguh mengalami bahwa ada begitu banyak pihak yang mendukung kami dalam kegiatan seperti ini.
Terima kasih kepada P. Paulus Tongli dan Paroki Katedral Makassar (yang memberikan dukungan sehingga hal-hal praktis pertemuan ini dapat dipenuhi), Kelompok Doa Dominica in Sabbato (yang membantu menyiapkan sarana dan prasarana serta makan-minum dalam pertemuan ini), Bpk. Joni Lianto dan Ibu Sandra (yang meminjamkan rumah doanya untuk dijadikan tempat pertemuan), P. Ernesto Amigleo, CICM (yang berkenan hadir mewakili Bapa Uskup KAMS dan membagikan pengalaman serta memberikan dorongan kepada kami), serta para donatur (yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu namun memberikan perhatian yang demikian besar bagi kami sehingga pertemuan ini dapat berjalan dengan lancar). Tidak lupa juga, terima kasih untuk rekan-rekan imam yang menyempatkan diri untuk hadir dalam pertemuan ini disertai harapan semoga pertemuan ini memberikan inspirasi baru dalam karya di masing-masing wilayah tugasnya.

Pertemuan ini masih akan terus berlanjut. Pada bulan Januari 2010, kami sepakat untuk bersama-sama mengadakan pertemuan lanjutan di Mamuju. Kehadiran rekan-rekan imam masih sangat dirindukan karena lewat sharing kami sungguh mendapatkan banyak pengalaman baru dan berharga.*** Penulis: P. Carolus Patampang, Imam Muda KAMS

Agenda Bapa Uskup: September - November 2009

September 2009
Tgl. Acara
02 Rapat Lintas Komisi di Kare
07 - Rapat Gabungan BP3KAMS
- Pertemuan dg Ketua FKUB Kota Makassar
09 Pesta Pelindung dan HUT ke-56 SPC
10 Pertemuan II dg Mr. Lammert R. dari PUM Nederland
11 - Farewell Parade Sertijab Kapolda Sulselbar
- Pertemuan dg Rombongan Komunitas STSM dari Jakarta
16 Misa Syukur 50 thn Hidup Membiara Suster-Suster JMJ
19 Pemberkatan Gereja Stasi Sampean
20 Misa Pembukaan Camping Pembina Sekami se-KAMS di Ge’tengan
21 Pemberkatan Gereja Stasi Batupapan
22 Pertemuan dg BP Yayasan Palisupadang
26 Krisma di Saluampak
27 Krisma di Palopo

Oktober 2009
Tgl. Acara
09 Misa Pembukaan Konferda WKRI
10-11 Ziarah di Pena’
16 Pembukaan Raker Regional Komkel di Kare
23-25 Konsultasi Regional Pimpinan Keuskupan MAM
30-31 Rapat Presidium KWI pra Sidang Sinodal

November 2009
Tgl. Acara
02-12 Sidang Sinodal KWI
14 Pesta Perak FTW – Yogya
16-19 Kunjungan Pastoral Tahunan ke SAM
24-26 Rapat Dewan Imam
28-29 Kunjungan Kardinal Jean Tauran
30 Ke Perayaan 475 Tahun Katolik di Malut

Mutasi Personalia KAMS

1. P. Carolus Patampang, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Pimpinan Struktural STIKPAR (cq. Pembantu Ketua IV Bidang Pengembangan dan Perencanaan);

2. P. Agustinus Sem Porak Tangkeliku, Pr
Diangkat menjadi:
• Staf IKAR Rantepao;
• Dosen Tetap Sekolah Tinggi Kateketik dan Pastoral (STIKPAR);
• Pimpinan Struktural STIKPAR (cq. Pembantu Ketua IV Bidang Pengembangan dan Perencanaan).

3. P. Fransiskus Marlino Lolok, MSC
Diangkat menjadi Pastor Bantu Paroki “Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga” Mamajang.

4. P. Jimmy Sattu, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Paroki “Santa Maria” Mamuju;

5. P. Agustinus Matasak, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Bantu Paroki “St. Fransiskus” Messawa dan diangkat menjadi Pastor Paroki “Santa Maria” – Mamuju;

6. P. Alex Maitimo, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai pjs. Pastor Paroki “St. Petrus” Mamasa.

7. P. Vius Octavianus, Pr
Diangkat menjadi Pastor Paroki “St. Petrus” Mamasa.

8. P. Yohanis Manta’ Rumengan, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Pastor Paroki “Kristus Imam Agung Abadi” Sangalla’ dan diberi penugasan studi lanjut.

9. P. Simon Gausu, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Rektor TOR - KAMS dan diangkat menjadi Pastor Paroki “Kristus Imam Agung Abadi” Sangalla’.

10. P. Bartolomeus Pararak, Pr
Dilepaskan dari tugas sebagai Staf TOR-KAMS dan diangkat menjadi Rektor TOR-KAMS.

Pelatihan Pembina Mahasiswa Katolik: Jadilah Garam dan Terang Dunia

Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) dipandang sebagai satu kelompok strategis bagi pastoral kemahasiswaan. Di sini berkumpul para mahasiswa katolik di kampus/ fakultas/program studi masing-masing. KMK dapat disebut sebagai suatu komunitas basis mahasiswa Katolik yang dilandasi oleh nilai-nilai kekeluargaan yang berfungsi sebagai wadah pembinaan dan aktualisasi diri bagi anggotanya untuk menghadirkan Kerajaan Allah di segala aspek kehidupan. Melalui wadah KMK ini para mahasiswa katolik diharapkan untuk berpikir dan bersikap yang mengacu pada dimensi katolisitas dan intelektualitas di dalam masyarakat. Melalui berbagai macam kegiatan yang bertumpu pada dimensi katolitas dan intelektualitas itu. Pembinaan kelompok melalui wadah Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) kerap kali memunculkan berbagai kegiatan yang bermakna bagi perkembangan kepribadian maupun lingkungan mereka. Retret, rekoleksi, dan misa kampus hendaknya selalu diadakan. Pun merupakan kesempatan untuk membentuk persaudaraan, membina dinamika hidup bersama yang senantiasa tetap terbuka terhadap gaya pastoral baru pendidikan nilai yang ditanam melalui metode outbound.

Permasalahan yang sering terjadi adalah pengurus KMK merasa kebingungan karena tidak punya bahan untuk kegiatan. Kesulitan kedua adalah kurangnya orang yang mau aktif dalam KMK. Masalah utama nampaknya adalah pembinaan mahasiswa baru. Mahasiswa baru biasanya disambut KMK namun selanjutnya tidak ada follow up-nya, sehingga mereka merasa diabaikan, lalu meninggalkan KMK. Karena itu, selain pembinaan umum seperti misa, ziarah, baksos, diperlukan suatu pembinaan khusus yang lebih terfokus dan teratur; contoh: pendampingan kelompok basis, latihan pengembangan diri, latihan kepemimpinan pendamping kelompok basis.

TOT (training of trainers) KMK di Panti Samadi Malino dari tanggal 9 s.d. 14 Agustus 2009 merupakan satu program kegiatan untuk menjawab pembinaan khusus itu. Dalam kerja sama antara Ditjen Bimas Katolik Depag RI c.q. Direktur Pendidikan Tinggi dan KomKat KWI diselenggarakan kaderisasi 6 hari calon Pembina Mahasiswa. TOT KMK di Malino merupakan kegiatan post care dan follow up dari TOT tingkat Nasional di Wisma Samadi Klender Jakarta, 16-21 Mei 2009.

TOT KMK Malino disebut TOT KMK angkatan III; dan diberi nama GaRang3. GaRang3 merupakan kependekan dari Garam dan Terang Angkatan III. (GaRang1 di Bogor, GaRang2 di Kupang). Total peserta GaRang3 ada 27 orang. Fasilitator berasal dari Tim Trainer dari KomKat KWI sebanyak 3 orang, yakni P. Adi Susanto SJ, P. Markus Yumartono SJ dan Philips Tangdilintin; beserta tim lokal KAMS, yakni P. John da Cunha, Ernyta Galla, dan Adiwinata Wijaya. Panitia pelaksana ditangani oleh Bimas Katolik.
“Berjiwa besar dan berhati rela” menyemangati GaRang3 sejak awal pelatihan. Semangat juang dan daya tahan uji pun ditanamkan dengan yel-yel: GaRang3… Yes We Can! Garam... Siap lebur! Terang… Nyalakan terus! Bpk. Drs. Natanael Sesa, M.Si, Direktur Pendidikan Tinggi Ditjen Bimas Katolik RI membuka dan menutup TOT tersebut. Beliau memandang urgensi dan pentingnya sebuah kegiatan pembinaan bagi mahasiswa. Ditjen Bimas Katolik RI merasa terpanggil untuk terlibat sepenuh-penuhnya pula dalam kerasulan kemahasiswaan. Setelah TOT Klender, GaRang1, GaRang2, dan GaRang3 ini, satu pertemuan antar angkatan itu diprogramkan pada bulan Maret 2010 di Denpasar, demikian Bapak Direktur menyampaikan follow up dari program pembinaan. Untuk itu beliau berpesan agar program pembinaan mahasiswa di tingkat keuskupan masing-masing hendaknya dilaksanakan secara tetap dan berlanjut. Hal itu penting untuk menjawab harapan Gereja terhadap mahasiswa agar mereka menjadi“manusia yang unggul dalam ilmunya, siap untuk menangani tugas-tugas berat dalam masyarakat dan menjadi saksi iman di mata dunia.”(DPTK no. 10).

Sasaran dari TOT ini ingin menghasilkan para pembina atau pendamping dan fasilitator/pemandu kegiatan Komunitas Basis Mahasiswa (KBM). Diharapkan agar mereka mampu meningkatkan atau mereformasi KMK-KMK menuju kualitas KBM (tanpa mengubah nama KMK yang bersangkutan) sebagai Strategi Hidup Menggereja seperti dicanangkan SAGKI 2000 dan SAGKI 2005; atau membentuk KBM baru di mana belum ada wadah pembinaan mahasiswa. Mereka harus mempu memotivasi dan menghimpun mahasiswa Katolik dalam Komunitas, dan mengisi pertemuan-pertemuan rutin komunitas tersebut dengan kegiatan-kegiatan terprogram yang berbobot pembinaan.

Di samping itu para peserta Pelatihan Tingkat Regional ini diproyeksikan untuk menjadi bagian dari Tim Trainer bersama eks-TOT (Pembina Para Pembina) tingkat Nasional (Klender, 16-21 Mei 2009) untuk penyelenggaraan Pelatihan Pembina KBM di keuskupan masing-masing, didampingi Tim Trainer Nasional untuk menjaga standar keluaran.

Alur pembinaan TOT KMK GaRang3 berproses dalam terang inspirasi Sabda Allah sepanjang hari pelatihan melalui aktivitas pribadi dan interaksi personal dalam kerja kelompok. Lima kelompok dibentuk, yakni Kerbau, Kuda, Singa, Kelinci, Komodo. Tanpa terasa hari-hari pelatihan itu menggembirakan. Sersan alias Serius tapi Santai; peserta dan tim berbaur jadi satu kekuatan GaRang3. Tim fasilitator pun akhirnya menyandang nama Kucing dari para peserta di malam api unggun itu. Mereka mau supaya sang Kucing senantiasa bersama seperti yang terungkap dalam lagu pamungkas fire enkindles other fire, bring forth the light, bring forth the light, the Christ (api menyalakan api lain, bawa ke depan cahaya, bawa ke depan cahaya, Sang Kristus). Philips memulai materi pembinaan dengan mengajak peserta untuk “Meninggalkan Zona Aman dan Nyaman (Kej 12:1-9/Mk 4:35-41) seraya menelusuri diri sebagai “Citra Allah” (Kej. 1:26 – 31). Hari-hari berikutnya, GaRang3 mereview “Personal Vision, Seni Mendengarkan Aktif dan Komunikasi Asertif, Motivasi Pembina, Tantangan OMK, dan Pembina Visioner.” Pendalaman seluruh materi itu berbuah dalam rumusan program dan pernyataan komitmen untuk rencana aksi/tindak lanjut di tempatnya masing-masing yang dipersembahkan dalam perayaan ekaristi penutupan yang dipimpin Pastor Mahasiswa. GaRang3 siap diutus untuk melaksanakan tugas, al.:
1. Membangun secara padu mahasiswa sebagai komunitas.
2. Terus memotivasi (bukan mendominasi) mahasiswa agar mampu hidup dan terus bergerak maju.
3. Merancang bersama-sama segenap anggota. Rancangan itu merupakan alat dan ajang pembelajaran bagi segenap warganya.
4. Melatih atau membina calon Pembina baru.
5. Mendukung dan menguatkan jejaring kerasulan kemahasiswaan.

Dengan kerelaan kita telah memberikan diri untuk mengambil bagian dalam pelayanan ini. Seorang pendamping bukanlah orang yang serba tahu akan segala apa yang akan diberikannya; melainkan yang bersedia memberikan diri seadanya dan sanggup belajar bersama mereka yang ia dampingi. Ia mungkin orang yang menghabiskan seluruh waktunya sebagai pendamping; tapi ia seorang yang bersedia di tengah kesibukannya untuk menyediakan cinta, hati, dan waktunya untuk bergaul, terlibat, dan membagikan talentanya kepada yang didampingi. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang surga” (Mt.5:16)*** Penulis: P. John da Cunha (Pastor Mahasiswa)

Berjiwa Besar dan Berhati Rela: Tanggapan Peserta Pelatihan Pembina Mahasiswa GaRang3 Malino

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi
dan betapakah Aku harapkan,
api itu telah menyala!”
(Luk 12:49).

Pelatihan pembina Komunitas Basis Mahasiswa (KBM) berlangsung selama enam hari, dimulai pada tanggal 9 Agustus sampai 14 Agustus 2009 di Panti Semadi Malino Kab. Gowa yang diikuti 27 peserta terdiri dari delegasi: Marauke 2 orang, Jaya Pura 3 orang, Palu 2 orang, Menado 4 orang, Kendari 3 orang, Tana Toraja 4 orang, dan Makassar sebagai tuan rumah mengutus 9 orang. Adapun tema kegiatan yakni “Melalui Pertemuan Pembina/Calon Pembina Mahasiswa Katolik Kita Tingkatkan Kualitas dan Peran Serta Mahasiswa Katolik Bagi Gereja dan Bangsa”

“Berjiwa besar dan berhati rela”
Pernyataan inilah menjadi spirit awal peserta yang diungkapkan oleh Rm Yumartono, SJ dalam homili misa pembukaan. Tuhan tidak menilai akhir yang dicapai tapi proses yang dilalui. Peserta diajak untuk betul-betul fokus pada selama kegiatan berlangsung. Maka untuk mendukung hal itu handphone (HP), note book, kamera dan barang-barang berharga lainnya wajib disimpan pada panitia.

Metode yang digunakan dalam pelatihan adalah partisipatif (peserta dilibatkan) – dialog (komunikasi dua arah) - eksprimental.(peserta ikut merasakan). Untuk mengakomodir pengalaman, masalah, atau beban yang dirasakan peserta disiapkan 3 mentor (Philips Tangdilintin, Rm Yumartono SJ, Rm FX Adi Susanto SJ), tiap mentor mengarahkan 9 peserta melalui sharing pribadi saat waktu istirahat

Pada akhir tiap sesi dilakukan refleksi. Kegiatan ini sangat membantu peserta untuk melatih kepekaan terhadap apa yang dilihat, didengarkan dan dirasakan saat itu. Refleksi dilakukan secara pribadi dalam bentuk tulisan yang mengandung unsur hasil observe, judge, act serta integrate. Hasil refleksi mendapat tanggapan dari mentor tiap peserta yang dijadikan sebagai bahan perenungan dan motivasi diri

Salah satu bentuk latihan rohani untuk mengembangkan spritualitas seorang kader Katolik/pembina OMK dalam pelatihan adalah Meditasi. Kegiatan ini dilakukan tiap pagi selama kurang lebih 20 menit setelah olahraga ringan pada pukul 05.00 Wita. Dalam proses meditasi peserta diarahkan untuk lebih mengenal dan bersyukur betapa besar anugerah Allah pada manusia.

Sebagai Pembina nantinya diharapkan mampu untuk memberi sumbangsih dalam mewujudkan Habitus Baru. Dalam upaya membangun Habitus Baru maka sangat diperlukan sikap tobat sejati. Sehari sebelum ibadat tobat bersama dan pengakuan dosa pribadi, peserta dalam keadaan Silentium Magnum.

Usaha pengembangan diri dan pencapaian suatu tujuan akan sangat dipengaruhi oleh mental block dan mind set melalui game trust fall peserta diharapkan dapat mengenal mental block yang ada pada dirinya dan mind-(re)set prinsip dan persepsi diri yang menjadi penghalang untuk maju; “saya tidak bisa ….......”, “saya kurang mampu”, “sebenarnya saya bisa tapi ……….”, dst. Dalam menutup materi ini, bapak Philips menekankan manusia seharusnya menjadi The Winner bukan sebagai The Loser sebab manusia lahir secitra dengan Allah (Kis1:26-27).

Rm John Da cunha, Pr menjelaskan posisi Pembina. Bagaimana seharusnya posisi Pembina dalam suatu komunitas? Ini coba dijawab dengan game blind walk yang dipandu oleh Rm. John da Cunha, Pr dan Ibu Ernytha Galla’. Peserta ikut merasakan bagaimana menjadi seorang yang dituntun/dibina dan peserta ditantang untuk menjadi seorang penuntun/pembina yang mampu mengarahkan dan membawa orang yang dituntun/dibina sampai pada tujuan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa; Pembina ada yang menggiring, memanjakan, mendampingi, atau membiarkan orang yang dibina berjalan sendiri.

Dalam homili misa penutup, Romo John Da cunha, Pr sangat mengharapkan para peserta pelatihan agar dapat tetap menjadi garam dan terang minimal di lingkungan sekitarnya dan memberikan pelayanan terhadap sesama beralaskan KASIH. mengakhiri homilinya Rm John meneriakkan:
Garam!
peserta menjawab ”Siap Lebur!”
Terang!
peserta menjawab “Nyalakan Terus!”
Garang 3
peserta menjawab “Yes, We Can!!!”

Demikian bagian kecil proses pelatihan untuk para pembina/calon pembina mahasiswa Katolik.

Bangkit dan bergeraklah
Sebab dirimu sangat luar biasa.*** Penulis: Kartini Angelina, Delegasi Makassar

Pengembangan Organisasi Caritas Makassar

Caritas Makassar mengadakan kegiatan Organizational Development (OD/Pengembangan Organisasi) bertempat di hotel Santika Makassar pada 4-7 Agustus 2009. Tim Karina (Caritas Indonesia) KWI yang terdiri dari Rm. Sigit Pramudji, Sri Murniati, dan Ditto Santoso mendampingi 20 peserta kegiatan yang datang dari beberapa kevikepan di KAMS.

Bapa Uskup KAMS Mgr. John Liku-Ada’ membuka kegiatan ini dengan mengingatkan semboyan Caritas Indonesia: Bela Rasa Kita. Semboyan ini berkaitan erat dengan ajaran sosial Gereja yang dikeluarkan oleh mendiang Paus Yohanes Paulus II “Solicitudo Rei Socialis”. “Dulu dikenal semboyan ‘Opus justitia pax’ damai adalah buah keadilan. Sekarang menjadi ‘Opus solidaritatis pax’ damai adalah buah solidaritas”, kata Bapa Uskup. “Sehingga, abad ke-21 menjadi abad solidaritas yang digulirkan dari gerakan solidarnosc di Polandia yang telah menumbangkan komunisme”.

Di zaman modern ini terbukti bahwa kapitalisme dan sosialisme tidak mampu menjawab cita-cita manusia untuk kesejahteraan. Uni Soviet hancur dan tinggal sejarah. Pasar bebas juga menjadi malapetaka dan menyeret ekonomi dunia ke dalam krisis. Gereja mengajukan jalan ketiga, yakni Solidaritas.

Paus Benediktus XVI telah mengeluarkan ensiklik Deus Caritas Est (DCE) dan Caritas in Veritate yang memuat ajaran sosial Gereja. “Ini merupakan langkah besar bagi umat manusia. Gereja dapat menjadi garda terdepan memberi jalan untuk sistem yang dapat mengantar umat manusia ke cita-citanya”, kata Bapa Uskup yang juga merupakan anggota Badan Pembina Karina KWI. Untuk itu Caritas Makassar perlu merumuskan Visi dan Misinya. Bela rasa terhadap manusia yang terkena musibah. Musibah terbesar yang terus menerus menghantui manusia adalah kemiskinan.
Setelah Bapa Uskup memberikan kata Pengantar, peserta masuk ke dalam proses perumusan OD yang dipandu oleh Rm. Sigit dan Ibu Murni.

Proses Perumusan
Peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok dan melakukan proses diskusi kelompok untu menentukan Visi-Misi, Nilai dan Bidang Kegiatan Utama Caritas Makassar. Hasil yang disepakati: Visi: Bela rasa demi keutuhan ciptaan. Misi: Mengembangkan gerakan solidaritas kemanusiaan untuk membela kaum lemah, miskin dan terpinggirkan, Menjalankan tugas animasi, fasilitasi, koordinasi dalam kerja sama dengan lembaga dan gerakan solidaritas kemanusiaan di dalam maupun di luar Gereja. Memberdayakan kaum lemah, miskin dan terpinggirkan menjadi pelaku utama perubahan sosial menuju keutuhan ciptaan.

Adapun nilai-nilai yang diperjuangkan Caritas Makassar: solidaritas dan subsidiaritas, inklusif, kesetaraan gender, vokasionalitas, dan profesionalitas yang transparan dan akuntabel.
Bidang Kegiatan Utama Caritas Makassar: Penanggulangan bencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Capacity building.

Metode analisa SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) digunakan dalam proses OD untuk merumuskan program kerja.

Tanggapan Peserta
Di akhir kegiatan, peserta memberikan tanggapan positif atas kegiatan OD Caritas Makassar. Laurenciana Sampebatu menuturkan bahwa ia menjadi lebih mengenal apa itu Caritas Makassar dengan menyusun visi, misi dan program kerja. P. Noel Para’pak memuji suasana dalam proses kegiatan yang amat kondusif, juga berkat pendampingan Ibu Murni terhadap kelompok yang membimbing dan mengarahkan.

Dominikus Reynaldi mengungkapkan rasa syukurnya karena dapat belajar menyusun visi-misi, sasaran kelompok yang dapat dijadikan bekal untuk diterapkan pada bidang kegiatan lain. Sr. Josephita JMJ dari RS Fatima Makale mengungkapkan hal yang sama, proses OD Caritas menurutnya amat berguna dalam menyusun program kerja, strategi dan sruktur di lembaga tempat ia berkarya.

Tim Fasilitator juga menyampaikan terimakasih dan harapan besar atas terlaksananya kegiatan OD Caritas Makasar. Ibu Murni mengapresiasi hasil dari proses yang digumuli peserta selama 4 hari. Materi OD yang dibawakan telah dipersiapkan dan dikemas khusus oleh tim Karina KWI sehingga dapat diterapkan. Rm. Sigit juga mengutarakan bahwa bahan OD telah dipersiapkan sejak tahun lalu, modul Pengembangan organisasi Caritas di keuskupan. Modul yang sekarang mereka bawakan merupakan hasil revisi ke-sekian setelah di modifikasi berkali-kali.

Proses Pengembangan Organisasi Caritas Makassar telah membuahkan seperangkat Visi-Misi, Struktur Organisasi dan Program Kerja yang menanti untuk dilaksanakan. Rm. Sigit mengingatkan Pesan Paus Benediktus dalam ensiklik DCE artikel 29: “organisasi karitatif Gereja merupakan opus proprium, karya khas: Gereja tidak hanya mendampingi dengan kerja sama, melainkan sebagai subyek langsung yang bertanggung-jawab dan melakukan apa yang sesuai dengan hakikatnya. Gereja tidak dapat dibebaskan dari pelayanan kasih sebagai kegiatan bersama teratur kaum beriman, dan di lain pihak tak pernah akan ada keadaan di mana pelayanan kasih individual orang kristiani tidak diperlukan, karena manusia tak hanya membutuhkan keadilan, melainkan akan juga selalu membutuhkan kasih”. *** oleh: Toni

Wisuda IV STIKPAR Tana Toraja Meluluskan 51 Mahasiswa

Di tengah-tengah kesibukan pemeriksaan portofolio dalam rangka sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan, kami diminta untuk menuliskan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan Wisuda IV STIKPAR Tana Toraja. Setiap kesempatan yang ada kami manfaatkan untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan Wisuda IV STIKPAR.

Pada hari Sabtu, 8 Agustus 2009, Sekolah Tinggi Kateketik & Pastoral Rantepao, Tana Toraja kembali meluluskan mahasisnya. Upacara kelulusan dilaksanakan dalam sidang terbuka Senat Sekolah Tinggi Kateketik & Pastoral Rantepao. Tidak seperti upacara wisuda yang kita jumpai di berbagai sekolah tinggi dan perguruan tinggi lainnya, acara wisuda kali ini dilaksanakan pada sore hari, yakni pada pukul 15.00 WITA. Ini merupakan wisuda yang keempat kalinya diselenggarakan oleh STIKPAR. Direktur Pendidikan Agama Katolik Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Dep. Agama RI, Bupati Toraja Utara, Pastor Sekretaris Keuskupan Agung Makassar, Pastor Ketua Komisi Pendidikan KAMS, Penyelenggara Bimas Katolik Kab. Tana Toraja, para pastor, katekis, biarawan-biarawati, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka-pemuka agama, Civitas Akademika ISI Denpasar, Mahasiswa calon wisudawan beserta keluarga dan para undangan lainnya, menjadi satu menyaksikan Wisuda IV STIKPAR Tana Toraja.

Selama tiga tahun terakhir ini STIKPAR tidak menyelenggarakan wisuda, namun itu tidak berarti bahwa tidak ada mahasiswa yang ujian dan dan tamat. Mahasiswa yang ujian dan tamat selamat tiga tahun tersebut tetap ada. Pada November 2007 ada Sembilan orang yang menyelesaikan program S-1. Pada November 2008 ada 14 orang yang menyelesaikan program D-3, sebagai angkatan terakhir dari program D-3 di STIKPAR Tana Toraja. Pada akhir Juni 2009, ada 28 orang menyelesaikan program S-1. Jadi jumlah keseluruhan mahasiswa yang ujian dan lulus dalam tiga tahun tersebut adalah 51 orang. Lulusan-lulusan tersebut baru diwisuda secara bersama-sama pada Sabtu, 8 Agustus 2009. Semua lulusan dalam acara Wisuda IV ini adalah dari Jurusan Kateketik Pastoral, Program Studi Katekese Sekolah/Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik. Lulusan Program Diploma III berjumlah 14 orang, 1 orang pria dan 13 orang wanita. Lulusan Program Pendidikan Strata 1 sebanyak 37 orang, 12 orang pria dan 25 orang wanita. Lulusan Program Pendidikan Strata 1 tersebut terdiri dua angkatan yakni lulusan November 2007 sebanyak 9 orang; lulusan Juni 2009 sebanyak 28 orang. Seluruh lulusan yang berjumlah 51 orang tersebut diperkenankan untuk mengikuti Wisuda IV namun yang hadir dalam wisuda tersebut berjumlah 47 orang.

Wisudawan dari lulusan November 2008 D3 meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada rentang 2,40 hingga 3,59 dengan masa tempuh 3 Tahun. IPK rata-rata adalah 2,88 dan IP rata-rata Ujian Negara 2,71. IPK tertinggi untuk lulusan Program D-3 diraih oleh Alde Gonda Angela Mangambu. Wisudawan dari lulusan November 2007 Program S1 meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada rentang 3,00 hingga 3,56. IPK rata-rata adalah 3,23 dan IP rata-rata Ujian Negara 3,36. IPK tertinggi untuk lulusan 2007 Program S1 diraih Yosep Limbu. Sedangkan wisudawan dari lulusan Juni 2008 Program S1 meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada rentang 2,54 hingga 3,5. IPK rata-rata adalah 2,54 dan IP rata-rata Ujian Negara 3,00 IPK tertinggi untuk lulusan 2008 Program S1 diraih oleh Noriva Ira Sumule. Dengan Wisuda IV ini, maka STIKPAR secara keseluruhan telah meluluskan 293 orang dengan rincian sebagai berikut:
a. Program D2: 237 lulusan (pria 83 orang dan wanita 154 orang)
b. Program D3: 53 lulusan (pria 11 orang dan wanita 42 orang)
c. Program S1: 46 orang (pria 15 orang dan wanita 31 orang)

Perlu dicatat bahwa Wisuda IV STIKPAR menjadi wisuda terakhir bagi lulusan diploma dari program pendidikan Kateketik dan Pastoral, kerena selanjutnya penamatan dan wisuda di STIKPAR Tana Toraja akan terlaksana hanya bagi lulusan program S-1 saja. Regulasi ini sejalan dengan perubahan dan perkembangan regulasi dalam dunia pendidikan di Negara Repubilk Indonesia.

UU RI no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai tindak lanjut dari UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Guru harus memiliki kwalifikasi akademik minimal D4 atau S1. Oleh karena itu STIKPAR Tana Toraja tidak lagi menerima mahasiswa program D2 sejak Tahun Akedemik 2005-2006 dan program D3 sejak Tahun Akademik 2006-2007, walaupun ijin operasional STIKPAR berlaku juga untuk program-program tersebut.

Perubahan regulasi pendidikan di Negara kita diikuti oleh program konkrit Pemerintah, yang pada gilirannya melibatkan pula STIKPAR Tana Toraja. Salah satu contoh yang bisa disebutkan adalah Program Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan. Pada Proses sertifikasi Guru-Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan periode tahun 2007 dan 2008, STIKPAR Tana Toraja berperan sebagai LPTK Mitra pada LPTK Induk STP IPI Malang, selaku satu-satunya LPTK Induk bagi Guru-Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan. Pada periode 2009 dan 2010 LPTK Induk untuk proses sertifikasi Guru-Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan menjadi 4. Salah satu LPTK Induk pada periode 2009 dan 2010 tersebut adalah STIKPAR Tana Toraja dengan Mitra STPAK St. Yohanes Penginjil Ambon, STK St. Yakobus Merauke, dan STP St. Yohanes Rasul Jayapura.

Ini berarti STIKPAR Tana Toraja mendapat kepercayaan besar bagi proses sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan di seluruh provinsi di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua. Tentulah ini bukan tanggung jawab ringan, bukan pula pelayanan yang mudah. Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan tersebar secara sporadis dalam wilayah yang begitu luas dengan sarana komunikasi yang masih terbatas pada banyak pelosok di Indonesia Timur. Proses sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan dilaksanakan segera setelah Wisuda IV STIKPAR dilaksanakan.

Wisuda IV STIKPAR pada 8 Agustus 2009 juga memiliki keistimewaan tersendiri. Acara Wisuda IV ini merupakan wisuda pertama bagi Kelas Khusus yakni kelas bagi Guru-guru Agama Katolik Dalam Jabatan. Kelas Khusus ini menghadapi cukup banyak kendala dan tantangan, baik menyangkut peserta, penyelenggara maupun Direktorat Jenderal Bimas Katolik sendiri. Bagi peserta sendiri, tantangannya tidak sedikit, misalnya sudah berumur masih kuliah, kesibukan tugas dan tanggung jawab sebagai guru dan bapak keluarga, dan lain-lain. Munculnya rumor bahwa di tempat lain nun jauh di sana ada Perguruan Tinggi STIA (Sekolah Tiada, Ijazah Ada), dapat melemahkan semangat kuliah dan merongrong penyelenggara. Namun Ketua SIKPAR dalam sambutannya menegaskan bahwa “STIKPAR Tana Toraja tetap berpendapat bahwa STIKPAR tidak hadir di tengah Gereja dan masyarakat untuk membagi-bagi asal ijazah bagi orang yang tidak pernah ujian, menulis skripsi apalagi tidak pernah kuliah. STIKPAR Tana Toraja tidak pernah berpikir asal meluluskan mahasiswa atau membagi ijazah. Pemerintah, Masyarakat, dan Gereja menanti lulusan yang berkualitas di bidangnya. Bidang STIKPAR adalah ajaran iman dan moral Katolik, yang langsung bertolak belakang dengan pola asal lulus, asal ada ijazah, asal bagi-bagi ijazah”.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Pendidikan Agama Katolik Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Dep. Agama RI dalam pidatonya; “mutu SDM di Negara kita masih kurang”. Ia menambahkan bahwa “mudah-mudahan kita tidak turut menciptakan SDM yang hanya memiliki ijazah tetapi tidak memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pas dengan ijazahnya”.

Setelah acara wisuda berakhir suasana ceria di aula IKAR semakin terasa. Rasa haru, bangga dan gembira bercampur-aduk di antara para wisudawan dan keluarganya, menjadi pemandangan yang sangat indah. Menjadi Sarjana bukan merupakan akhir dari perjuangan, namun awal dari pembuktian kapabilitas keilmuan yang didapatkan di bangku kuliah, dalam menghadapi tantangan kehidupan dan karier yang sangat kompetitif. Kepada seluruh lulusan STIKPAR Tana Toraja, ingatlah selalu motto STIKPAR: “Injil di tangan kanan, linggis di tangan kiri”. Maju terus wartakan Sabda Tuhan dan jangan lupa tancapkan linggis Anda, demi mengolah bumi pertiwi. Proficiat!*** Penulis: Paulus Palondongan

Tim Promosi Panggilan Kaum Muda

Dalam diskusi bersama kaum muda, Fr. Urbanus Takasi, CMM bertindak sebagai ketua sekaligus pemandu acara. Dalam acara pembukaan dan kata pembuka, Fr. Urbanus menjelaskan tentang maksud dan tujuan kedatangan tim ke Bantaeng, yakni untuk memperkenalkan serta mempromosikan cara hidup membiara kepada umat setempat khususnya kepada anak-anak dan kaum muda. Lewat kegiatan ini diharapkan kelak ada kaum muda juga yang berasal dari paroki setempat memilih hidup membiara baik sebagai pastor, frater, maupun suster. Penjelasan ini berlangsung sedikit lama karena pada umumnya peserta yang hadir pada saat itu tidak sempat mengikuti acara pertemuan serta tanya jawab yang diadakan pada malam hari.

Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan tim, acara kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dari tim yang hadir pada saat itu. Dalam acara perkenalan tersebut peserta diminta untuk menceritakan secara singkat motivasinya sehingga memilih hidup membiara.

Seusai perkenalan, acara kemudian dilanjutkan dengan penjelasan serta uraian singkat dari Pastor Daru, CICM tentang hidup selibat. Secara singkatnya Pastor Daru mengungkapkan bahwa pada hakikatnya memilih mengabdikan hidup kepada Tuhan dan Gereja-Nya melalui hidup membiara merupakan suatu bentuk panggilan hidup yang sangat mulia. Namun dewasanya ini, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan menawarkan berbagai macam kenikmatan, panggilan hidup membiara menjadi kurang menarik lagi bagi kaum muda. Namun menurut Pastor Daru, alasan tersebut bukanlah merupakan satu-satunya alasan penyebab kurangnya orang-orang yang dipanggil secara khusus untuk menjadi pekerja-pekerja di ladang Tuhan. Alasan lainnya adalah kurangnya dukungan dari keluarga. “Oleh karena itu, melalui kegiatan ini kiranya keluarga sebagai gereja kecil diharapkan mampu untuk menjadi motivator bagi putra-putrinya untuk menjadi pastor, frater, maupun suster”. Ungkap Pastor Daru menutup penjelasannya. Untuk semakin membuat peserta paham dengan baik tentang hidup membiara, oleh Fr. Urbanus acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat itu adalah:
1. Bagaimana cara untuk menjadi calon pastor, frater, dan suster?
2. Bagaimana tanggapan dan respon orang tua terhadap pilihan hidup yang suster, frater, dan pastor telah pilih?
3. Apa yang pastor, frater dan Suster lakukan dalam menghadapi kurangnya dukungan dari pihak keluarga tersebut?
4. Sebagai manusia normal walaupun pastor, frater dan suster telah memilih hidup untuk menjadi kaum religius, akan tetapi godaan terhadap lawan jenis pasti tetap ada juga. Bagaimana cara pastor, frater, dan suster mengatasi semuanya itu?
5. Apabila terdapat sikap/kelakuan yang kurang terpuji dari calon pastor, frater, dan suster selama menjalani proses pembinaan, apakah semuanya itu dapat dijadikan standar penilaian untuk menentukan layak dan tidaknya bagi calon yang bersangkutan untuk melanjutkan pendidikan ke proses selanjutnya atau ada pertimbangan/kebijakan lainnya?
6. Faktor apa yang menyebabkan sehingga kaum religius yang walaupun telah berikrar untuk hidup kekal dalam tarekat yang telah dipilihnya, tetapi pada akhirnya ada juga yang memilih meninggalkan panggilan sucinya?
7. Bagaimana sikap Gereja dengan para pastor, frater, dan suster yang telah mengikrarkan janji untuk hidup setia/kekal dalam tarekat yang telah dipilihnya dan ternyata dalam perjalanan waktu dia memilih keluar/meninggalkan tarekatnya? Sanksi apa yang kemungkinan akan diterima oleh pribadi yang bersangkutan?
8. Mengapa kaum religius tidak boleh menikah?
9. Apa perbedaan antara pastor, frater, dan suster?

Setelah tanya-jawab, acara kemudian dilanjutkan dengan pembagian brosur dari masing-masing tarekat dan sebagai acara penutup diakhiri dengan doa penutup oleh salah seorang frater novis HHK.

Anggota-anggota tim :
P. Daru, CICM; Fr. Urbanus Takasi, CMM; Sr. Helen, CIJ; Sr. Enjel, JMJ; Sr. Dionisia, JMJ; 2 Fr. Novis HHK.***

Tahbisan Imam: "Kesanggupan Kami adalah Pekerjaan Allah"

Hari Kemarin
Beberapa bulan terakhir ini, Tuhan melimpahkan rahmat dan berkat-Nya yang tiada henti kepada umat di Paroki Maria Ratu Rosari (Paroki Kare). Ia yang telah melakukan mukjizat dan menunjukkan kebesaran kuasa-Nya dalam proses perizinan dan pembangunan gedung gereja, Ia yang telah memberkati umat Kare dan para dermawan sehingga dapat mengambil bagian dalam proses pembangunan ini menurut besarnya rahmat yang mereka terima, kini berkenan menggembirakan hati umat-Nya dengan berbagai perayaan iman yang bisa dijadikan salah satu tanda betapa hidup dan kayanya pertumbuhan iman umat di Paroki Kare.

Tanggal 28 Juni 2009, Vikjen KAMS, P. Ernesto Amigleo, CICM menerimakan Sakramen Krisma kepada 93 orang muda-mudi Paroki. Sepekan berselang, Uskup Agung KAMS, Mgr. John Liku-Ada’, berkenan memimpin perayaan Ekaristi di Basement Gereja dan memberikan sakramen serupa kepada 104 orang dewasa dan orang-orang tua yang belum sempat menerima sakramen ini semasa mudanya dulu. Kini ke-197 orang yang telah dewasa dalam iman dan dipenuhi secara istimewa oleh Roh Kudus telah diutus untuk memberikan kesaksian iman dimana pun mereka berada.

Beberapa pekan kemudian, umat Paroki Kare menjadi saksi saat 6 orang Frater CICM yang telah menyelesaikan masa novisiatnya, mengikrarkan Kaul Pertama mereka dalam sebuah perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Provincial Superior CICM, P. Antonius Hestasusilo, CICM. Perayaan ini sekaligus menandai berakhirnya karya pelayanan P. Kamelus Kamus, CICM sebagai Magister Novis, serta menyambut P. Joni Payuk, CICM yang ditunjuk untuk mengisi posisi terhormat itu. P. Kamel, sebagai Magister Novis, kerapkali memberikan pelayanan sakramen, memberikan kesaksian iman dan membentuk karakter umat di Wilayah II dimana Novisiat Sang Tunas CICM berada. Terima kasih dan selamat berkarya di tempat baru. Kami, umat Kare, akan merindukan suara P. Kamel yang merdu.

Akhirnya, lima hari sebelum perayaan tahbisan imam, 78 orang anak-anak yang gagah dan anggun melangkah ke depan altar untuk menyambut Tubuh-Darah Kristus untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Kini semua umat Paroki Kare siap menatap ke depan dan menyongsong sebuah perayaan iman yang kaya makna dan berkat, karena Tuhan sendiri berkenan memanggil, memilih dan mengutus putera-putera-Nya ke ladang misi. Tidak sedikit pun tampak rasa lelah dan penat di wajah para bapak, ibu, kaum muda, dan anak-anak ketika datang berlatih dan bergotong-royong membersihkan kompleks Gereja.

Hari Ini
Kamis, 6 Agustus 2009. Matahari yang bersinar terang dan terik, tidak mampu mengalahkan antusiasme umat yang ingin menghadiri perayaan tahbisan imam. Sudah dua tahun berturut-turut, Paroki Kare dipilih sebagai tuan rumah perayaan tahbisan imam. Parokinya boleh sama, tetapi tahun ini sudah jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Para tamu undangan, para imam dan umat disambut oleh tiang-tiang beton yang menjulang tinggi siap diatapi. Ketika melangkahkan kaki ke basement Gereja, mata umat dimanja oleh dekorasi bernuansa Tana Toraja dan hamparan bunga nan elok serta sayur dan buah-buahan yang segar. Itu semua melambangkan sukacita umat Paroki Kare untuk menyambut umat Tuhan, khususnya bergembira atas anugerah imam baru.

Perayaan Ekaristi dimulai tepat pukul 16.00, dipimpin oleh Uskup Agung KAMS, Mgr. John Liku-Ada’ serta dihadiri oleh para imam yang berkarya di wilayah KAMS, konfrater CICM dari Distrik Jakarta dan seluruh Dewan Provinsi CICM di Indonesia. Turut hadir Vikjen Vicariate of Tabuk, Kalinga, Rev. FR. Sean Mejia, Pr dan Rev. FR. Vikus Mamukoten, SVD. Keduanya merupakan perwakilan dari Keuskupan Tabuk, Filiphina, tempat Diakon Fransiskus Gella berkarya. Di tengah-tengah umat nampak pula para Frater dan Suster dari beberapa kongregasi yang berkarya di KAMS, beberapa anggota kelompok FOC (Friends of CICM) dari Jakarta, keluarga, tamu-undangan, dan ratusan umat Paroki Kare.

Perayaan suci ini, yang bertepatan dengan Pesta Transfigurasi Tuhan, menggemakan sebuah tema yang luar biasa. Diakon Fransiskus Gella dan Diakon Matius Pawai terdorong untuk meneladani Santo Paulus, rasul para bangsa, yang selama menjalankan karya misinya telah memberikan kesaksian bahwa kesanggupannya untuk menjalankan misi Tuhan, dan memberi kesaksian mengenai kemuliaan Allah, cinta Kristus dan kehadiran Roh Kudus adalah pekerjaan Allah sendiri (2Kor 3:5b).
Tema ini menyadarkan kita bahwa tahbisan adalah rahmat dan karunia Allah. Dari pihak kita, tidak ada sesuatu pun yang pantas dijadikan alasan mengapa Ia memanggil dan memilih kita menjadi milik kepunyaan-Nya. Tahbisan suci tetaplah anugerah Allah dan sama sekali tidak mengandaikan keunggulan dan jasa pribadi mereka. Oleh karena merasa tidak memiliki jasa apa pun, maka mereka dan semua imam perlu membiarkan Allah melaksanakan rencana dan kehendak-Nya bagi Gereja dan sesama melalui diri mereka.

Agar para imam, khususnya kedua imam baru ini, mampu mengemban tugas sebagai gembala, nabi dan imam Mgr. John, sapaan Uskup Agung KAMS berulang kali berpesan kepada para imam agar semakin hari semakin erat mempersatukan diri dengan Kristus, Sang Imam Agung lewat doa-doa pribadi dan perayaan Ekaristi yang dipersembahkannya. Sebab para imam, termasuk seluruh umat Allah, dipanggil untuk selalu memberikan kesaksian kepada semua orang bahwa kini “...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:20a). Prinsip hidup Santo Paulus inilah, sambung Mgr. John, yang akan mengantar setiap imam dan seluruh umat Allah untuk sampai kepada proses ‘transfigurasi’, yakni memandang hidup, panggilan dan karya perutusan semua orang beriman sebagai pekerjaan Allah sendiri. Di akhir khotbahnya, Mgr. John menandaskan bahwa Tuhan yang setia itu senantiasa menuntut kesetiaan dari kita semua, khususnya para imam, untuk setiap saat semakin bersatu dengan-Nya, menghayati setiap perbuatan kita dan menyelaraskan hidup dengan misteri salib Tuhan.

Tidak terasa hampir tiga jam lamanya perayaan Ekaristi – yang dimeriahkan oleh gabungan P.S. Serafim, P.S. SMS, dan Mudika Paroki Kare, serta tari-tarian oleh anak-anak MMRR (Misdinar Maria Ratu Rosari) – itu berlangsung. Ratusan umat yang hadir langsung menyerbu kedua imam baru untuk memberikan ucapan selamat dan menyandera mereka berdua untuk berfoto bersama. Setelah puas memberikan ucapan selamat, seluruh umat diundang untuk menikmati santapan jasmani yang telah digelar di lantai atas, lantai yang semoga tidak lama lagi akan menjadi lantai gereja Paroki Kare. Ucapan terima kasih patut disenandungkan untuk Panita Tahbisan, yang terdiri dari para konfrater CICM Distrik Makassar bekerjasama dengan Seksi Liturgi dan Seksi Kaum Ibu Katolik Paroki. Terima kasih berlimpah juga kepada seluruh anggota Legio Mariae dan WKRI Cabang Kare, para pengurus Wilayah dan Rukun, serta semua pihak yang telah rela berpeluh, bekerja dan berpartisipasi dalam menyukseskan pesta iman ini.

Hari Esok
Tidak ada yang istimewa, selain rasa capai dan lelah. Basement Gereja mulai dibereskan dan para tukang bangunan kembali mengangkat besi, semen dan batu. Kedua imam baru, P. Frans Gella, CICM dan P. Matius Pawai, CICM beserta keluarga sedang bersiap-siap untuk menggelar serangkaian misa syukur di kampung halamannya masing-masing.

Semilir angin berhembus di bumi Kare. Hawa panas kembali berlarian di antara tiang-tiang basement gereja. Gonggongan anjing sesekali terdengar menandakan datangnya tamu. Namun semuanya tetap sadar bahwa kemarin Bumi Kare sekali lagi telah diberkati Tuhan. Kita serahkan perjalanan hidup dan karya kedua imam baru ke tangan Sang Gembala Baik, serta mempersembahkan mereka ke dalam doa-doa Santo Yohanes Maria Vianney, pelindung para imam. Kita pun berdoa agar di hari esok seluruh umat Allah, tarekat CICM, dan Keuskupan Agung Makassar senantiasa diberkati dengan kehadiran imam-imam baru yang siap sedia menjadi ‘Alter Christi’.*** Penulis: P. Bennie Claudius, CICM

Perayaan Hidup Membiara

Di masa modern ini, di tengah hiruk pikuk dan tawaran dunia yang sungguh memikat, ketika banyak orang mengagungkan kehidupan yang semakin gemerlap, pada tanggal 29 Juli 2009 bertempat di gereja St. Joseph gotong-gotong dan bertepatan dengan gereja memperingati Santa Marta, Maria dan Lazarus sebagai sahabat Tuhan, suster-suster kongregasi Jesus, Maria, Joseph yang terdiri dari 3 provinsi yaitu Jakarta, Manado dan Makassar bersyukur dan mendoakan atas keberanian keenam suster yunior yang memilih jalan hidup yang sungguh bertolak belakang dengan pilihan hidup banyak orang zaman sekarang dengan mengikrarkan tri prasetia seumur hidup yakni : Sr. Maria Marie Poli, Sr. Gabriella Gowa Keytimu, Sr. Hilaria Rumping, Sr. Yuliana Ima Semba, Sr. Christina Yolasb dan Sr. Emerensiana Nahak.
Perayaan ekaristi dipimpin oleh Vikaris Jendral Keuskupan Agung Makassar Pst. Ernesto CICM dan dihadiri oleh para pastor, frater, suster serta keluarga dan umat. Sr. Theresia Supriyati sebagai pemimpin umum Societas JMJ menerima mereka sebagai anggota definitif dalam Societas JMJ.

“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu mintalah apa saja yang kamu kehendaki kamu akan menerimanya”. Inilah yang menjadi sumber kekuatan dan peneguhan bagi para sang jubilaris dalam menjalani hidup ini. Bagi mereka hidup membiara adalah promosi dan tawaran gratis dari Jesus. IA tidak memasang tarif perminggu, perbulan atau pertahun, juga tanpa uang muka tetapi tinggallah selama-lamanya sampai akhir hidupmu dalam societas Jesus Maria Joseph, dan inilah konsekuensi dari panggilan hidup yang mereka “fiat”kan dengan sadar, bebas dan mau tanpa paksaan.

Panggilan kaul seumur hidup bukanlah akhir dari segala perjuangan tetapi awal untuk memulai langkah baru dalam menapaki hidup membiara bersama rekan-rekan suster dalam Societas Jesus, Maria, Joseph. Keputusan untuk mengikat diri dalam pembaktian terus – menerus ditimba dari Jesus sendiri yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Keyakinan bahwa Dia yang telah memanggil akan tetap menguatkan, meneguhkan dan memberi semangat untuk meneruskan perziarahan hidup mengikuti “Sang Guru Ilahi”. Dilain pihak kesadaran bahwa mereka hanyalah bejana tanah liat yang rapuh di tangan Allah yang setia menjaga dan memeliharanya membutuhkan doa dan dukungan ungkap salah seorang jubilaris mewakili teman-temannya.

Pada hari yang sama juga lima Suster merayakan 25 tahun hidup membiara dalam Societas JMJ. Mereka adalah: Sr. Lucia Tolok, Sr. Margaretha Poluan, Sr. Dorothea Poliwa, Sr. Josepha Karamoy dan Sr. Fransiska Djenaung. Mereka sungguh menjadi sahabat setia Tuhan melalui pelayanan dan pengabdian mereka di tengah-tengah dunia.
Sr. Dorothea Poliwa kelahiran Sangalla’ anak kedua dari 8 bersaudara memberi kesaksian bahwa 25 tahun menghayati jalan panggilannya sebagai seorang suster JMJ dengan bersemangat sebagai seorang hamba yang berusaha lewat jatuh dan bangun dengan segala kelemahan manusiawi untuk selalu siap sedia melaksanakan tugas perutusan itu hanya mungkin terjadi karena rahmat dan kekuatan Tuhan yang dialaminya lewat tegur sapa, dukungan doa dari keluarga, rekan-rekan sepanggilan dan siapa saja yang bekerjasama dan dijumpai dalam keseharian hidupnya.

Kehadiran para suster merupakan hadiah istimewa bagi societas JMJ yang serentak pula dapat merupakan suatu karunia dan kekayaan bagi gereja dimana para anggota hidup bakti mempunyai tugas untuk membuat kesaksian radikal tentang nilai-nilai kerajaan Allah kepada tiap orang. Proficiat!*** Penulis: Sr. Theresia Tulung