Selasa, 17 Juli 2012

Umat Bertanya, Imam Menjawab

Pertanyaan:
Dalam sidang sinode baru-baru ini ditekankan sosok Gereja Lokal KAMS yang berciri diaspora, lagi tersebar. Memang di keuskupan kita, orang katolik berada di tengah banyak       penganut agama lain. Akibatnya dari hari ke hari orang katolik masuk dalam pergaulan lintas agama dan dengan demikian perkawinan campur semakin banyak terjadi. Nah, berkenaan perkawinan campur, saya mau bertanya :
1. Bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang perkawinan campur sebab setahu saya perkawinan sipil dan agama-agama lain tidak menerima perkawinan campur?
2. Bagaimana tentang orang katolik yang menikah di luar gereja Katolik (menurut tatacara agama lain): bagaimana status pernikahan tsb dan apakah orang katolik tsb boleh menerima komuni kudus ?
Demikian pertanyaan saya, mohon jawaban dari X (salah seorang peserta Sinode)

Jawaban:
1. Juga Gereja Katolik memandang bahwa perkawinan yang ideal adalah perkawinan seagama dan karena itu inilah yang perlu terus dipromosikan. Alasannya, melekat pada paham perkawinan itu sendiri sebagai corsortium totius vitae (persekutuan hidup secara utuh-total). Pertimbangan lain, datang dari tantangan hidup berkeluarga hari ini yang ditandai rupa-rupa kesulitan baru. Dari lain pihak, Gereja Katolik memahami putera-puterinya yang karena alasan berat tertentu memasuki perkawianan campur. Maka untuk kasus tersebut perlulah diajukan kepada Uskup permohonan izin (untuk pasangan beda gereja) atau dispensasi (untuk pasangan beda agama) sejauh dipenuhi syarat dalam Hukum Gereja Kanon 1125, yakni :
» Pihak katolik menyatakan siap menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji berupaya semaksimal mungkin agar semua anaknya dibaptis dan dididik secara katolik,
» Pihak non-katolik diberitahu dan sungguh sadar akan tanggung jawab pasangan tsb,
» Kedua pihak memahami benar paham katolik perihal perkawinan.
Bilamana dispensasi tidak diurus maka di hadapan Gereja Katolik, perkawinan beda agama tersebut berstatus tidak sah (Kanon 1086 §1).

2. Mengenai orang katolik yang menikah di luar Gereja katolik (menurut tatacara agama lain); perkawinan tersebut berstatus tidak sah mengingat Kanon 1059 (setiap orang katolik terikat kewajiban mengurus perkawinannya secara Katolik), konkritnya dalam kasus tersebut terdapat 2 hal tidak dipenuhi yakni ijin/dispensasi mengingat pasangannya beragama lain (Kanon 1086 § 1) dan dispensasi dari tata peneguhan nikah (Kanon 1108 §1).
Dan karena berstatus tidak sah maka Pastor paroki biasanya menganjurkan agar ybs tidak menerima komuni kudus. Maka untuk kasus-kasus seperti ini hendaknya pengurus rukun/stasi proaktif mendekati dan memotivasi pasangan ybs agar membereskan perkawinan secara Katolik pada kesempatan pertama. Kadang-kadang muncul keengganan atau bahkan penolakan dari pihak non-katolik namun apabila sudah dimotivasi dan ditekankan asas manfaat yakni demi kepentingan/kebahagiaan mereka berdua, dan tidak dimaksudkan agar ybs berpindah agama ke katolik, pada umumnya pihak non-katolik akhirnya bersedia untuk membereskan perkawinan secara katolik. ***

Tidak ada komentar: