Senin, 27 Juni 2011

Sampul Koinonia Vol. 6 no. 3

Dari Meja Uskup Agung: Mencoba Memahami Misteri Allah Tritunggal


Hari Minggu sesudah Hari Raya Pentakosta dirayakan sebagai Hari Raya Tritunggal Mahakudus, yang tahun ini jatuh pada 19 Juni. Kekristenan selalu mengklaim diri sebagai agama monoteis. Pengakuan iman akan keesaan Allah itu berdasarkan Kitab Suci (lih. Mrk. 12:29, yang diambil alih dari Ul. 6:4; 1 Tes. 1:9; 1 Kor. 8:4-6; Gal. 3:20; Rom. 3:30; 16:27; 1 Tim. 1:17; 2:5; Ef. 4:6; Yudas 25; Kis. 26:18-20; 20:21; 17:24-29). Tetapi monoteisme Kristen itu khas, diungkapkan dengan sangat padat dalam rumusan teologis: “satu kodrat (natura) dan tiga diri/pribadi (personae) ilahi”, Allah Trinitas, Tritunggal Mahakudus. Suatu ajaran iman yang sungguh sulit dipahami, bukan saja oleh orang-orang non-Kristiani melainkan juga oleh orang-orang Kristiani sendiri. Maka Bpk. Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ, pernah menantang para teolog Katolik Indonesia agar berupaya menemukan cara pemaparan baru ajaran Trinitas itu, supaya lebih mudah dipahami oleh manusia modern.
Dalam rangka lebih memaknai Hari Raya Tritunggal Mahakudus, di bawah ini dicoba meretas suatu pendekatan baru, yang moga-moga dapat membantu kita lebih memahami, dan karenanya dapat lebih mudah menerima ajaran iman yang muskil tersebut. Namun, sekaligus harus segera ditambahkan catatan, bahwa realita Allah Tritunggal adalah suatu misteri maha besar yang tak pernah bisa diselami secara tuntas. Hal ini dijelaskan dalam kisah visiun Sto. Agustinus, salah seorang pujangga besar Gereja, yang hidup tahun 354-430 di Afrika Utara. Agustinus menulis buku klasik De Trinitate (Tentang Trinitas) dalam kurun waktu cukup panjang (399-419). Suatu saat dia mengalami pengelihatan ini: Sementara ia mondar-mandir di tepi pantai dengan pikiran terpusat pada pertanyaan, bagaimana menjelaskan ajaran iman bahwa Allah yang esa itu adalah Tritunggal, dia hampir saja menginjak seorang anak kecil yang sedang bermain-main di pantai itu. Untung saja Agustinus sempat melihatnya sebelum melangkahkan kaki di atas anak itu. Terperanjat, Agustinus bertanya: “Nak, apa yang sedang kau buat di sini?” “Saya sedang menggali sumur-sumuran dan setelah itu saya akan memasukkan seluruh air laut ke dalamnya!” jawab anak itu. “Nak, itu mustahil! Bagaimana mungkin sumurmu yang kecil dapat menampung seluruh air laut yang begitu banyak?” “He hee …!” jawab anak itu menyindir, “dan itulah yang bapak sedang buat. Bagaimana mungkin bapak dapat memahami misteri Tritunggal yang begitu besar dengan pikiran bapak yang terbatas?” Lalu anak kecil itu lenyap. Dia seorang malaikat.

TRANSENDENSI MUTLAK ALLAH: TAK TERBATAS
Allah harus diterima sebagai Transendensi Mutlak. Dia adalah asal, prinsip pertama dan terakhir dari segala sesuatu yang ada. Karena itu Dia harus hanya satu, esa. Sebagai Transendensi Mutlak sesungguhnya tiada satu nama pun yang memadai untuk  Dia. Maka ketika Musa bertanya kepada-Nya, siapa nama-Nya, Ia menjawab: “Aku adalah yang Aku ada” (Kel. 3:14).

Transendensi Allah itu tidak boleh dikurangi, karena kalau begitu Dia bukan Allah lagi. Transendensi Allah itu harus Mahabesar, Mahaakbar, Mahamutlak, Tak Terbatas. Karena itu Dia ‘tidak dapat’ terlibat dalam ruang dan waktu, dalam sejarah. Sebab itu akan berarti Dia menjadi terbatas, dan bukan lagi Tak Terbatas, bukan Allah lagi!   

MANUSIA: MAHLUK TERBATAS
Sebaliknya manusia adalah mahluk terbatas. Dua komponen utama keterbatasan ialah: ruang dan waktu. Sebagai mahluk yang terbatas, manusia terikat pada ruang dan waktu. Ia itu nisbi, tidak mutlak; pernah tidak ada (sebelum dilahirkan) dan pernah tidak akan ada lagi (mati). Sering dikatakan, bahwa di dunia ini tidak ada yang pasti. Tetapi sekurang-kurangnya ada satu kepastian: Sekali seorang anak manusia dilahirkan ke dunia ini, maka di tangannya yang mungil ia menggenggam suatu kepastian. Kepastian apa itu? Bahwa sekali kelak ia akan hilang dari dunia ini. Ia akan mati.

Manusia memang mahluk aneh. Dibandingkan dengan mahluk lainnya (hewan, tumbuh-tumbuhan, apalagi benda mati), manusia istimewa. Dengan akal budinya, manusia mampu mengatasi ruang dan waktu. Ia mampu membayangkan ruang yang jauh lebih luas daripada yang dia dapat lihat dengan mata kepala sendiri. Ia dapat mengenang masa lampau dan memandang jauh ke masa depan. Namun hal itu tidak membebaskan dia dari kenyataan bahwa dia tetap terikat pada saat ini (waktu) di sini (tempat/ruang tertentu). Ia adalah mahluk menyejarah.

MASALAH KEMUNGKINAN AGAMA
  Apa itu ‘agama’? Walau terdapat sekian banyak definisi mengenai ‘agama’, tentu setiap definisi memuat unsur hakiki yang sama. Kita memilih di sini  definisi umum berikut: “Agama adalah hubungan manusia dengan sesuatu kekuasaan suci yang lebih tinggi daripada dia, dari mana ia merasa tergantung dan berusaha mendekatinya. Kekuasaan itu menurut agama masing-masing disebut Allah, Tuhan, Budi Sempurna, Brakhma, Dewa-Dewi, Pencipta, Pusat Dunia, dll. Perasaan ketergantungan disebut kepercayaan dan usaha-usaha mendekati kekuasaan suci itu berwujud doa, upacara keagamaan lain seperti persembahan, kebaktian” (Dähler, 1970:11).

Menurut definisi di atas, agama menerangkan diri sebagai hubungan antara manusia dengan Allah. Itu berarti antara yang terbatas dan Yang Tak Terbatas! Apakah hal itu mungkin? Dikatakan manusia berusaha mendekati Allah, antara lain lewat doa. Apakah doa manusia yang dipanjatkan pada saat tertentu (waktu) di tempat tertentu (ruang) dapat sampai kepada Allah yang Tak Terbatas? Misalnya, seseorang yang sedang sakit berdoa agar Allah sudi menyembuhkan dia. Apa isi doa itu? Isinya, orang itu pada saat tertentu di tempat tertentu meminta Allah bertindak menyembuhkan dia. Bukankah itu berarti meminta Allah terlibat dalam ruang dan waktu? Dan itu sama dengan meminta Allah menjadi bukan Allah lagi, dalam arti bukan lagi sebagai Transenden Mutlak, sebagai yang Tak Terbatas.
Sebuah contoh lain, seorang siswa atau mahasiswa yang mau menempuh ujian, berdoa supaya ia dapat lulus. Secara konkrit itu berarti siswa atau mahasiswa itu meminta Allah bertindak membantu dia mengerjakan soal-soal ujian secara benar pada waktu ujian tersebut berlangsung di ruangan tertentu. Dengan kata lain, siswa atau mahasiswa itu meminta Allah, yang Tak Terbatas (Transenden Mutlak) terlibat dalam keterbatasan waktu dan ruang. Itu berarti Allah menjadi terbatas.
Demikianlah, maka kalau Allah tetap Allah (=Transenden Mutlak/Tak Terbatas) dan manusia tetap manusia (=terbatas), tiada hubungan riil apapun yang dapat terwujud antara manusia dan Allah. Doa dan upacara keagamaan apapun, seperti persembahan, kebaktian, tidak mungkin sampai pada Allah (lih. Heijden, 1974:57-62). Dengan kata lain, agama tidak mungkin!
Lalu dalam hal ini terdapat tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama, ya agama hapus. Namun pada kenyataannya, juga sampai sekarang sekian banyak umat manusia yang tetap teguh beragama. Kemungkinan kedua, manusia diangkat ke wilayah tak terbatas (dalam ruang dan waktu). Kalau demikian, maka hubungan riil antara manusia dan Allah menjadi mungkin. Tetapi alternatif ini disangkal oleh kenyataan. Sebab pada kenyataannya, manusia masih tetap dalam keterbatasan ruang dan waktu, dalam sejarah. Kemungkinan ketiga, Allah memang masuk dalam ruang dan waktu, dalam sejarah. Tetapi kalau demikian, Ia bukan Allah lagi (dalam arti Allah yang transenden mutlak). Jadi tampaknya di sini kita diperhadapkan pada jalan buntu (lih. Liku-Ada’, 2009:167-168).

WAHYU KITAB SUCI
Hanya Allah sendirilah yang dapat mendobrak kebuntuan itu. “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk. 1:37; lih. juga Kej. 18:14; Mat. 19:26 // Mrk. 10:27). Dan Allah memang menerobos kebuntuan itu. Menurut kesaksian Alkitab, Allah memang masuk dan berkarya menyelamatkan manusia dalam ruang dan waktu, menjadi imanen dalam sejarah. Prolog Injil Yohanes menegaskan hal itu (1:1-18). “Pada mulanya adalah Firman… dan Firman itu adalah Allah. …Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemulian-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh. 1:1.14). Ia menjadi Imanuel, yang berarti: Allah menyertai kita (Mat. 1:23). “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

Selain mengenai Bapa dan Anak, Kitab Suci juga bicara mengenai Roh Kudus yang memenuhi Yesus dari Nazaret (lih. Mrk. 1:10; Luk. 4:18-21). Dalam hidup dan karya-Nya, Yesus membiarkan diri dituntun oleh Roh, yang tak lain adalah Roh Bapa. Selanjutnya, Kitab Suci menegaskan: “Tidak ada seorang pun yang dapat mengakui Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus” (1 Kor. 12:3). Artinya berkat kehadiran kasih Allah sendiri dalam diri kitalah (bdk. 1 Kor. 14:16; Gal. 4:4), pengakuan iman akan pewahyuan diri Allah dalam Yesus Kristus menjadi mungkin. “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dikaruniakan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom. 5:5).
Sedemikian itu, maka dalam Kitab Suci kita menemukan rumus-rumus trinitaris. Misalnya, “Pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19); “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13).
Jadi menurut wahyu Kitab Suci, Allah yang Transenden itu menjadi Imanen. Namun pada waktu yang sama tetap Transenden. Ini hanya mungkin apabila adanya Allah itu ‘bersifat’ triniter: Allah yang Esa adalah asal-usul transenden segala sesuatu (dalam tata penciptaan dan tata penyelamatan). Itulah Allah-Bapa. Tetapi Allah yang transenden itu, sebagai keselamatan manusia, menjadi imanen pada Yesus dari Nazaret, dan itu begitu rupa sehingga Yesus Kristus benar-benar Allah yang menyatakan diri dengan menjadi manusia. Itulah Allah-Putera. Tetapi berdasarkan Yesus Kristus, Allah juga menjadi imanen pada manusia lain (yang tetap manusia), sehingga manusia itu benar-benar bersatu dengan Allah. Itulah Allah-Roh Kudus. Landasan dan dasar ketiga macam ‘adanya’ Allah itu tetap adalah Allah yang tertuju kepada manusia (lih. Groenen, 1974:133).
Ada bahaya kesaksian Kitab Suci di atas dimengerti sebagai paham triteisme. Oleh karena itu, pada pihak lain harus ditegaskan bahwa bila Yesus sendiri berbicara tentang Allah, maka yang dimaksudkan tidak lain adalah Allah Yang Esa yang diimani orang Israel: “Akulah Tuhan Allahmu, yang membawa engkau ke luar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Kel. 20:2). Ketika digoda setan di padang gurun, Yesus menjawab: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Luk. 4:8). Demikian pula ketika menjawab pertanyaan tentang perintah yang paling utama, Yesus mengacu pada pengakuan iman dasar Israel, “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” (Mrk. 12:29).
Demikianlah, dalam paham tentang Allah Tritunggal, Allah yang dimaksud tetaplah Allah Yang Esa. Di sini tidak tersedia cukup ruang untuk menjelaskan hal ini lebih lanjut. Rm. A. Sunarko, OFM, dalam tulisannya berjudul “Trinitas: Monoteisme Radikal” menjelaskan hal ini dengan gamblang (Sunarko, 2009).
PENEMUAN KAREN ARMSTRONG
Yang menarik ialah Karen Armstrong, melalui sebuah studi yang cermat, telah menemukan bahwa baik mistik Yudaisme (Kabbalah) maupun Islam (sufisme) ternyata mengembangkan gagasan keilahian yang sangat serupa dengan doktrin Trinitas (lih. Armstrong, 2007: 281-338). Ia menulis: “Doktrin Trinitas telah sering disalahpahami di dunia Barat. Orang-orang cenderung membayangkan adanya tiga figur suci atau sama sekali mengabaikan doktrin itu dan mengidentifikasikan “Allah” dengan Tuhan Bapa dan memandang Yesus sebagai pendamping ilahi – tidak lagi dalam peringkat yang setara. Umat Islam dan Yahudi menganggap doktrin itu membingungkan dan bahkan menghujat. Sungguhpun demikian, akan kita lihat nanti bahwa ternyata baik mistik Yudaisme maupun Islam telah mengembangkan konsepsi keilahian yang teramat mirip. Gagasan tentang kenosis, ekstasi pengosongan diri, misalnya, akan menjadi krusial dalam Kabbalah maupun sufisme. Dalam Trinitas, Bapa menyalurkan segala yang ada pada dirinya kepada Putera, menyerahkan segala sesuatu – bahkan kemungkinan untuk mengungkapkan diri dalam Firman yang lain. Begitu Firman telah diucapkan, Tuhan Bapa menjadi hening: tak ada yang bisa kita katakan tentang dia sebab satu-satunya Tuhan yang bisa kita ketahui hanyalah logos atau Putera. Karena itu, Bapa tidak memiliki identitas, tak ada “Aku” dalam pengertian biasa, dan membingungkan pengertian kita tentang kepribadian. Sumber asal Ada adalah Tiada yang telah diungkap tidak hanya oleh Denys, tetapi juga oleh Plotinus, Philo, dan bahkan Buddha. Karena Bapa biasanya ditampilkan sebagai pencarian Akhir dari Kristen, perjalanan Kristen menjadi gerakan maju yang tak berujung. Gagasan tentang suatu Tuhan yang personal atau personalisasi Yang Mutlak telah menjadi bagian penting dari umat manusia: orang Hindu dan Buddha telah memberikan konsesi kepada peribadatan bhakti yang bersifat personalistik. Namun, paradigma atau simbol Trinitas menyarankan bahwa personalisme mesti ditransendensikan dan bahwa tidaklah cukup untuk membayangkan Tuhan sebagai manusia yang diperluas, berperilaku dan bereaksi dengan cara yang sama seperti kita” (Armstrong, 2007:184).

Selanjutnya, ia menulis: “Doktrin Inkarnasi dapat dipandang sebagai usaha lain untuk menetralkan bahaya keberhalaan. Begitu “Tuhan” dilihat sebagai realitas yang sama sekali lain “di luar sana”, dia dengan mudah akan menjadi sekadar berhala dan proyeksi, yang membuat manusia mengeksternalisasi dan menyembah praduga dan hasrat mereka sendiri. Tradisi-tradisi keagamaan yang lain telah berupaya mencegah hal ini dengan menekankan bahwa Yang Mutlak itu bagaimanapun terjalin dengan kondisi manusia, seperti dalam paradigma Brahman-Atman. Arius – kemudian Nestorius dan Eutyches – kesemuanya ingin membuat Yesus entah manusia atau ilahi, dan mereka berkeras sebagiannya karena kecenderungan untuk tetap memisahkan kemanusiaan dan keilahian dalam tataran terpisah. Benar, jalan ke luar yang mereka tempuh lebih bersifat rasional, namun dogma – sebagai lawan dari kerygma – tidak mesti terbatas pada apa-apa yang bisa diungkapkan sepenuhnya, seperti puisi atau musik. Doktrin Inkarnasi – seperti yang secara gamblang dikemukakan oleh Athanasius dan Maximus – merupakan upaya yang mengartikulasikan pandangan universal bahwa “Tuhan” dan manusia haruslah tak terpisah. Di Barat, di mana Inkarnasi tidak diformulasikan dengan cara ini, terdapat kecenderungan untuk memandang Tuhan tetap bersifat eksternal terhadap manusia dan sebagai realitas alternatif bagi dunia yang kita kenal. Akibatnya, sangat mudah untuk menjadikan “Tuhan” ini sekadar sebagai sebuah proyeksi – yang belakangan malah sudah ditinggalkan” (Armstrong, 2007: 184-185).

AKHIRULKALAM
Doktrin Allah Tritunggal merupakan satu-satunya jawaban terhadap pertanyaan mendasar ini: Bagaimana Allah Yang Esa tetap Allah dan toh agama mungkin? Dengan pertanyaan lain, bagaimana Allah yang transenden itu sekaligus pula imanen pada manusia dalam dunia, dalam ruang dan waktu, dalam sejarah? Selama Allah tetap sebagai yang Transenden Mutlak (Tak Terbatas) dan manusia tetap sebagai manusia (terbatas), tiada hubungan riil apapun yang dapat terwujud antara manusia dan Allah. Penemuan Karen Armstrong, bahwa baik mistik Yahudi (Kabbalah) maupun mistik Islam (Sufisme) ternyata mengembangkan gagasan keilahian yang sangat serupa dengan doktrin Trinitas, memperkuat paham keesaan Allah Triniter itu.
       Makassar, 19 Juni 2011
       Hari Raya Tritunggal Mahakudus,
             + John Liku-Ada’

SUMBER
ARMSTRONG, Karen
2007 Sejarah Tuhan; Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama 4.000 Tahun, Cetakan XII, diterjemahkan oleh Zainul Am, (Penerbit Mizan - Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, Bandung).

DÄHLER, Franz, DR.
1970 Masalah Agama, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta).

GROENEN, C., OFM
1974 Kemuliaan kepada Allah, yaitu Bapa dengan Perantaraan Putera dalam Rohulkudus; Dasar Alkitabiah Dogma Allah Tritunggal, (Pro Manuscripto, Yogyakarta).

HEIJDEN, Bert van der, SCJ
1974 Allah Tritunggal; Refleksi Teologis, (Pro Manuscripto, Yogyakarta).

LIKU-ADA’, John
2009 “Perjumpaan Paham Allah dalam Agama Kristiani dan Aluk To Dolo dalam Konteks Pancasila”, dlm. ed. Mateus Mali, CSsR, Perjumpaan Pancasila dan Kristianitas; Reposisi Negara dan Agama dalam Masyarakat Plural, Cetakan ke-2, Penerbit Lamalera, Yogyakarta – Komisi Teologi KWI, Jakarta): 103-174.

SUNARKO, A., OFM
2009 “Trinitas: Monoteisme Radikal”, dlm. ed. Mateus Mali, CSsR, Ibid.: 25-60.      

Rangkuman Rapat Dewan Imam, 24-26 Mei 2011


Sidang Dewan Imam pada 24-26 Mei 2011 membahas topik/materi utama tentang Karya Pastoral Gereja di bidang sosial-ekonomi. Selain topik/materi utama tersebut, sidang juga mengagendakan: laporan tentang persiapan Sinode 2012, permohonan pemekaran Paroki St. Paulus, Mengkendek, Tahbisan Imam dan Pengajuan proposal untuk proyek-proyek pembangunan gereja-gereja dan karya pastoral.
Dalam pembahasan topik/materi utama, sidang diawali dengan informasi dari keenam pemateri: Pertama, karya karitatif dari suster-suster JMJ dengan  pemateri Sr. Josephina Solon, JMJ dan Sr. Sandra Supit, JMJ. Kedua, KSP Marendeng dengan pemateri: Bpk. Drs. Alex Sulle dan Anton Kiding. Ketiga, Sie Sosial Paroki Gotong-gotong Makassar dengan pemateri Bpk. Jerry Santosa. Keempat, CU Mekar Kasih dengan pemateri Bpk. Dominikus Renaldi Tanes. Kelima, Caritas–Makassar dengan pemateri P. Fredy Rante Taruk, Pr. Keenam, PSE-APP–Makassar dengan pemateri P. Fredy Rante Taruk, Pr.
Beberapa poin yang menjadi rekomendasi dari Sidang Dewan Imam ini:
1. Sidang Dewan Imam mendukung semua kegiatan sosial-ekonomi – sebagai bagian dari diakonia ex fide (pelayanan berdasarkan iman), yang dilakukan oleh Seksi-Seksi Sosial Paroki, LKM, dan Tarekat yang berkarya dalam Keuskupan ini dengan menitikberatkan perhatian mereka pada pendidikan dan pemberdayaan anggota dan masyarakat yang dilayani.
2. Sidang Dewan Imam mendorong agar setiap  paroki dalam Keuskupan Agung Makassar memberdayakan Seksi Sosial Paroki, dan  bagi paroki-paroki yang belum memiliki Seksi Sosial Paroki, agar segera membentuknya. Sidang Dewan Imam juga mendorong upaya KPSE untuk  menyamakan visi-misi dan aksi mereka di tingkat kevikepan.
3. Sidang Dewan Imam menggaris-bawahi kembali bahwa tugas seorang imam dalam urusan keduniaan mis. di bidang sosial-ekonomi adalah sebagai pembimbing  rohani  dan pencerah (GS 43). Maka berkenaan beberapa imam yang pada kenyataanya sekarang mengurus CU, sidang Dewan Imam memahaminya sebagai sesuatu yang bersifat sementara saja karena belum tersedianya tenaga awam yang mampu untuk urusan tsb.; untuk selanjutnya hendaknya kaum awam disiapkan dengan serius sehingga pada waktunya dapat mengambil alih tanggung jawab tsb.
4. Sidang Dewan Imam mendukung upaya KPSE menyamakan visi-misi dan aksi tarekat-tarekat dalam karya sosial-ekonomi yang mereka tangani.
5. Sidang Dewan Imam mendukung pemikiran-pemikiran tentang pemekaran paroki-paroki dalam seluruh wilayah Keuskupan Agung Makassar yang dibicarakan dengan matang di tingkat Kevikepan dengan memperhatikan: konteks kebutuhan pelayanan pembinaan iman secara menyeluruh dan lewat perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang meliputi al. ketersediaan tenaga  imam, kemandirian umat setempat seperti tenaga pelayan awam, bidang finansial, ketersediaan sarana-prasarana (gedung gereja dan pastoran) dan kesiapan administrasi.
6. Dengan mempertimbangkan butir 5 di atas, permohonan pemekaran  Paroki  St.  Paulus, Mengkendek secara prinsip diterima namun terkendala pada masalah kekurangan tenaga imam.
7. Sidang  Dewan  Imam  juga  membicarakan dengan serius perlunya mendatangkan imam-imam tarekat untuk berkarya di Keuskupan Agung Makassar secara konkret antara lain dengan meminta tambahan tenaga dari Tarekat CICM dan MSC tanpa melupakan sejumlah kendala dan kesulitan yang muncul.
8. Sidang Dewan Imam menghimbau BP3KAMS memberi pembekalan/menginformasikan kepada para calon tahbisan dan imam-imam tarekat yang baru masuk dalam wilayah KAMS.
9. Sidang Dewan Imam merekomendasi OC untuk menciptakan logo Sinode dan Perayaan Syukur 75 tahun Gereja Lokal KAMS dengan persetujuan Uskup Agung.    

Sidang Dewan Imam juga memutuskan:
1. Tahbisan Imam akan dilaksanakan pada 4 Agustus 2011 di Paroki Santa Theresia, Rantepao.
2. Sidang Dewan Imam menegaskan kembali tahap-tahap pelaksanaan Sinode sebagai berikut: Rapat Panitia Persiapan Sinode tingkat Keuskupan diadakan tanggal 23 Juni 2011 (Vikep membawa bahan rangkuman), rangkuman pengolahan data bahan Sinode tingkat Keuskupan sudah harus terkirim ke Kevikepan pada 1 September  2011 dan bahan itu  kembali  ke  tingkat  Keuskupan pada 15 September  2011.
3. Sidang Dewan Imam menetapkan tema Sinode Diosesan KAMS yang akan berlangsung tanggal 27-31 Mei 2012: “DIA MENJADIKAN SEGALA-GALANYA BAIK”  (Mrk 7:37).

Selain itu Sidang Dewan Imam juga memberikan sejumlah himbauan sbb.:
1. Sidang Dewan Imam menghimbau panitia proyek pembangunan baik teritorial maupun kategorial agar memperhatikan dan menaati  aturan main yang telah ditetapkan oleh Keuskupan Agung Makassar tentang Badan Pengembangan Prasarana Pastoral KAMS (BP3KAMS), khususnya perihal mekanisme pengajuan proposal dan pertanggungjawaban penggunaan dana dengan memberikan laporan tertulis pada waktunya sesuai dengan ketentuan lembaga donatur ybs.
2. Uskup Agung Makassar secepatnya membentuk OC-SC biarpun hasil rangkuman bahan Sinode  belum  tuntas; diusulkan  agar  dibentuk satu  Panitia (OC) dengan dua Seksi: Seksi Sinode dan Seksi Perayaan  Syukur 75 Tahun Gereja Lokal KAMS dan Tarekat CICM berkarya di Indonesia pada tanggal 2 Juni 2012.
3. Sidang Dewan  Imam  mengusulkan Komisi Komsos KAMS untuk  menyusun Buku Kenangan 75 Tahun KAMS.

Makassar, 26 Mei 2011
           
   Mgr. John Liku-Ada
  Uskup Agung KAMS

BERPASTORAL BERBASISKAN DATA: Pelatihan Pemutakhiran Data Umat Katolik

"Gereja berpastoral seharusnya berbasiskan data”, demikian kata Vikep Makassar P. Alex Lethe dalam Pelatihan Pemutakhiran Data Umat Katolik yang diadakan di aula Keuskupan Agung Makassar pada 3 dan 10 April 2011. Pertemuan ini dihadiri oleh para ketua rukun dan sekretaris rukun dari paroki-paroki di kevikepan Makassar.

“Bukan zamannya lagi Gereja berpastoral dengan mengira-ngira: jumlah umatnya berapa, anak berapa, yang bersekolah berapa, yang bekerja berapa, dan yang menikah berapa”, demikian dijelaskan Vikep ketika membuka kegiatan yang diselenggarakan oleh Kevikepan Makassar bekerja sama dengan Bimas Katolik Kementerian Agama RI Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk itulah para ketua rukun dan sekretaris rukun dikumpulkan dalam pelatihan ini supaya dapat berlatih menyensus/mendata umat yang berada di lingkungannya.

Pihak Gereja dan Pemerintah sama-sama membutuhkan data akurat mengenai jumlah umat katolik yang ada di suatu wilayah. Namun sayang sekali, data yang ada seringkali tidak akurat dan diperbarui, sehingga tidak menggambarkan situasi yang nyata ada di lapangan saat ini. Pebimas Katolik Antonius Untung Nugroho menjelaskan, “Data demografi yang dibutuhkan Pemerintah dan Gereja kurang lebih sama, namun karena batas-batas wilayah gerejani yang berbeda dengan batas-batas wilayah kepemerintahan, sehingga seringkali agak rumit mencocokkannya di lapangan. Misalkan saja, wilayah Keuskupan Agung Makassar saja mencakup 3 provinsi pemerintahan: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Dan suatu wilayah paroki bisa saja termasuk dalam lebih dari satu wilayah kecamatan”.

Para peserta dilatih mengisi Lembaran Kartu Keluarga Katolik Keuskupan Agung Makassar, dan kemudian merekapnya dalam sebuah Kartu Rekap. Diharapkan Setiap Kartu Keluarga diisi oleh masing-masing Keluarga Katolik, kemudian dikembalikan kepada Pengurus Rukun. Lembaran yang sudah diisi tersebut kemudian difotokopi 2 rangkap. Kartu Keluarga asli dan Kartu Rekap dikembalikan ke Paroki. Sementara lembar fotokopian satu diserahkan kepada keluarga ybs, dan satunya lagi disimpan sebagai arsip data rukun.

Pertemuan berjalan dinamis dengan tanya-jawab bersama para pengurus rukun. Lembaran Kartu Keluarga yang dipakai mendata umat memang formatnya sedikit berbeda dari pendataan yang pernah ada. Pertama adalah menentukan lokasi dimana subyek tinggal (nama paroki, wilayah, rukun/stasi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan), kemudian sebagai identifier/pengidentifikasi lokasi (nama kepala keluarga dan agamanya, alamat, nomor telepon).

Dalam pelatihan ini diingatkan bahwa yang didata secara terperinci dalam kolom-kolom pendataan adalah umat katolik saja. Jadi sekalipun subyek yang didata tinggal di keluarga berbeda agama (tampak dari identifier Kepala Keluarga dan Agamanya yang berbeda), subyek yang Katolik itu saja yang didata secara terperinci: nama lengkap, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, hubungan dengan kepala keluarga, pekerjaan/profesi, status pekerjaan (PNS/Non-PNS), pendidikan terakhir dan gelar akademis, jabatan kemasyarakatan, data-data tempat dan waktu penerimaan sakramen baptis, komuni pertama, krisma, perkawinan,dan status perkawinan (keduanya menikah katolik, beda gereja, beda agama, catatan sipil).

“Apabila pendataan umat telah berjalan dengan baik, misalnya, maka dapat diketahui setiap tahun kebutuhan berapa anak katolik yang akan masuk TK dan Pendidikan Dasar”, demikian kata Vikep Makassar P. Alex Lethe. Vikep sangat mengharapkan agar lembaran Kartu Keluarga dengan bantuan para pengurus rukun, dapat sampai kepada masing-masing keluarga katolik dan subyek yang akan disensus. Lembaran tersebut diisi selengkap mungkin, kemudian dikembalikan kepada pengurus rukun.

Menurut kesepakatan para peserta Pelatihan Pemutakhiran Data Umat Katolik, pendataan umat (penyebaran dan pengisian kartu keluarga) dijalankan dalam tempo 3 bulan. Sehingga pada bulan Juli 2011, kartu-kartu keluarga beserta kartu rekap telah diserahkan ke Sekretariat Paroki masing-masing. Kita berharap kegiatan Pendataan Umat menjadi gerakan bersama di KAMS secara berkelanjutan. ***
Penulis: Toni Sidjaya

Pertemuan Kanonis dan Fungsionaris Tribunal Indonesia Timur

Dengan dijiwai semangat kasih Tuhan, 23 kanonis dan fungsionaris Tribunal dari keuskupan-keuskupan se-Indonesia Timur bersidang di rumah keuskupan Denpasar Bali, pada 1-4 Mei 2011. Dalam misa pembukaan, P. Kletus Hekong, Lic. SVD menegaskan peran kanonis sebagai pengemban semangat kebangkitan dan pembawa damai bagi keluarga yang dilanda masalah perkawinan irreguler. Selanjutnya di dalam sharing pada pagi hari kedua, para peserta dengan tulus dan lugas melakukan curhat berkaitan dengan tribunal dan masalah perkawinan serta masalah laisisasi di keuskupannya. Sharing diperdalam dengan presentasi makalah dari P. Kletus Hekong tentang Dolus (penipuan) sebagai salah satu cacat konsensus perkawinan, Rm Frans Nipa tentang Relasi uskup dan imam, dan Rm Don Wea tentang Konsumasi humano modo dalam perkawinan katolik. Pertemuan diperkaya lagi dengan pembedahan kasus-kasus perkawinan yang dibawa dari beberapa keuskupan dan pembicaraan tentang soal keliling. Akhirnya pertemuan ditutup dengan wisata menikmati keindahan pulau Bali dalam semangat kebersamaan dan persaudaraan.

Pertemuan yang singkat, padat, dan intens tersebut telah sepakat menghasilkan beberapa kesimpulan:
Hampir semua keuskupan di Indonesia Timur telah membentuk Tribunal Gereja Tingkat pertama. Namun keadaanya cukup bervariasi; ada sebagian tribunal Gereja yang sudah berfungsi agak baik; ada sebagian tribunal yang sudah eksis tapi mengalami “mati suri”; tapi ada juga tribunal yang baru mulai bangun (dibentuk). Secara umum Tribunal Gereja tingkat Pertama tidak dapat berfungsi maksimal karena keterbatasan fungsionaris tribunal; sebagian besar fungsionaris bekerja part-time dan bahkan bekerja pada sisa waktu; Namun semangat para fungsionaris dan kepeduliannya terhadap keluarga yang bermasalah tidak tenggelam pada kesibukan-kesibukan yang lain. Mereka setia mencari kebenaran pada setiap kasus perkawinan seraya menegakkan keadilan bagi para pihak yang membutuhkan sentuhan kasih kerahiman Tuhan.

Jumlah kasus perkawinan irreguler makin hari makin meningkat; sifat kasusnyapun bervariasi , berkaitan dengan kasus defectus intelectus, dolus, vis et metus, perselingkuhan, belis, perbedaan pemahaman tentang hakikat perkawinan, dsbnya. Proses perkara mencakupi proses dokumenter dan non dokumenter serta penyelesaian secara pastoral seperti pisah ranjang. Selain itu masih banyak kasus yang dipending karena keterbatasan Tribunal Gereja Tingkat pertama.

Penipuan (Dolus) sebagai dasar sebuah anulasi perkawinan mengandaikan a) adanya kekeliruan dalam intelek pihak yang tertipu sehingga menyebabkan putusan yang salah atau putusan yang sebetulnya tidak dikehendaki, b) adanya intensi yang sengaja dari pelaku untuk memprovokasi ketidakadilan dan melawan kehendak bebas korban penipuan, dan c) penipuan itu dilakukan untuk memperoleh konsensus perkawinan. Penipuan demikian tentunya menghancurkan persekutuan cinta mesra suami isteri dan bertentangan dengan kejujuran kristiani.
Relasi antara uskup dan imam seharusnya merupakan relasi bapa anak; itu sebuah relasi yang bersifat Kristosentris karena mereka sama-sama mengemban imamat Kristus, sang Imam Agung. Karena itu baik imam maupun uskup hendaknya mengembangkan sikap hospitalitas, keterbukaan, dan komitmen yang sama terhadap misi keselamatan Kristus, sikap hati yang lepas dari kekhawatiran personal, sikap pemasrahan diri yang total kepada Bapa, dan sikap penyangkalan diri.

Relasi cinta suami isteri mensyaratkan konsumasi humano modo yang menjamin martabat kebebasan manusia yang berakal budi. Relasi seksual sebagai bentuk perwujudan cinta tanpa pamrih dan bukti pemberian diri yang total antara keduanya harus dilakukan secara sadar (pemakaian akal budi secara sadar) dan dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan bebas (tanpa ada paksaan atau ancaman yang membelenggu kehendak bebas).
Para fungsionaris Tribunal Gereja Tingkat kedua Indonesia Timur telah berhasil melakukan mandatory review terhadap 52 kasus dari beberapa keuskupan. Terdorong oleh cinta akan kebenaran, para fungsionaris memberikan sikap afirmatif terhadap semua kasus tersebut seraya meminta tribunal tingkat pertama untuk memperbaiki keputusan terhadap beberapa kasus dengan melengkapi dokumen, fakta, argumen dan atau dasar hukumnya

Saran dan Rekomendasi untuk:
Para Uskup di Indonesia Timur:
Agar mengajukan Permohonan Pembentukan Tribunal Tingkat II antar Keuskupan Indonesia Timur ke Signatura Apostolik Melalui KWI, khususnya dalam Kunjungan Ad Limina.
Agar mensyaratkan Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter untuk menikah di dalam Gereja Katolik;
Agar penyelidikan kanonik tidak hanya sebatas hal juridis tetapi juga Riwayat Kesehatan Calon Nikah.

Pengurus Tribunal Tingkat II antar Keuskupan di Indonesia Timur:
Pendalaman tema-tema penting tentang:
Korelasi Hukum Kanonik dan Hukum Sipil dalam Hukum Perkawinan.
Pedoman Pastoral Keluarga.
Penyusunan Pedoman Kerja (Statuta) Tribunal Tingkat II Antar Keuskupan Indonesia Timur.
Penyusunan Statuta Antar Keuskupan Indonesia Timur berkaitan dengan Sakramen-sakramen.
Penyelenggaraan kursus fungsionaris Tribunal dan sosialisasi Tribunal kepada para pastor paroki.
Penyusunan Pedoman Persiapan Perkawinan

KEPUTUSAN:
Tim khusus perumusan draft permohonan pembentukan Tribunal Tingkat II terdiri dari: P. KLETUS HEKONG SVD, P. ALFONS MANA SVD, DAN RM. JOHN BOYLON PR, dengan tugas:
Menyiapkan draft permohonan.
Menyerahkan draft permohonan pembentukan Tribunal Tingkat II antar Keuskupan Indonesia Timur kepada para Uskup Indonesia Timur melalui Moderator Tribunal.
Menganjurkan pergantian nama Tribunal Tingkat II Nusa Tenggara menjadi Tribunal Tingkat II Antar Keuskupan Indonesia Timur.
Pertemuan berikut:
Tempat: Maumere, Flores, NTT.
Tanggal: 30 Oktober – 2 November 2011.
Materi:
Korelasi Hukum Kanonik dan Hukum Sipil tentang Perkawinan (Rm. Ansis Homenara Kabelen, Pr).
Error (kan. 1097) (Rm. John Boylon, Pr).
Perkawinan Bersyarat (kan. 1102) (Rm. Yulianus Mote, Pr).


Denpasar, 4 Mei 2011
A.n. Kanonis dan Fungsionaris Tribunal Indonesia Timur

P. Kletus Hekong, SVD
Ketua

Sr. Angelita Harnijun, CIJ
Sekretaris

Menanti Imam Dambaan Umat dari Anging Mammiri

Mendengar kata retret, kebanyakan orang pasti akan langsung membayangkan suatu suasana penuh keheningan, silentium, tanpa senyuman, pokoknya semuanya serba menegangkan. Memahami retret seperti ini pasti akan membuat orang takut dan tidak tertarik mengikutinya. Namun berbeda jika retret itu dipahami sebagai sesuatu yang menyenangkan, bukan paksaan dan bukan sebuah kewajiban. Retret adalah waktu berlibur bersama Yesus. Artinya, retret sungguh menjadi saat yang menggembirakan bersama Yesus. Saat yang penuh kasih antara diri kita dengan Yesus.

Retret dengan Prinsip MTB
Para Frater Seminarium Anging Mammiri, calon imam Prajasuta dari Keuskupan Agung Makassar (KAMS) juga mengadakan retret, liburan bersama Yesus selama 5 hari, 17-21 Juni 2011 di Wisma Pojok, Yogyakarta. Liburan bersama Yesus ini dipandu oleh Mgr. F.X. Prajasutasuta, MSF, Uskup Emeritus Banjarmasin dengan mengambil tema Berlibur Bersama Yesus, Agar Lebih Mengenal Yesus dan MencintaiNya.
Pada sesi awal, Mgr. Prajasuta memang sudah menegaskan bahwa retret ini harus dipahami sebagai liburan bersama Yesus. “Setelah satu tahun menggeluti kuliah di kampus, sekarang saatnya kita berlibur bersama Yesus. Jadikan retret ini sebagai saat yang menyenangkan bagi Anda. Karena itu pegang prinsip MTB: Makan kenyang, Tidur nyenyak, dan Berdoa banyak. Selain itu, retret bukanlah seminar rohani. Retret adalah saat intim bersama dengan Yesus”, demikian katanya.

Dalam retret ini para frater diajak untuk merenungkan makna luhur di balik panggilan menjadi imam. Mgr. Prajasuta mengatakan bahwa panggilan menjadi imam adalah suatu panggilan yang sangat luhur dan mulia. “Saya berani mengatakan bahwa panggilan yang paling luhur dan mulia adalah panggilan menjadi imam. Karena hanya imamlah yang bisa mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Yesus. Betapa luhurnya panggilan itu, sehingga tidak ada alasan bagi Anda untuk tidak mensyukuri panggilan ini. Anda harus bersyukur bahwa Anda dipanggil oleh Tuhan untuk menjalani panggilan khusus ini. Anda bukanlah orang sembarangan. Anda adalah orang pilihan”, demikian beliau membakar semangat panggilan para frater. Beliau menambahkan bahwa untuk bisa bersyukur, pertama-tama harus ada rasa cinta dalam diri kita. Tuhan begitu mencintai kita, bukan pertama-tama karena kita baik, saleh, atau karena kita hebat, tetapi Tuhan mencintai kita karena kita adalah anakNya. Jadi, Tuhan itu sungguh mencintai kita sebagai anakNya, karena itu kita harus selalu beryukur dan bergembira. “Jadi imam itu harus S2. Kalian tahu to S2? S2 berarti Suka Senyum. Tetapi jangan S3, karena S3 berarti Suka Senyum Sendiri”, kata Mgr. Prajasuta dengan senyumannya yang khas diikuti oleh gelak tawa para frater.

Menjadi Imam yang DRS
Mgr. Prajasuta begitu blak-blakan mengupas profil imam dambaan umat sekarang ini. Beliau melihat bahwa para imam dewasa ini kadang terlalu banyak menuntut dari umatnya. Padahal mereka tidak tahu betapa umat juga sebenarnya punya hak. Paling kurang ada 2 hak umat yang harus diperhatikan oleh para imam. Pertama, umat berhak mendapatkan suri teladan hidup dari sikap dan perilaku imamnya. Kedua, umat berhak mendapat pelayanan pastoral yang sepenuh hati. Umat tidak menuntut banyak dari para imamnya. Mereka hanya mengharapkan agar imamnya benar-benar memberikan pelayanan yang tulus kepada mereka. Kadang ada imam yang bukannya melayani tetapi justru minta dilayani. “Ingat! Imam di dunia modern ini harus DRS. Tau apa itu DRS? DRS adalah Disponable (melayani), Rendah hati, dan Sederhana. Imam bukan bos, bukan birokrat gerejawi, dan bukan manager paroki. Imam adalah gembala. Jadi, sebagai gembala, mereka harus melayani dan bukan minta dilayani. Kalau mau jadi imam, harus menjadi imam yang bermutu. Bukan imam asal-asalan. Kalau memang tidak mau, keluar saja dari frater sekarang!”, katanya dengan tegas.

Berhadapan dengan realitas banyaknya imam yang saat ini meninggalkan imamatnya, Mgr. Prajasuta mengatakan bahwa paling kurang ada 2 penyebabnya. Pertama, karena si imam melupakan Tuhan, jarang berdoa. Kedua karena ia bekerja sendiri, tidak melibatkan orang lain. Imam-imam yang meninggalkan imamatnya bukan pertama-tama karena perempuan, tetapi karena mereka telah melupakan Tuhan. Imam sudah tidak pernah berdoa. Selain itu karena si imam tidak memiliki kebiasaan sharing pada rekan imamnya. Mgr. Prajasuta mensyaringkan pengalamannya selama lebih dari 20 tahun menjadi uskup di keuskupan Banjarmasin. Ia mengatakan bahwa selama menjadi uskup di sana, tidak ada satu orang imam pun di keuskupannya yang meninggalkan imamatnya. Salah satu kuncinya adalah karena di sana imam memiliki kebiasaan bersharing. Setiap sebulan sekali diadakan sharing bersama para imam untuk mensharingkan segala keberhasilan dan kegagalannya dalam menggembalakan umat. Ingatlah bahwa kebersamaan itu menentukan panggilan. Dan selain itu, di sana ada kebiasaan saling mendoakan. Imam mendoakan umatnya dan umat mendoakan imamnya. Kekuatan doa itu paling besar pengaruhnya. Karena itu jadi imam jangan malas berdoa.

Menjadi Imam Dambaan Umat
Pembahasan mengenai Imam Dambaan Umat ini diutarakan berdasarkan masukan dari ratusan umat yang telah dikumpulkan langsung oleh Mgr. Prajasuta. Permenungan mengenai imam dambaan umat dimulai dari upacara pentahbisan yang dialami oleh seorang imam ketika ditahbiskan. Setiap imam harus selalu ingat apa yang dilakukan dan diucapkan dalam tahbisannya. Di sana ada janji imamat yang diucapkan dengan begitu gagah dan agung. Ingatlah bahwa dalam tahbisan tersebut seorang imam telah berjanji untuk melaksanakan tugas imamat dengan cermat dan dalam kerja sama yang setia dengan uskup menggembalakan umat Tuhan di bawah bimbingan Roh Kudus. Sekali lagi imam bukan bos, bukan birokrat gerejawi dan bukan manager paroki, imam adalah gembala. Imam ada bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani.

Kedua, imam telah berjanji untuk merayakan misteri Yesus dalam Gereja dengan hormat dan setia. Imam harus mempersiapkan diri agar dapat merayakan sakramen dengan khidmat. Jangan hanya asal membaca rubrik. Jangan loncat dari tempat tidur langsung memimpin misa karena terlambat bangun. Ketiga, imam telah berjanji untuk mewartakan Sabda Allah dengan pantas dan bijaksana. Dalam berkhotbah gunakan bahasa Jepang (JElas dan gamPANG). Jangan bahasa yang sulit-sulit. Dan ingat, apa yang Anda ajarkan itu haruslah yang Anda dalami, hayati dan laksanakan dalam hidup Anda. Jangan berkotbah tentang kasih sementara Anda dengan sesama pastor di satu pastoran tidak saling mengasihi.

Keempat, imam berjanji untuk semakin erat mempersatukan diri dengan Yesus Sang Imam Agung. Hidup para imam harus bersumber dan berpusat pada Yesus dengan doa, sabda dan ekaristi. Hidup para imam harus dibimbing oleh Roh Kudus dan dihiasi oleh buah-buah Roh dan menghayati Sabda Bahagia, serta hidup bersama Maria sebagai ibu dan pelindung imam. Dan kelima, para imam telah berjanji untuk menghormati dan mentaati uskup dan para penggantinya. Para imam tidak boleh melekat pada tempat atau pekerjaan tertentu. Ingatlah, di manapun engkau dapat berbuat baik, di situlah tempatmu.  

Selain itu hidup para imam harus selalu dihiasi oleh buah-buah roh: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelembutan hati, pengendalian diri, dan kerendahan hati. Para imam harus melayani dengan penuh kasih dan gembira. Jangan sampai ada orang yang pergi dari Anda tanpa mendapatkan apa-apa. Anda sebagai imam harus menjadi saluran kasih dan berkat bagi sesama. Anda harus melayani dengan gembira karena Anda adalah pewarta kabar gembira.

Sadarilah....
Menjadi imam itu sulit. Menjadi imam itu berat. Tetapi jangan lalu berkecil hati. Ingatlah, kata-kata Leonardo da Vinci, “Otak Anda lebih cemerlang dari pada yang Anda duga”. Demikian pun dengan kemampuan Anda, lebih besar dari pada apa yang Anda pikirkan. Dan hati Anda lebih hebat dari pada yang Anda duga. Sadarilah, masa depan Gereja Indonesia dan khususnya masa depan KAMS ada di pundak Anda. Dan yakinilah, Anda tidak sendirian. Dia yang telah memanggil Anda masing-masing akan selalu setia. Dia akan selalu memberikan kekuatan kepada Anda untuk mampu melaksanakan tugas berat ini. Sehingga mudah-mudahan kelak Anda akan menjadi imam-imam yang bermutu, imam-imam yang baik, imam yang dapat dijadikan suri teladan, imam yang melayani dengan sepenuh hati, imam yang rendah hati, dan sederhana. Itulah imam dambaan umat.***
Penulis: Fr. Cornelius Timang.
Penulis adalah Calon imam dari Keuskupan Agung Makassar. Tinggal di Seminarium Anging Mammiri, Yogyakarta, dan sekarang sedang menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral di KAMS.

Tim Peduli Pendidikan (TPP) KAMS Hadir untuk Melayani Umat

PELOPOR TPP KAMS

Atas dasar surat Yayasan Umat Peduli Pendidikan (YUPP) Jakarta No.68/YUPP/IX/2010 tertanggal 8 September 2010 kepada Bapa Uskup Agung Makassar Mgr.John Liku Ada’ Pr, tentang harapan dan saran agar TPP dapat dibentuk di Keuskupan Agung Makassar.

Pada Januari 2011 melalui kelompok umat Katolik asal Keuskupan Agung Makassar yang berdomisili di Jakarta mengadakan pertemuan dengan Mgr John Liku Ada’ Pr Uskup Agung Makassar sehingga terbentuknya Panitia Tetap Peduli Pendidikan (PTPP KAMS) di Jakarta.

Atas dasar komitmen yang sangat besar pengurus PTTP KAMS bersama rombongan Yayasan Umat Peduli Pendidikan (YUPP) dan TPP KAS melakukan sosialisasi dengan umat KAMS di Hotel Yasmin pada Sabtu, 26 Maret 2011, dan atas dasar kesadaran dan perhatian dari umat diputuskan untuk segera menindak lanjuti persiapan pembentukan TPP KAMS.

PERTEMUAN PERDANA TPP KAMS pada Hari Sabtu tanggal 2 April 2011 dilaksanakan di Aula KAMS Jl.Thamrin no.5-7 Makassar.

Hadir: Vikjen KAMS P Ernesto Agmelio CICM, P Alex Lethe Pr, P Victor Patabang (Paroki Assisi), P Paulus Tongli Pr (Paroki Katedral), Suster Bernadeth Suryali, dan wakil umat dari Paroki Kristus Raja, St Joseph, Mamajang, Tello, Kare, Assisi, Mamajang, sebanyak 40 orang.

Pendamping: PTTP KAMS JAKARTA Bapak Paul Toar dan Johanes Karyadi.

Sambutan Vikjen P Ernesto Amigleo CICM menyampaikan latar belakang kesadaran Gereja melalui pertemuan Pastoral para Uskup tahun 2008 atas keprihatinan hirarki terhadap dunia pendidikan katolik saat ini yang kian merosot.

Bapak Paul Toar memberikan kesaksian sekaligus sharing iman atas keterlibatan beliau di PTPP sangat mendukung dan memberikan semangat kepada para undangan yang hadir.

Dalam sesi tanya jawab yang diwakili 3 orang umat cukup memberikan pencerahan tentang situasi dan kondisi pendidikan yang saat ini sedang terjadi di Keuskupan Agung Makassar.

Melalui kuesioner yang dibahas dalam 3 kelompok diskusi yang melibatkan seluruh undangan menghasilkan inspirasi dan gagasan yang timbul dari umat sendiri yang mengusulkan TPP KAMS perlu dan segera dibentuk.

Pertemuan Perdana tersebut telah berhasil memilih dan menetapkan sebagai Koordinator Julius Yunus Tedja dan Wakil Koordinator Stevy Thioritz untuk melengkapi susunan Pengurus TPP KAMS periode masa bakti 2011 – 2013.

VISI
Berperan secara aktif dalam pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan beriman melalui lembaga Pendidikan Katolik.

MISI
Menjadi agen perubahan sosial dengan ciri khas Katolik dalam dunia pendidikan.

1. Membantu sekolah-sekolah yang kurang berkembang menjadi sekolah yang mandiri dan berkualitas.

2. Bekerja sama dengan semua pihak dan elemen di Keuskupan Agung Makassar untuk memajukan pendidikan Katolik.

LATAR BELAKANG
Yayasan Umat Peduli Pendidikan (YUPP) yang dibentuk di Jakarta memiliki misi membantu Sekolah Katolik di Indonesia menjadi mandiri, diminati, berdaya tahan dan missioner.

Dalam upaya tersebut, YUPP juga ingin berkiprah sebagai mediator yang mempertemukan kebutuhan masyarakat, khususnya dunia usaha, dengan dunia pendidikan.

Memperhatikan demikian luasnya wilayah Indonesia dengan berbagai ragam permasalahan serta kondisi di setiap keuskupan, maka menjadi sebuah keniscayaan apabila YUPP akan menyelenggarakan seluruh kegiatan sendiri. Oleh sebab itu dalam mewujudkan misinya, YUPP mengambil peran sebagai “mitra strategis” bagi keuskupan-keuskupan di Indonesia dan membangun “mitra kerja” dengan umat yang peduli pada pendidikan dan para Usahawan Katolik dari Keuskupan setempat. Mitra kerja yang akan dibangun, berupa sebuah lembaga yang diberi sebutan Tim Peduli Pendidikan Keuskupan setempat (TPP Keuskupan).

TPP Keuskupan perlu dibentuk dengan dasar pemikiran :
1. Yang paling mengetahui mengenai kondisi dan situasi yang terkait dengan pendidikan katolik di sebuah keuskupan adalah mereka yang tinggal di keuskupan yang bersangkutan.

2. TPP merupakan wujud nyata kesadaran dan perhatian kaum awam/umat Katolik di keuskupan tersebut mengenai masalah pendidikan katolik.

TIM PEDULI PENDIDIKAN (TPP) Keuskupan yang akan mengelola persiapan, perencanaan, pelaksanaan serta kegiatan berkaitan dengan pengembangan Sekolah Katolik di Keuskupan setempat dengan kerja sama dengan PANITIA TETAP PEDULI PENDIDIKAN (PTPP) Keuskupan dan YAYASAN UMAT PEDULI PENDIDIKAN (YUPP).

TUJUAN
1. Tim Peduli Pendidikan (TPP) Keuskupan adalah lembaga non-struktural Keuskupan yang dibentuk di suatu Keuskupan dengan tujuan membantu perkembangan Sekolah Katolik di Keuskupan yang bersangkutan, terutama yang berada adalam kondisi sangat memprihatinkan.

2. TPP dapat dibentuk sesuai dengan Kevikepan dalam wilayah Keuskupan setempat.

3. TPP Keuskupan adalah “ mitra kerja “ Keuskupan yang bersangkutan dan Yayasan Umat Peduli Pendidikan (YUPP).

4. TPP hendaknya berkembang menjadi lembaga mandiri, yang menelaah kebutuhan Keuskupan setempat dalam upaya menyelamatkan, membangun dan mengembangkan Sekolah Katolik di wilayah setempat, melalui progam kerja jangka pendek, menengah sampai jangka panjang yang berkesinambungan dengan menghimpun serta mengusahakan dana yang terus bergulir dan berkembang dengan penerapan progam, monitoring dan evaluasi.

5. Karena tuntutan kemandirian, maka TPP harus dibangun pada landasan yang kokoh selaras dengan misi dan visi Keuskupan setempat serta YUPP dan didukung oleh umat yang peduli pendidikan serta Usahawan Katolik di Keuskupan setempat.

PRINSIP KERJA TPP
1. TPP bertugas menyelamatkan dan mengembangkan Sekolah Katolik di Keuskupan setempat yang berarti bergerak dalam bidang pendidikan yang berjangka panjang.

2. TPP memiliki kepengurusan yang berdomisili di Keuskupan setempat, yang berarti didirikan, dibangun dan dikembangkan serta dilaksanakan oleh Umat dari Keuskupan setempat.

3. TPP dibentuk bukan sebagai bagian organik struktural keuskupan, untuk menegaskan semangat dasarnya yaitu “kesadaran umat (bukan atas inisiatif hirarki) akan pendidikan Katolik di keuskupan yang bersangkutan”.

4. TPP akan menjadi “mitra kerja” Keuskupan setempat, memiliki hubungan koordinatif dengan Keuskupan setempat yang bersifat inter-dependent, yang terbuka dan saling menghormati dengan wujud dalam rapat koordinasi yang terjadwal secara tetap sesuai kesepakatan.

5. TPP menjadi “mitra kerja” YUPP dalam mewujud-nyatakan misi dan visi YUPP di Keuskupan setempat. Di sisi lain YUPP menjadi mitra strategis TPP yang akan berkolaborasi dalam mencari peluang-peluang strategis dalam upaya pengembangan Sekolah Katolik, penggalangan dana jangka panjang serta mengembangkan jejaring dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

6. TPP dalam berkoordinasi dengan YUPP serta pihak-pihak lain di luar Keuskupannya akan dibantu oleh Panitia Tetap Peduli Pendidikan (PTPP) Keuskupan, yang berdomisili di Jabotabek.

STRATEGI TPP
1. Mengembangkan survei dan analisa kebutuhan Sekolah Katolik di wilayah masing-masing Keuskupan (atau kevikepan) yang paling mendasar, khas stempat serta paling efektif dan efisien. Hasil survei senantiasa dinyatakan dalam bentuk feasibility study yang ringkas namun berdasar pada data aktual di lapangan.

2. Mengembangkan pola usaha untuk menghimpun dana bagi pengembangan Sekolah Katolik di Keuskupan setempat yang berkesinambungan, berjangka panjang dan dikelola oleh Umat Keuskupan sendiri.

3. Membahas dan mengkoordinasikan setiap feasibility study dan pola pengembangan usaha yang direncanakan dengan pihak Keuskupan, untuk mendapat pertimbangan, arahan, dukungan, kerjasama dan failitas yang sinergis.

4. Mengkomunikasikan hasil pembahasan feasibility study, pola pengembangan usaha serta berbagai kebutuhan strategis lain kepada PTTP untuk dibahas dengan YUPP.

5. PTTP Keuskupan bersama dengan YUPP membuka peluang kerjasama strategis baik berupa dukungan dari pihak ketiga bagi progam-progam TPP, maupun peluang pasar untuk pengembangan hasil produksi atau usaha TPP.

6. TPP mengembangkan kader-kader dari Keuskupan setempat menjadi “Penggerak TPP” di setiap pelosok daerah, dimana Sekolah Katolik berada.


Keberadaan TPP KAMS
Dari hasil beberapa pertemuan umat yang tergerak dengan Vikjen Pastor Ernesto telah dirancang dan dipersiapkan susunan pengurus TPP KAMS yang mayoritas pemerhati dari kelompok profesional, lembaga pendidikan dan Usahawan Katolik yang diharapkan memiliki komitmen misi yang mulia ini.

Segala persiapan yang berkaitan pengukuhan pengurus periode 2011- 2013 sementara dirampungkan, diharapkan bulan Juni ini sudah dapat dikukuhkan melalui misa Kudus oleh Bapa Uskup Agung Makassar Mgr John Liku-Ada’ Pr.

Harapan kita bersama untuk mewujudkan semua itu tentunya kerja sama dengan semua pihak semakin terbuka dan erat, saling mendukung melalui seluruh umat untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gerja untuk menjadi agen perubahan sosial dengan ciri khas Katolik dalam dunia pendidikan di Keuskupan Agung Makassar. *** Penulis: Julius Yunus Tedja

Temu Moderatores OMK (TEMOD) 2011: MENEMUKAN DAN MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS YESUS DALAM PASTORAL OMK


Pertemuan Para Moderatores OMK (Temod) 2011 diselenggarakan di Wisma Salam, Jawa Tengah dari tanggal 9 – 14 Mei 2011. Tim penyelenggara adalah Team Youth Spirituality Center (YSC) bersama Romo FX. Endra Wijayanta, Pr dibantu aktivis mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Adapun tema yang diangkat adalah “Menemukan dan Mengembangkan Spiritualitas Yesus dalam Pastoral OMK.” Temod 2011 ini dibuka dengan Misa Kudus oleh Mgr. Johannes Pujasumarta, Pr, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang. Dalam homili pada Misa Pembukaan Temod 2011, Mgr. Pujasumarta, Pr menyambut para peserta Temod 2011 dan mengajak mereka untuk bertolak ke tempat yang dalam. Ajakan ini menggemakan kembali ajakan Yesus kepada para murid-Nya. Melalui ajakan itu, kaum muda diharapkan untuk menemukan wajah Yesus, mengenali-Nya dalam wajah-wajah manusia sekarang, dan mencari cara-cara baru bagaimana menyerupakan wajah-wajah manusia zaman sekarang pada wajah Yesus. 

Temod 2011 yang dihadiri 81 orang moderator dan pendamping OMK dari 20 keuskupan merupakan pertemuan berkala setiap tahun yang diselenggarakan oleh Regio Jawa Plus. Namun karena banyaknya para moderator OMK dari keuskupan luar Jawa, seperti dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan NTT, yang hadir dalam Temod 2011, kami para peserta menyebutnya “Temod Indonesia Mini”. Adapun perwakilan dari Keuskupan Agung Makassar dalam Temod 2011 ini adalah Joan Manurip dan Aidan P. Sidik, Pr. 

Kegiatan Temod 2011 terbagi dalam empat level proses pencarian dan pengembangan spiritualitas Yesus untuk pastoral OMK. Proses pertama berupa live in di dua paroki, yakni Paroki Santa Maria Lourdes Sumber di lereng gunung Merapi dan Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran selama dua hari. Para peserta tinggal di rumah warga dengan harapan bisa berinteraksi secara dekat dengan masyarakat setempat dan kaum mudanya. Untuk memperkaya refleksi peserta Temod 2011 diadakan pertemuan dengan Romo Kirjito, Pr dari Paroki Sumber yang mengajak para peserta untuk mendalami kedekatan dengan alam sekitar. Kami para peserta diajak untuk melihat bagaimana menyikapi dengan arif-bijaksana peristiwa erupsi gunung Merapi yang terjadi pada akhir Oktober 2010 dan bencana lahar dingin pasca-erupsi itu. Sementara peserta di Paroki Ganjuran mendapat kesempatan berjumpa dengan Romo Gregorius Utomo, Pr seorang pastor sepuh namun tetap jernih dalam pemaknaan sabda, hidup dan pewartaan Yesus bagi pastoral zaman sekarang.

Selanjutnya proses kedua berupa pembekalan melalui Program Neuro Linguistic Programming (NLP) yang dibawakan oleh Drs. Istoto, MM seorang motivator dan penggiat kaum muda. Kegiatan ini mengajak para peserta untuk mengenali potensi dan kemampuan setiap pribadi dan menjadikan komunikasi sebagai kekuatan untuk menyampaikan pesan dengan tepat dan akurat. Proses ketiga berupa outbound selama dua hari. Melalui kegiatan outbound yang meliputi permainan aviator, paradigma, imagogi, halang rintang, menyusun menara, dsb, para peserta ditantang untuk membuang rasa takut agar mampu membangun karakter pribadi yang tangguh. Sementara proses keempat berupa refleksi pengalaman untuk menemukan wajah Yesus yang tepat dalam kegiatan pastoral OMK yang diapresiasi dalam bentuk pentas seni dan misa kreatif ala kaum muda. Walaupun kegiatan Temod 2011 berlangsung selama sepekan dengan jadwal kegiatan yang sangat padat namun terasa sangat cepat berlalu karena sungguh dinikmati oleh semua peserta.

Hasil refleksi untuk menemukan wajah Yesus bagi pastoral OMK dibingkai dengan baik oleh ajakan Mgr. Johannes Pujasumarta, Pr. Beliau mengajak para peserta Temod 2011 agar perjumpaan antar manusia dapat menjadi momen untuk suatu perubahan. Melalui perjumpaan itu, beragam pengalaman, cita-cita dan harapan bisa saling memperkaya dan meneguhkan hidup dan pelayanan dari orang muda untuk orang muda. Perjumpaan yang sarat makna bisa kita temukan dalam perjumpaan antara Yesus dengan murid-muridNya di pantai Danau Galilea dua puluh abad yang lampau. Perjumpaan itu bukan hanya perjumpaan seorang muda dari Nazaret dan beberapa orang muda dari Galilea, bukan pula perjumpaan seorang tukang kayu dan para nelayan di danau itu, tetapi suatu perjumpaan antara seorang pribadi kudus dari Allah dengan orang-orang yang berdosa dari dunia ini. Dalam pengalaman Simon Petrus, misalnya, kita melihat bagaimana ajakan Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam membawa perubahan besar bagi dirinya. Simon Petrus pun tersungkur sambil berseru, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk. 5:8). Saat perjumpaan itu adalah momen rahmat yang membawa perubahan dan dari mulut Yesus terucap kata-kata peneguhan, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia” (Luk. 5:10). Daya pikat panggilan itu luar biasa. Para nelayan itu tidak bisa bersikap lain, kecuali “meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti Yesus.” Perjumpaan yang memikat dan membawa daya luar biasa itu terus berlangsung sampai sekarang. Perjumpaan itu dengan konkret kita alami dalam Ekaristi yang Kudus. Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita orang yang berdosa ini berjumpa dengan Yesus, yang kudus dari Allah. Di hadapanNya, seperti Simon Petrus kita tersungkur dan bersembah sujud. Semoga perjumpaan ini terus terjadi di antara kaum muda dan membawa perubahan yang penting dan berarti di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan menggereja dewasa ini.

Di akhir pertemuan Temod 2011, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr mengajak para peserta untuk menyusun kegiatan kreatif dan inovatif di masing-masing keuskupan sebagai buah dari Temod 2011. Juga dipersiapkan tim untuk Temod 2012 yang akan diselenggarakan di Bogor dan persiapan kegiatan Indonesian Youth Day (IYD) yang akan diselenggarakan pada 22-26 Oktober 2012 di Sintang, Kalimantan Barat. *** Penulis: P. Aidan P. Sidik, Pr dan Joan Manurip