Jumat, 19 Maret 2010

Orang Muda Katolik Giatkan Daur Ulang Sampah

(Jakarta, 14/12/09) Sebuah kelompok Katolik yang menjalankan program pengolahan sampah berusaha untuk memperluas kegiatan serupa di luar lingkungan gereja.
"Awalnya kami hanya concern di Gereja, namun kita mau keluar dari lingkungan Gereja kita, karena masalah sampah adalah masalah masyarakat umum," kata Devi Christina, koordinator Gropesh (Gerombolan Peduli Sampah), sebuah kelompok dari keuskupan agung Jakarta.
Gropesh dibentuk tahun 2007. Sejak itu kelompok itu mengerjakan berbagai program untuk mengolah sampah non-organik dan membuat kompos dari sampah organik yang kemudian hasil karyanya dijual. Gropesh juga mengadakan kampanye penyuluhan lingkungan di sekolah-sekolah dan universitas.
Baru-baru ini kelompok tersebut ikut ambil bagian dalam Green Festival di Jakarta dalam rangka menyambut Konferensi Perubahan Iklim yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada acara yang diadakan oleh berbagai kelompok media dan perusahaan lokal itu, Gropesh memamerkan berbagai hasil karyanya seperti tas, boneka dan tempat alat-alat tulis terbuat dari barang-barang bekas. Para anggota juga memberikan penyuluhan bagaimana mengolah sampah non-organik dan membuat kompos.
Kepada UCA News Devi mengatakan bahwa Gropesh bergabung dalam acara itu guna mendorong orang muda lain untuk memperhatikan masalah sampah dan agar mereka lebih kreatif dalam menggunakan sampah. "Sampah itu bisa menghasilkan uang," kata wanita itu.
Sekitar 40 orang dari berbagai kelompok di lingkungan sekolah Katolik dan paroki juga bergabung dalam Green Festival itu.
Francisca Junita, dari Paroki St. Gabriel di Pulogebang, Jakarta Timur, mengatakan kepada UCA News, parokinya mengolah sampah sejak tahun 2005 dengan membuat kompos organik.
"Motivasi kami ikut terlibat dalam mempromosikan lingkungan hidup karena kami menyaksikan berbagai bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia sebagai akibat dari perubahan iklim," kata wanita berusia 19 tahun itu.
Dia berharap agar apa yang dilakukan parokinya memberi motivasi kepada anak muda Katolik lainnya untuk memperhatikan lingkungan hidup.
Dia menambahkan, program daur ulang sampah dan pembuatan kompos itu juga bisa mendapat penghasilan. Kelompoknya mendapat 2 juta rupiah setiap bulan dari hasil penjualan kompos itu di paroki dan pasar.
"Dananya dipakai untuk beli plastik, ragi untuk buat pupuk, bayar upah buruh, dan membantu para korban bencana alam," katanya.
Junita Primandira, dari SMA St. Ursula di Tangerang, sebelah barat Jakarta, mengatakan kepada UCA News bahwa sejak tahun 2007, sekolah yang dikelola Suster-Suster Ursulin itu mendorong setiap siswa untuk membawa barang-barang bekas seperti plastik mie instan, kertas dan kaleng ke sekolah setiap hari.
"Kami membuat bentuk apa saja dari barang bekas itu selama pelajaran ekstra kurikuler, seperti dompet, boneka, kotak alat tulis, dan tas," katanya.
Produk-produk itu dijual kepada para siswa di lingkungan sekolah serta kepada umat Katolik setelah Misa hari Minggu di paroki. Dana itu digunakan untuk berbagai keperluan sekolah.
Selain mengolah sampah organik, lanjutnya, sekolahnya juga membuat biopori di sekitar sekolah mereka.
Biopori dibuat dengan besi berbentuk huruf T sehingga terbentuk lubang sedalam satu meter dengan diameter antara 10 hingga 30 sentimeter. Lubang-lubang itu dijadikan tempat membuang sampah organik. Lubang itu juga mengurangi penggunaan air, membantu tanaman bertumbuh dan mencegah banjir selama musim hujan.
Nugroho Yudho, penyelenggara acara Green Festival itu, mengatakan kepada UCA News bahwa kegiatan itu bertujuan untuk menyadarkan seluruh masyarakat akan perubahan iklim yang terjadi seluruh dunia.
Selain kelompok-kelompok Gereja, sekitar 40 kelompok sekular yang peduli dengan masalah lingkungan juga ikut berpartisipasi.*** (ucan)

Tidak ada komentar: