Senin, 19 Maret 2012

75 Tahun Karya CICM di Indonesia: Napak Tilas ke Sepang dan Lamasi


Presiden pertama Indonesia Sukarno pernah mengatakan bahwa kita jangan sekali-kali melupakan sejarah, yang dikenal dengan istilah Jas Merah. Perkataan ini bukan saja mempunyai makna yang mendalam namun memiliki nilai kebenaran. If we exist today that is because of our past existence and history. Kita berada dan bertahan hari ini karena sejarah masa lampau kita. Dengan mengenal sejarah kita, khususnya sejarah kolektif kita bisa juga terbantu untuk melangkah lebih mantap dan meniti masa depan bersama komunitas.

Dalam rangka menyambut dan merayakan pesta Kongregasi CICM yang ke-150 tahun dan secara khusus 75 tahun karya CICM di Indonesia, kami CICM provinsi Indonesia --secara khusus Distrik CICM Makasar, mengadakan NAPAK TILAS ke beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, tempat dimana para konfrater pendahulu kami datang sebagai perintis misi: bekerja, hidup bersama umat dengan segala dukanya. Maksud napak tilas ini bukanlah sebagai sarana supaya kami dapat bernostalgia akan kisah kehidupan masa lalu mereka khususnya kesuksesan mereka, namun ini kami rencanakan dengan seksama sebagai perziarahan bersama untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan sebab Dia masih memperkenankan benih iman dan semangat misi untuk masih tetap bertahan dan akan tetap bertumbuh. Sebagai generasi penerus dari konfrater kami, yang mana mereka telah banyak perpulang ke rumah Tuhan, kami yakin bahwa misi tetap bertahan karna Tuhan sendiri adalah Aktor utama dan Dia sendirilah yang berkarya lewat semua utusanNya.

SEPANG SEBAGAI BETLEHEM TORAJA BARAT
Pada pertengahan Januari lalu tepatnya tanggal 13-15, dengan empat mobil kami meninggalkan Makassar menuju Messawa. Perjalanan cukup melelahkan apalagi ketika melewati rute Polewali-Messawa yang mana jalan masih tergenang air, berlumpur dan berlobang-lobang karna masih dalam musim hujan. Pada hari Jumat sore jam 4, kami tiba di depan Gereja Paroki Messawa. Setelah mandi kami diajak oleh komunitas YMY untuk bersantap malam bersama. Setelah santap malam bersama,  kami kembali ke paroki untuk penyegaran, rekreasi, main kartu dan bernyanyi bersama untuk menghilangkan rasa letih yang masih terasa di badan. Sekitar jam sepuluh kami istirahat. Kamar-kamar yang terbatas diisi penuh, ada yang bertiga, ada yang berempat, malahan ada kamar yang berisi lebih karna semua frater Sang Tunas yang jumlahnya 20 orang juga ikut serta dalam acara ini dan telah terlebih dahulu berangkat dengan bis sehari sebelumnya. Walau ada teman kamar yang mendengkur keras, hal ini tidak menjadi alasan untuk  tidak tidur. Rasa capek menghilangkan segalanya.

Kebijakan untuk istirahat satu malam di paroki, terasa sekali manfaatnya karna  besok paginya kami akan melaju untuk melanjutkan perjalanan ke Sepang. Para frater Tahun Orientasi didahulukan dengan berjalan kaki, yang lain berkonvoi dengan mobil Rangernya, Pastor Stefanus Tarigan berada paling depan.

Perjalanan menuju Sepang yang jaraknya tidak sampai 20 kilometer tidaklah gampang. Jalan raya semuanya belum diaspal dan kondisi jembatan yang tidak baik membuat kami kadang berhenti. Mobil yang kami tumpangi beberapa kali kandas dan malahan ada tangki mobil bocor karna tergesek di jembatan.

Syukurlah bahwa setelah sampai di depan gereja stasi Sepang kami disambut dengan meriah dengan tarian dari anak-anak SEKAMI. Keluguan dan kelucuan mereka, menyegarkan dan menggembirakan kami. Jumlah umat yang menyambut kedatangan kami cukup banyak, walau pada hari itu ada kedukaan di sekitar mereka karena ada anggota umat yang meninggal. Mereka sangat antusias menerima kedatangan kami. Setelah disuguhi kopi dan ubi goreng, kami diajak untuk santap malam bersama.

Tepat jam delapan malam acara ramah-tamah dimulai. Ada kata sambutan dan berbagi cerita dari berbagai pihak. Pertama-tama ada ucapan selamat datang dari ketua stasi, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Kongregasi CICM yang disampaikan langsung oleh Pater Provinsial: P. Anton Pras Hestasusila CICM. Dalam kata sambutannya beliau mengucapkan terimakasih kepada umat yang telah menerima dan memelihara para imam pendahulu CICM selama mereka tinggal di Sepang. Sepang telah menjadi jantung pewartaan Kabar Gembira, pusat pembinaan iman dan pendidikan, sebelum stasi, sekolah sekolah dan paroki lain di Toraja Barat terbentuk. Sepang telah menjadi tempat kediaman bagi almarhum Pastor Dekkers, van den Eerenbeemt, Noud Vervoort dan Eykemans. Memang masih ada beberapa pastor lain yang pernah melayani di Sepang, namun mereka datang dari pusat Paroki Messawa melayani Sepang, seperti: P. Raymond Stock (alm), Kees Brouwer, Noel Valencia, Rob Suyken, dll.

Hal yang serupa juga dipertegas oleh Vikjen P. Ernesto Emigleo CICM yang mewakili bapa uskup bahwasannya penyebaran iman di Sulawesi Barat menjadi nyata karena dukungan dari umat di Sepang, terutama karena keramah-tamahan serta partisipasi kaum awam khususnya para katekis atau para pengantar.

Sebelum mengakhiri sambutannya, P. Ernesto memanggil pastor paroki, P. Agus Matasak Pr untuk menerima cindera mata berupa gitar dan seperangkat alat olahraga agar umat di paroki Messawa ikut aktif memeriahkan Yubileum Sinode keuskupan.

P. Robert Suyken juga cukup lama bercerita di hadapan umat. Dengan terharu beliau bercerita tentang pengalamannya bekerja di Messawa dan juga melayani umat di Sepang. Walau beliau sudah hampir 40 tahun meninggalkan Messawa, namun semua yang beliau ceritakan seakan-akan baru terjadi kemarin. Beliau mengingat semuanya dengan baik dan ini menandakan bahwa beliau sangat senang melakukan misi ketika ditugaskan di sana. Ini semuanya terjadi karena dukungan dan kedekatannya dengan umat dan sebaliknya.

Acara yang cukup menarik dalam ramah tamah ini adalah hadirnya drama “Opera van Sepang” yang bertemakan, ”kami boleh pergi, namun semangat misi tetap berjalan.” Drama ini dibawakan oleh para frater CICM yang bernuansa ringan dan sangat lucu. Anak-anak sampai orang tua sangat senang dan mereka diingatkan kembali akan sejarah iman dan cinta yang dijalani oleh para pastor CICM bersama leluhur and beberapa orangtua umat yang masih hidup. ‘Ketidakhadiran’ CICM dihadirkan juga dalam drama ini, karena para misionaris ditangkap dan dipulangkan ke negara asalnya oleh tentara Jepang yang menguasai Indonesia saat itu. Bagi umat peristiwa itu sangat menyedihkan dan itu dikisahkan sebagai masa Golgotha (penderitaan, red.).

Keesokan harinya misa meriah dirayakan bersama. Umat yang hadir hampir 300 orang. Sebelum misa dimulai, ziarah singkat diadakan di makam P. Joseph Hauben CICM dengan penaburan kuntum bunga dan perecikan air suci. Pastor Provinsial CICM, Pastor Paroki dan bapak Vikjen menjadi selebran utama dan ketujuh pastor yang lain juga ikut berdiri di sekitar altar. Dalam kotbah, digarisbawahi lagi tema napak tilas, bahwa misi tetap berlanjut dan secara istimewa disyukuri bahwa stasi Messawa telah mempersembahkan putra-putranya untuk misi universal yakni P. Gerardus Rekdak CICM dan P. Ananias Dundu CICM yang sedang berkarya di Jepang dan Kongo di Afrika. Sepang is truly a Bethlehem not only for West Celebes but also for the World (Sepang sungguh tidak hanya menjadi Betlehem di Sulawesi Selatan tapi juga bagi dunia).

RANTE DAMAI DAN LAMASI (10-12 Februari 2012)
Jumat tepatnya jam 9 pagi empat mobil berarak-arakan meninggalkan Sang Tunas menuju Palopo dengan jumlah penumpang 14 orang. Sore harinya menyusul 2 mobil dengan 6 orang penumpang. Rencananya mau berangkat bersama, namun karena masih ada berbagai urusan yang mesti diselesaikan akhirnya tidak jadi berangkat bersama.

Perjalanan ke Lamasi memakan waktu kurang lebih 10 jam. Semua peserta safari dirumahkan di beberapa tempat berbeda. Ada yang tinggal di Batu Sitanduk, ada yang di Paroki Lamasi, dan pada yang lain tinggal di rumah umat.

Di Stasi Rante Damai ada dua acara diadakan. Pertama pada Sabtu pagi, diadakan misa syukur Pesta Panen. Misa dipimpin oleh P. Joni Payuk CICM sekaligus pengkotbah dan pastor CICM yang lain bersama P. Valens Pr ikut konselebrasi. Yang unik dalam acara ini adalah bahwa sejumlah umat gereja Protestan bersama pendetanya juga turut hadir. Bapak Camat juga hadir mengikuti misa dengan seksama. Mereka merasa salut bahwa walau umat di stasi ini hanya 30 KK, banyak pastor yang datang memperhatikan mereka termasuk pimpinan tertinggi CICM yang jauh-jauh datang dari Roma.

Malam harinya sesudah santap malam bersama, acara ramah tamah secara intern diadakan di dalam gereja. Acara sambutan diberikan oleh ketua stasi, kemudian sharing pengalaman misi oleh tiga pastor CICM dalam bentuk tanya jawab. P. Yohanes Laga Muda CICM membagikan pengalaman tentang misinya dengan sangat lucu dan menarik di Brasil, P. Ritan CICM tentang misinya dulu di Lamasi dan Rante Damai selagi dalam program TOP dan P. Marsel Manggau CICM menceritakan tentang suka dukanya di Kongo, Afrika.

Dari pengamatan saya, setelah sharing dari ketiga pastor, umat sangat tertantang dan terinspirasi untuk bagaimana mereka melanjutkan misi gereja di stasi tersebut yang mengalami penurunan jumlah dan semangat misi dari tahun ke tahun karena masalah sosial, budaya dan ekonomi secara khusus.

Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa mesti ada kerjasama yang baik antara sesama umat dan umat dengan gembala. Acara ramah tamah ini diakhiri dengan pementasan ‘Drama van Lamasi’ yang mengisahkan kehidupan Pastor Jan van Hersel CICM (alm) dengan segala kesederhanaan dan kepraktisannya. Drama ini sangat lucu karna frater mengikutsertakan juga artis artis lokal (mudika Rante damai).  Adegan yang paling menarik adalah ketika almarhum menikahkan pasangan di tengah-tengah kebun.

Keesokan harinya kami merayakan misa syukur di gereja Paroki St. Yosep, Lamasi. Jumlah umat cukup banyak dan ekaristi dipimpin oleh P. van Rooy CICM, didampingi oleh P. Gilbert K CICM mewakili Provincial  CICM Indonesia dan P. Tim Atkin CICM, pimpinan umum CICM yang sedang mengadakan kunjungan ke Indonesia untuk mengunjungi rumah-rumah pendidikan di Indonesia sekaligus menghadiri rapat. Bukanlah sebuah kebetulan belaka bahwa beliau bisa ikut serta dalam napak tilas ini. Dalam kotbahnya P. van Rooy menceritakan cerita hidupnya di kalangan kaum muda sekitar Palopo, bersahabat dan dekat dengan semua orang tanpa membedakan status sosial, budaya dan agama sebagai pelatih sepak bola dan pemain takraw. Keberhasilan bermisi kadang tercapai ketika kita mau merakyat dan turun langsung ke lapangan.

Sekitar 12 orang imam hadir dan ikut sebagai konselebran dalam ekaristi ini, termasuk P. Valens Pr (Pastor Paroki Lamasi) dan P. Chris MSC selaku  pastor Vikep Luwu, para pastor CICM yang lain. Koor dimeriahkan oleh para frater CICM Sang Tunas, Makassar.

Sebagai penutup, dari kegiatan napak tilas ini, saya mengamati bahwa bagaimanapun kerasnya tantangan misi dan kehidupan menggereja, bila kita memberikan diri secara total dalam misi pelayanan, semua pengorbanan akan tetap dikenang sepanjang hayat. Hal ini terbukti jelas dalam kehidupan umat di Sepang dan Lamasi. Figur-figur misionaris pendahulu tidak pernah mereka lupakan dan semangat injili yang mereka dapatkan masih mereka teruskan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Kalau dari Sepang lahir dua misionaris CICM, maka dari Lamasi ada satu orang misionaris yaitu P. Marcel Manggau CICM sebagai buah iman mereka. *** Penulis: P. Lasbert Livinus Sinaga CICM, Novisiat Sang Tunas Makassar

Tidak ada komentar: