Sabtu, 03 Oktober 2009

Mengenal FABC

Dari tanggal 10 s/d 16 Agustus 2009 yang lalu berlangsung Sidang Pleno IX FABC di Manila, Filipina. Dari Indonesia hadir 4 Uskup perutusan: Mgr. Martinus Dogma Situmorang OFMCap (Ketua KWI), Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Mgr. Leo Laba Ladjar OFM., dan saya. Menurut Statuta FABC, Ketua Konferensi ex officio menjadi peserta Sidang Pleno. Sedangkan peserta lainnya dipilih oleh Konferensi Uskup yang bersangkutan, berdasarkan ketentuan jumlah Keuskupan dalam Konferensi ybs.: 1-30 Keuskupan diwakili 2 utusan; 31-45 Keuskupan diwakili 3 utusan; 46-60 diwakili 4 utusan; 60 ke atas 6 utusan. Demikianlah, KWI yang beranggotakan 37 Keuskupan berhak diwakili 3 utusan. Sebetulnya setiap Kardinal selalu mendapat undangan khusus menghadiri Sidang Pleno. Tetapi karena halangan kesehatan, Rm. Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja SJ kali ini absen.

Setiap Sidang Pleno, yang memilih tema tertentu, biasanya mengeluarkan dua dokumen utama. Yang pertama, lebih singkat, berupa Pesan Sidang (Message); yang kedua, lebih panjang, adalah naskah lengkap hasil Sidang. Sidang Pleno IX baru-baru ini memilih tema “Living the Eucharist in Asia” (“Menghayati Ekaristi di Asia”). Karena tema ini sangat penting dan aktual bagi setiap umat katolik di Asia, maka Pesan Sidang Pleno IX tersebut dimuat secara lengkap dalam edisi KOINONIA kita kali ini. Diharapkan bahwa kita bersedia menyisihkan waktu untuk membacanya secara cermat dan mencamkannya. Dengan demikian Ekaristi, yang disebut sumber dan puncak hidup orang Katolik, semakin bermakna dalam kehidupan imani kita sehari-hari. Kecuali itu, kata orang, “Tak kenal, maka tak sayang”. Maka di bawah ini disajikan beberapa informasi sekitar FABC, agar kita semakin mengenal dan mencintainya.

SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA FABC
FABC adalah singkatan dari Federation of Asian Bishops’ Conferences, “Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia”. Awalmula keberadaan FABC dapat ditelusuri ke belakang, saat berlangsungnya Konsili Vatikan II. Ketika itu banyak Uskup Asia bertemu untuk pertama kali. Persahabatan mulai terbentuk, dan suatu kesadaran akan identitas yang sama membawa pada gagasan membentuk sejenis organisasi yang dapat memungkinkan terwujudnya interaksi berkelanjutan.

Kunjungan Paus Paulus VI ke Manila di tahun 1970 menjadi kesempatan suatu pertemuan yang dapat disebut “Pertemuan Para Uskup Asia” (Asian Bishops Meeting, disingkat ABM). Tema yang dipilih untuk pertemuan tersebut adalah Populorum Progressio (Kemajuan Bangsa-Bangsa), tema ensiklik Paus Paulus VI yang baru saja dikeluarkan. Selama berlangsungnya ABM, kebutuhan akan suatu struktur permanen untuk mempersatukan para Uskup dari berbagai negara Asia semakin dirasakan. Maka diadakanlah sebuah pertemuan khusus selama berlangsungya ABM, dan sebuah “team tindaklanjut” diberi mandat untuk mengadakan pertemuan “Para Ketua Konferensi Waligereja”.

Pada bulan Maret 1971 pertemuan pertama para Ketua Konferensi diadakan di Hong Kong. Pokok utama dalam agenda pertemuan tersebut adalah diskusi mengenai hakekat, sasaran dan bidang cakupan Federasi Konferensi-Konferensi Para Waligereja Asia yang diusulkan, serta rancangan seperangkat Statuta. Statuta disetujui oleh Roma pada bulan November 1972, dan dengan demikian FABC resmi terbentuk.

HAKEKAT FABC (Statuta Bab 1, Psl. 1)
FABC adalah sebuah asosiasi sukarela Konferensi-Konferensi para Waligereja di Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Tengah, yang dibentuk atas persetujuan Takhta Suci. Tujuannya ialah membantu memperkembangkan solidaritas dan ko-responsibilitas antar para anggota, demi kesejahteraan Gereja dan masyarakat di Asia, dan memajukan serta membela kepentingan/kebaikan yang lebih besar.
Keputusan-keputusan Federasi tidak mempunyai daya mengikat secara yuridis; penerimaannya merupakan suatu ungkapan tanggungjawab kolegial.

FUNGSI UTAMA FABC (Statuta Bab 1, Psl 2)
1. Mempelajari cara-cara dan sarana-sarana kerasulan, khususnya dalam terang Vatikan II dan dokumen-dokumen resmi post-Vatikan II, dan sesuai dengan kebutuhan Asia;
2. Berusaha untuk dan mengintensifkan kehadiran dinamis Gereja dalam pembangunan utuh-menyeluruh penduduk Asia;
3. Membantu dalam mempelajari masalah-masalah kepentingan bersama untuk Gereja di Asia, dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan jalan keluar serta tindakan terkoordinir;
4. Memajukan inter-komunikasi dan kerjasama di antara Gereja-Gereja lokal dan para Uskup Asia;
5. Memberikan pelayanan kepada Konferensi-Konferensi Waligereja Asia, demi membantu mereka menjawab secara lebih baik kebutuhan-kebutuhan Umat Allah;
6. Membantu pengembangan penataan lebih baik organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan dalam Gereja pada tingkat internasional;
7. Membantu memperkembangkan komunikasi dan kerjasama ekumenis dan antar-agama.

ANGGOTA FABC
Dibedakan dua macam anggota: (1) anggota dari Konferensi Waligereja dan (2) anggota dari Gereja lokal yang tidak/belum tergabung dalam sebuah Konferensi, disebut ‘Associate Member’. Dewasa ini FABC mempunyai 18 anggota Konferensi Waligereja: Bangladesh (CBCB); CBCI, India; CCBI, India; Syro Malabar, India; Syro-Malankara, India; Indonesia (KWI); Jepang (CBCJ); Kazakhstan (KKEK); Korea (CBCK); Laos-Kambodia (CELAC); Malaysia-Singapura-Brunei (CBCMSB); Myanmar (CBCM); Pakistan (CBCP); Filipina (CBCP); Sri Lanka (CBCSL); Taiwan (CRBC); Thailand (CBCT); Viet Nam (CBCVN).

Sedangkan Associate Members ada 11: Hong Kong S.A.R.; Macau S.A.R.; Timor L’este; Nepal; Uzbekistan; Tadjikistan; Kyrgystan; Turkmenistan, Mongolia; Irkutsk, Siberia; dan Novosibirsk, Siberia.

ORGANISASI FABC
a. Komite Pusat (Central Committee)
Komite Pusat terdiri dari para Ketua Konferensi Waligereja anggota. Komite ini bertugas mengawasi tindaklanjut resolusi-resolusi dan instruksi-instruksi yang dikeluarkan oleh Sidang Pleno. Komite ini mengadakan rapat setiap dua tahun.

b. Komite Tetap (Standing Committee)
Panitia ini terdiri dari 5 Uskup yang dipilih dari berbagai bagian Asia; bertugas menindaklanjuti resolusi-resolusi dan instruksi-instruksi dari Komite Pusat. Komite ini juga mendampingi dan memberi dukungan langsung kepada Sekretariat Jenderal dan organ-organ lain FABC.

c. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal merupakan agen pelayanan utama FABC, menjadi alat koordinasi dalam FABC dan dengan pihak luar. Hingga kini berkedudukan di Hong Kong.

d. Departemen (offices)
Untuk membantu Sekretariat Jenderal ada 9 offices, yang masing-masingnya menangani pelayanan khusus/bidang perhatian tertentu. Ke-9 Departemen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Departemen Evangelisasi; termasuk di bawah Departemen ini Bidang Urusan (Desk) Liturgi; (2) Departemen Pendidikan dan Pembinaan Iman; (3) Departemen untuk Urusan Ekumenis dan Antar-Agama; (4) Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia; (5) Departemen Kaum Awam dan Keluarga; Departemen ini juga membawahi 3 Desks: Komunitas Basis Gerejawi; Kaum Perempuan; dan Kaum Muda; (6) Departemen Komunikasi Sosial; (7) Departemen Teologi; (8) Departemen untuk para Klerus; dan (9) Departemen untuk Hidup Bakti.

e. Sidang Pleno
Sidang Pleno merupakan badan tertinggi FABC. Semua Komite dan Departemen bertanggungjawab terhadap Sidang Pleno. Hanya Sidang Pleno yang memiliki wewenang dan hak membuat atau mengesahkan perubahan konstitusional dan menyetujui kebijakan-kebijakan penting serta perubahan struktural. Sidang Pleno secara biasa diadakan setiap 4 tahun. Takhta Suci dimohon mengirimkan utusan khusus ke setiap Sidang Pleno.

DARI SIDANG PLENO I KE SIDANG PLENO IX
Sidang Pleno I FABC diadakan tahun 1974 di Taipei, Taiwan. Tema yang dipilih, “Evangelisasi di Asia Zaman Modern”. Dari Sidang Pleno I inilah lahir paradigma “tri-dialog” yang terkenal itu: dialog dengan budaya-budaya Asia, dialog dengan agama-agama Asia, dan dialog dengan kaum miskin Asia. Sebagaimana mungkin kita ketahui, pada tahun-tahun selanjutnya bahkan sampai sekarang ini, tri-dialog ini menentukan arah perutusan dan pastoral Gereja di Asia. Paradigma tri-dialog tersebut merupakan jawaban pastoral yang relevan kontekstual di Asia. Karena Asia adalah sebuah benua mahaluas, kaya dengan aneka-ragam budaya berusia sangat panjang, di mana semua agama besar dunia lahir, di mana tinggal sekitar dua per tiga penduduk bumi yang sebagian besarnya hidup dalam kemiskinan materiil.

Sidang Pleno FABC II berlangsung di Calcutta, India, pada tahun 1978 dan mengambil tema “Doa sebagai Kehidupan Gereja”. Selanjutnya, tahun 1982 Sidang Pleno III di Samphran, Thailand, dengan tema “Gereja sebagai Komunitas Iman”. Tahun 1986 Sidang Pleno IV di Tokyo, Jepang, menggumuli tema “Panggilan dan Perutusan Kaum Awam”. Sidang Pleno V tahun 1990, dengan tema “Cara Baru (Hidup) Menggereja”, bertempat di Bandung, Indonesia. Sedangkan “Kemuridan sebagai Pelayanan kepada Hidup” menjadi tema Sidang Pleno VI di Manila, 1995. Sidang Pleno VII kembali diadakan di Samphran, tahun 2000, memperbincangkan tema “Gereja yang Diperbaharui – Misi Kasih dan Pelayanan”. Empat tahun kemudian (2004), Sidang Pleno VIII di Daejeon, Korsel, membicarakan tema “Keluarga Asia Menuju Budaya Hidup Terintegrasi”.

Dan dengan demikian kita tiba kembali pada Sidang Pleno IX, yang sudah disinggung di depan. Tema Sidang Pleno IX, “Menghayati Ekaristi di Asia”, diputuskan dalam pertemuan Komite Pusat pada November 2005. Tema tersebut dipilih sebagai follow up Sinode para Uskup di Roma tentang Ekaristi. Di Sinode tentang Ekaristi itu ditekankan pula kehadiran Allah dalam Sabda, di samping kehadiran dalam Roti. Para Ketua Konferensi, yang tergabung dalam Komite Pusat, menginginkan agar kedua realitas itu direnungi dalam Sidang Pleno yang akan datang dalam konteks Asia. Dimulailah proses persiapan, yang akhirnya menghasilkan sebuah draft final Kertas Kerja. Dokumen ini selanjutnya dikirimkan kepada masing-masing delegasi, dan setiap Konferensi Waligereja diminta mempersiapkan intervensi 10-menit di Sidang Pleno nanti. Di Sidang Pleno sendiri, setelah presentasi Kertas Kerja lalu mengikut intervensi masing-masing Konferensi Waligereja. Selanjutnya menyusul diskusi Kelompok Regional, lalu diplenokan, kemudian masuk lagi ke diskusi Kelompok Interregional. Begitu kaya dan bervariasinya masukan-masukan yang harus ditampung, sehingga draft final Kertas Kerja harus dirombak sama sekali dan struktur juga harus diubah. Ini membuat SC/Tim Perumus tidak sempat menyelesaikan draft dokumen final. Maka dalam diskusi pleno terakhir dokumen yang disetujui hanya berupa skema rinci. Tim Perumus akan menyusun naskah lengkap yang akan dimintakan persetujuan/pengesahan dalam rapat Komite Pusat November 2009. Namun, sebagaimana sudah muncul dalam PESAN Sidang Pleno, sejumlah pokok penting dan relevan pada konteks Asia digaris-bawahi. Khusus menyangkut penekanan kehadiran Allah dalam Sabda, ditegaskan bahwa hal itu sepenuhnya relevan pada budaya religius Asia. Dan tidak boleh dilupakan bahwa kehadiran Kristus dalam Roti (dan Anggur) adalah berkat Sabda Yesus atasnya pada Perjamuan Terakhir. Dengan demikian kehadiran Allah dalam Sabda dan Roti disatukan menjadi sebuah kisah atau cerita kehidupan. Maka dalam upaya untuk semakin menampilkan ‘wajah Asia Yesus’ pewartaan di Asia perlu lebih mengambil bentuk cerita atau kisah. Kongres Misi Asia I di Chiang Mai, Thailand, Oktober 2006, telah memusatkan perhatian pada pokok ini, dengan mengambil tema “Kisah Yesus di Asia: Perayaan Iman dan Hidup”. Sedemikian itu maka paradigma “tri-dialog” kini dan selanjutnya dilengkapi dengan paradigma “cerita”, sebagai metode khas Asia mewartakan dan mewariskan iman akan Yesus Kristus.

Selain menggumuli tema “Menghayati Ekaristi di Asia”, Sidang Pleno IX FABC juga merampungkan amandemen Statutanya, mendengarkan laporan-laporan Departemen/Desk dalam lingkungan FABC, intervensi sejumlah Konferensi Waligereja tentang situasi khusus di negara mereka, presentasi Radio Veritas Asia, dan beberapa kegiatan lain. Salah satu hal yang sangat mengesan dari sidang paripurna ini ialah kepiawaian Panitia mengintegrasikan doa dan liturgi ke dalam keseluruhan kegiatan persidangan, sehingga Sidang Pleno ini tidak hanya merupakan kegiatan berefleksi dan berdiskusi, melainkan juga merupakan perayaan iman yang hidup. Buku Panduan Liturgi lengkap sesuai tema dari hari ke hari telah tersedia. Liturgi Ekaristi dirayakan selain menurut ritus Latin, juga ada dalam ritus Syro-Malabar dan Syro-Malankara. Doa-doa bervariasi, termasuk doa ala Taize, berpusat pada adorasi kontemplatif Sakramen Mahakudus. Kecuali Misa Pembukaan yang dilangsungkan di Katedral Manila dan dihadiri banyak umat, yang juga tidak kalah mengesan adalah pertemuan dengan komunitas umat setempat yang dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi bersama pada malam Minggu, 15 Agustus 2009, Pesta “Maria Diangkat Ke Surga”. Kami dibagi dalam kelompok-kelompok 7-8 orang. Kelompok saya, di dalamnya termasuk antara lain Uskup Agung Tokyo, Uskup Agung Goa, Uskup Agung Adelaide (Ketua Konferensi Waligereja Australia), mendapat paroki “Our Lady of Peace and Good Voyage”, Tondo- Manila, bagian paling kumuh dan miskin dari Kota Manila. Jumlah umatnya, menurut Pastor Paroki, mencapai 86.000, yang walaupun umumnya hidup dalam kemiskinan tetapi senantiasa bergembira dalam iman.

Seluruh kegiatan setiap hari diakhiri malam hari dengan “social gathering”, rekreasi bersama yang semakin mewarnai suasana persaudaraan di antara para peserta, sebuah pengalaman mengesan lainnya yang tak mudah terlupakan!


Makassar, 09-09-‘09


+ John Liku-Ada’

Tidak ada komentar: