Sabtu, 19 Juni 2010

Rekoleksi-Misa Pembaharuan Janji Imamat Para Imam KAMS dan Pemberkatan Minyak Kudus

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, demikian tahun ini tepatnya pada 25 Maret 2010 dilaksanakan pembaharuan janji imamat para imam KAMS dalam perayaan Ekaristi yang dihadiri oleh sejumlah umat Katolik dari berbagai paroki dalam kota Makasssar di Paroki Hati Yesus Yang Mahakudus, Katedral.

Kebiasaan pembaharuan janji imamat diadakan setiap tahun yaitu pada hari Kamis Putih (khususnya di keuskupan kita kebiasaan ini diadakan satu minggu sebelum hari Kamis Putih karena wilayahnya yang begitu luas mencakup tiga provinsi: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat maka para imam pun tersebar di tiga provinsi ini). Kebijakan ini ditempuh oleh Bapa Uskup dengan pertimbangan agar para imam masih punya kesempatan untuk kembali ke parokinya masing-masing sebelum tiba hari-hari raya dalam pekan suci). Sebelum membaharui janji imamatnya, para imam KAMS berkumpul di aula keuskupan untuk mengadakan rekoleksi lewat bimbingan Bapa Uskup Mgr. John Liku-Ada’. Rekoleksi ini dihadiri oleh 67 orang imam yang datang dari Kevikepan Makassar, Kevikepan Sultra, Kevikepan Sulbar, Kevikepan Toraja, dan Kevikepan Luwu.
Dalam rekoleksi setengah hari itu yang dimulai pada pagi pkl. 09.30 hingga pkl.13.00, Bapa Uskup mengajak para imam untuk merenungkan spiritualitas hidup seorang imam (khususnya spiritualitas imam diosesan), dan saling menshare-kan (berbagi pengalaman) karya/pelayanan kerasulan hidup imamat bagi setiap imam.

Beliau mengawali renungannya dengan menyitir kata-kata Mgr. Pietro Sambi (mantan Nuncio Apostolik untuk Indonesia) dimana waktu itu Mgr. Pietro mengungkapkan harapan dan keprihatinannya dengan menulis surat kepada Bapa Uskup pada tanggal 6 September 1995, yakni “Klerus diosesan di Indonesia yang jumlahnya di tingkat nasional terus bertambah (secara signifikan) perlu menemukan identitasnya sendiri, baik spiritual maupun pastoral, mulai dari masa pendidikan.”

Dari data laporan Ad Limina tentang Gereja di Indonesia tahun 1980 terdapat 249 imam diosesan, tahun 1987 bertambah menjadi 393, tahun 1993 bertambah pesat menjadi 895, dan tahun 2008 imam diosesan di Indonesia sudah mencapai angka 1578. Jadi pertambahan yang cepat secara kuantitas ini bila tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup para imam akan sangat berbahaya.

Berpangkal pada kalimat dalam Dokumen Konsili Vatikan, PO.3, Bapa Uskup menegaskan kembali bahwa “melalui panggilan dan tahbisan, para imam dalam arti tertentu disendirikan dalam pangkuan umat Allah, tetapi bukan untuk dipisahkan dari umat atau dari sesama manapun juga, melainkan supaya sepenuhnya dikuduskan bagi karya, yakni tujuan, mengapa Tuhan memanggil mereka.”

Jadi lewat tahbisan seorang imam dipanggil secara khusus untuk menjadi tanda kehadiran Allah di tengah umat dan dunia. Namun itu hanya mungkin terwujud bila ia mau menjadikan Kristus sebagai pusat hidupnya artinya hidup dan seluruh karya pelayanannya hanya bersama dan dalam Yesus saja, tak ada pilihan lain selain Yesus. Dengan kata lain Yesus harus menjadi model hidup setiap imam karena melalui tahbisan, imam mengambil bagian dalam Tritugas Kristus, sebagai nabi/guru, gembala/pastor, dan imam. Dengan demikian – kata Bapa Uskup – “para imam akan mencapai keutuhan hidup mereka, bila mereka menyatukan diri dengan Kristus dalam mengenal kehendak Bapa maupun dalam penyerahan diri mereka bagi kawanan yang menjadi tanggungjawab mereka (lih.1Yoh.3:16)”. Oleh karena hidup seorang imam selalu berpusat pada Kristus maka ia tak lain adalah “alter Christus”.
Sebelum rekoleksi ini diakhiri Bapa Uskup mengajak para imamnya untuk bersama-sama merenungkan perikop dari Kisah Para Rasul 20:17-28 tentang ungkapan pengalaman pelayanan Rasul Paulus di tengah umatnya. Bertitik tolak dari pengalaman St. Paulus ini, para imam diajak untuk saling membagikan (dalam kelompok) pengalaman mereka masing-masing dalam karya pastoralnya.
Dan dari hasil sharing itu dirasakan bahwa panggilan sebagai imam adalah suatu rahmat khusus karena lewat pelayanan sebagai imam (khususnya pelayanan sakramental) imam membawa dan menghadirkan Kristus di tengah Umat Allah yang tak lain adalah saudara-saudari seiman. Bertitik pangkal dari perikop tersebut, Rasul Paulus adalah figur seorang gembala yang sungguh menghayati panggilannya dalam setiap tugas. Ia seorang yang rendah hati, tulus, dan penuh tanggungjawab, dan seorang yang tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan dan kesulitan apapun juga, karena ia tidak mendasarkan hidupnya pada kemampuan/kekuatan pribadinya tetapi juga menyandarkan segala kelemahan dan ketrampilannya hanya pada Yesus, sehingga ia berani berkata “aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal.2:20).

Sore hari Bapa Uskup memimpin Perayaan Ekaristi untuk Pembaharuan Janji Imamat para imam. Seluruh imam yang hadir ikut berkonselebrasi dalam perayaan Ekaristi. Lewat Pembaharuan janji imamat para imam ingin menegaskan kembali komitmennya sebagai pelayan atau gembala (imam) di tengah umat dengan menyatakan:
(pertama) Bersedia untuk taat kepada Kristus sebagai pemimpin yang diwujudkan lewat ketaatannya kepada Uskup sebagai gembala utama dalam wilayah gereja lokal KAMS;
(kedua) Setia dalam menunaikan tugas/tanggungjawabnya sebagai pelayan misteri Allah dalam Perayaan Ekaristi Kudus dan dalam upacara liturgi lainnya serta setia menunaikan tugas suci mengajar umat, sambil meniru teladan Kristus sebagai Pepimpin dan Gembala utama.
(ketiga) Menghayati hidup sebagai pelayan yang sederhana, bukan sebagai orang-orang yang ingin akan harta benda, melainkan semata-mata karena hasrat menolong sesama agar dapat sampai pada keselamatan.

Selain pembaharuan janji imamat di dalam perayaan ekaristi itu, Bapa Uskup juga memberkati minyak-minyak suci yang akan digunakan oleh para imam untuk menolong umat memperoleh kesucian dari Kristus. Ketiga minyak suci itu adalah Minyak Babtis, Minyak Krisma, dan Minyak Pengurapan Orang Sakit.*** Penulis: P. Marsel Lolo Tandung, pr

Tidak ada komentar: