Selasa, 02 Juli 2013

KENANGAN SYUKUR 75 TAHUN BAPTISAN DAN EKARISTI PERTAMA DI TORAJA: “MENEMUKAN DAN MENAMPILKAN WAJAH YESUS DI TORAJA”


Pelaksanaan Perayaan Yubileum 75 tahun ini, didasarkan pada pembaptisan 4 orang anak suku Toraja asli di kampung halamannya sendiri. Penerima Baptisan itu dipersiapkan oleh seorang guru awam, Petrus Pemba asal kampung tampo Makale, yang sudah dibaptis ketika belajar di Tomohon Sulawesi Utara. Pembaptisan itu dilaksanakan oleh P. Charles Dekkers CICM di Tampo, Makale.“Walaupun ayah angkatnya sendiri beragama Protestan, so’ Pemba menjadi katolik dengan nama Baptis Petrus. Ia kemudian menikah dengan seorang gadis Manado,  Margaretha Datu. Setelah tamat, beliau pulang ke Makassar. Di kota itu, guru muda P. Pemba diminta oleh Mgr. G. Martens untuk berkarya di Sepang dimana sudah ada sebuah VS Katolik. Pada tahun 1938,  atas permintaan prefek apostolik pula, beliau pulang ke Tampo, Makale, kampung kelahirannya. Di situ ia mulai mengumpulkan anak-anak di kolong rumah dan  memberi pelajaran agama,  belajar menyanyi dan bermain” (Gereja Katolik di Toraja dan Luwu, G. van Schie CICM, hal. 37).

Pada bulan Maret 1938, P. Chr. Eykemans CICM berkunjung ke Toraja. Ia dijemput guru P. Pemba di kota (Makale) dan dibawa ke rumahnya di Tampo. “Di situ ada 48 orang anak sekolah menyambut pastor dengan nyanyian-nyanyian gembira. Pada kesempatan itu, putera sulung puang Makale yang beragama Protestan meminta agar pastor segera mendirikan gereja dan sekolah di kampung itu. Tetapi karena belum diizinkan menetap di Tana Toraja, P. Chr. Eykemans merasa belum waktunya untuk mengabulkan permintaan itu. Pada 11 Maret 1938, P. Chr. Eykemans kembali ke Makassar.

Kurang lebih dua bulan kemudian, P. Ch. Dekkers berkunjung ke Tampo. Pada  6 Mei 1938, beliau membaptis empat orang anak (balita) suku asli Toraja. Keempat anak suku asli Toraja itu adalah (diurutkan seusai dengan nomor register Baptis): 1. Antonius Tambing, 3 tahun; 2. Nathaniel Taruk Allo, 2 tahun (Puang Andi’lolo, purna bakti sebagai Camat Makale); 3. Theresia Minggu, 3 tahun; 4. Maria Tibe, 1 tahun. Petrus Pemba dan Margaretha Datu bertindak sebagai wali baptisnya. Inilah titik awal penerimaan Sakramen Baptis pertama bagi Orang Toraja asli di Toraja. Momen inilah yang dijadikan sebagai dasar dari perayaan Yubileum 75 Tahun Gereja Katolik di Toraja.

PERINGATAN YUBELIUM 75 TAHUN
Menandai  dan memaknai peristiwa karya keselamatan Tuhan ini, atas prakarsa dan inisiatif Pastor Lucas Paliling, salah seorang imam Diosesan Keuskupan Agung Makassar, merancang dan membuat sebuah monumen tempat pelaksanaan Pembaptisan pertama  dan tempat perayan Ekaristi dengan altar darurat saat itu. Tempat pelaksanaan kedua sakramen itu adalah lemba (lumbung) asli Toraja. Sekarang, persis di tempat lumbung  itu berdiri dulu,  sementara dibangun sebuah monumen dengan motif lumbung 8 tiang (karua bangana). Dalam lokasi bangunan monumen itu, juga direncanakan sebuah bangunan gereja yang represantatif  untuk menampung umat setempat  dan para peziarah kelak; serta  tempat persiapan untuk perjalanan ziarah  menuju puncak (pambo’bok) .   

PERAYAAN SYUKUR
Perayaan syukur atas karya keselamatan Allah hadir dan berkembang di Kevikepan Toraja, dengan tulang punggung Depas Paroki Makale, dibantu oleh Panitia Yubileum Kevikepan di bawah tanggung jawab Vikep Toraja diadakanlah beberapa kegiatan:

A. Perayaan Penerimaan Baptisan dan Misa Syukur,  Senin, 6 Mei 2013. 
Dalam acara ini dilaksanakan penerimaan baptisan bayi, balita, anak, remaja, taruna, muda dewasa dan orang tua sebanyak 39 orang. Peringatan dan perayaan dilaksanakan di area monumen, tempat Pembaptisan dan Perayaan Ekaristi pertama. Perayaan  syukur yang dimulai pukul 10.00 itu, dihadiri sekitar 500 orang. Tokoh-tokoh umat khususnya guru-guru purnakarya dari paroki-paroki banyak hadir. Usia lanjut, 70 tahun ke atas, dan fisik lemah tetapi karena kenangan masa lalu mereka hadir dengan penuh kegembiraan. Sesudah perayaan Ekaristi, dilanjutkan dengan ramah tamah, santap siang bersama.

B. Lomba Paduan Suara antar-paroki se-kevikepan Toraja
Paroki Deri dalam nada dan gerak tari.

C. Festival budaya antar-paroki se-kevikepan Toraja
Penampilan Paroki St. Petrus Pangli pada acara Festival Budaya.
keso’-keso’ (Paroki Rembon)
Passuling Todolo (Paroki Makale)
D. Parade Drumband antar-Sekolah Katolik di Kevikepan Toraja dari tingkat SD-SLTA. Dimulai dari halaman kantor Bupati Tana Toraja menuju bundaran Kolam Makale sebagai akhir, disambut oleh Uskup Agung KAMS dan undangan. Pembukaan dan pelepasan Parade Drumband dilaksanakan oleh Vikep Toraja, P. Natan Runtung, Pr.
Grup drumband Roger Leleu, SPP Pala’pala’, Makale.

Grup band SD Regna Rosari, Paku, Makale

E. Pemberkatan Tempat Ziarah baru: SANCTUARIUM RANO di Stasi Rano, Pennaran.
Bapa Uskup memberkati tempat ziarah baru di Stasi Rano
F. Perayaan Puncak, Ekaristi dengan nuansa inkulturasi khas Toraja.
Misa inkulturasi Toraja dimeriahkan dengan 500 gadis penari.
Secara istimewa dimeriahkan dengan 500 gadis penari, gabungan dari sekolah katolik yang ada di Kevikepan Toraja; Perayaan lettoan dan tarian seni budaya yang khas dari masing-masing paroki.


BACK TO BASIC
Dari 4 orang balita pertama dipilih Tuhan, dengan diberi meterai/cap yang tak terhapuskan dalam iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus: “Aku membaptis Engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”, kini telah berkembang menjadi  12 Paroki, dan 242 stasi.  Dari pa’rapuan yang 4 orang balita kini menjadi pa’rapuan yang beranggotakan kira-kira 100 ribu jiwa lebih.  Dari 4 jiwa yang belum berdaya karena usia balita, kini mejadi Gereja yang melayani,  tersebar ke pelosok nusantara Indonesia dan bahkan ke mancanegara. 
Merefleksikan proses sejarah hadirnya Gereja Katolik di Toraja, dapat ditarik beberapa poin kesimpulan praktis. 1. Yang diutus datang memperkenalkan iman katolik, pelaksana persiapan penerimaan sakramen dan pembinaan lanjutan adalah awam sekaligus keluarga (suami–istri). Tenaga awam ini adalah orang yang telah meraih sukses dalam cita-cita pendidikannya. 2. Penerimaan Sakramen Baptis dan Perayaan Ekaristi dengan altar darurat di laksanakan di dalam keluarga atau di rumah umat, tentu saja belum semuanya katolik. 3. Kelompok anak binaan Petrus Pemba dinyatakan sebagai VS Katolik (sekolah katolik) pertama di Toraja.  Iman diperkenalkan, ditumbuhkan lewat pelajaran/pendidikan (non formal dan formal).  Pendidikan (kelompok binaan selanjudnya sekolah) dan Gereja hadir secara serentak. 4. Kunjungan Pastoral Uskup dan imam pertama-tama adalah kunjungan keluarga dan perayaan sakramen (Baptisan dan Ekaristi).

Keempat poin kesimpulan praktis di atas kiranya dapat menjadi dasar dan inspirasi hidup penuh keberanian (untuk terus bersaksi)  dalam  berpastoral ke depan, khususnya di kevikepan Toraja. 
1. Dasar dan inspirasi pertama bahwa  tenaga awam berpendidikan  adalah rasul andalan dan terdepan dalam proses  beriman.  Maka Guru Laki dan Perempuan (yang dari dulu sampai sekarang  banyak menjadi pengantar, pemimpin doa, pembina sekolah minggu dan OMK) dan khususnya lulusan STIKPAR TORAJA  tetap menjadi prioritas dalam menampilkan Wajah Yesus di Toraja sebagaimana yang diajarkan Gereja Katolik.  Sejalan dengan Misi Keluarga hasil sinode KAMS 2012, maka Keluarga-keluarga katolik menjadi saksi yang andal dalam menghadirkan cinta, harapan dan Iman dalam masyarakat. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama untuk perubahan ke arah yang lebih baik, dinamis dan kreatif membahagiakan.
2. Penerimaan Sakramen khususnya Baptis, Ekaristi, juga Tobat, substansinya adalah pelaksanaan di tengah-tengah keluarga. Teristimewa perayaan Ekaristi adalah peristiwa cinta, persaudaraan-kesatuan–kekeluargaan, maka substansi dasarnya adalah terjadi di tengah-tengah keluarga beriman. Patut disyukuri, Imam Diosesan KAMS saat ini  kebanyakan berasal dari kalangan keluarga katolik Toraja. Ketika MUNAS UNIO Indonesia 2008 sesi kedua mengambil tempat di Toraja, para Uskup, dan Imam peserta  Munas tinggal di tengah-tengah keluarga, dalam rumah-rumah umat dengan metode Live-in. Imam dan Ekaristi (dan sakramen pada umumnya) saling mengandaikan keberadaannya. Tanpa imam tidak ada Ekaristi (dan sakramen lainnya) sebaliknya Ekaristi (dan keenam skaramen lainnya) tidak dapat dilaksanakan tanpa imam. Demikaian pula Imam dan keluarga beriman katolik saling mengandaikan. Tanpa keluarga beriman  katolik tidak ada imam, sebaliknya tanpa imam keluarga katolik tidak dapat tumbuh dalam kekudusan Sakramen. Kiranya setelah perayaan 75 tahun, sakaramen-sakramen tersebut, terutama Baptis dan Ekaristi, serta Tobat semakin akrab dengan pelaksanaannya di dalam keluarga, baik sebagai Gereja mini maupun sebagai suatu komunitas basis.
3. Pendidikan (formal: sekolah dan nonformal: bina sekami, OMK, bina doa dsb) adalah kunci  pertumbuhan dan perkembangan iman baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Gereja (keluarga-keluarga katolik) baik sebagai paroki, stasi, rukun  dan sekolah khususnya penyelenggara, pengelola dan pelaksana penting membangun keakraban dan kerjasama. Misi Pendidikan hasil sinode KAMS 2012 telah memberikan arah untuk itu.
4. Kunjungan Pastoral baik uskup, imam dan tenaga pastoral awam lapangan pada hakekatnya adalah pertemuan tatap muka sebagai satu keluarga (insani dan imani). Pelaksanaan iman keluarga (baptis, Ekaristi, minyak suci dan tobat) sedianya adalah kebutuhan pokok keluarga. Mari kita membangun keluarga-keluarga katolik di atas dasar iman yang benar (kenal dan cinta Allah di atas segala-galanya) dan dengan demikian setiap anggota keluarga akan hidup  sebagai orang beriman yang sejati (mengandalkan Allah dalam seluruh hidupnya, penyerahan utuh, bulat hanya kepada Allah saja).

Setiap generasi memiliki cita dan rasa tersendiri sesuai dengan perkembangan dan penemuan zamannya. Setiap angkatan memiliki cita-cita, impian, daya imajinasi yang berusaha diwujudkan pada masa depan. Demikan pula setiap anak bangsa merasakan  gejolak  batin, keprihatinan, kecemasan, akan masa depan mereka.  Semua cita dan rasa itu oleh kita komunitas Gereja Lokal KAMS telah tersirat dan tertulis dalam VISI–MISI KAMS hasil sinode KAMS  Mei 2012. Menjadi  GEREJA YANG MELAYANI dalam setiap lini atau bidang kehidupan, kapan dan di mana pun kita berada. Cita-cita, impian, visi dan misi tanpa aksi dan gerakan akan menjadi khayalan belaka. 

Maka seusai peringatan dan perayaan 75 Tahun baptisan pertama di Toraja sebagai aksi dan gerakan bersama pertama  dan utama adalah mengembalikan dan melaksanakan perayaan-perayaan sakramental  utamanya Ekaristi di tengah-tengah keluarga katolik.

Ekaristi adalah sumber, pusat dan puncak kehidupan rohani umat. Di kala gembira dan teristimewa di saat gersang, jiwa umat harus mendapat penyembuhan dan penyempurnaannya dalam Ekaristi. Para Pastor yang kepadaNya Sang Gembala utama, Yesus Kristus, dalam GerejaNya  memberikan amanat,  wibawa, kuasa dan wewenang itu, hendaknya bermurah hati memberikanya kepada umat yang membutuhkannya dengan pelayanan prima penuh cinta kasih.

Melalui Perayaan Ekaristi pelayan dan umat memperoleh secara cuma-cuma: pengampunan dari dosa-dosa, penyembuhan luka-luka batin akibat berbuat dosa, pelepasan dari gangguan setani/roh-roh jahat, pengudusan sebagai anak-anak Allah, kesegaran hidup yang mengakrabkan dan mempersatukan, bela rasa dan solidaritas bagai sesama yang lemah/menderita, kekuatan baru untuk  terus bersaksi total, ketaatan dan kesatiaan dalam tugas dan pada pimpinan, kesuburan dan kreativitas dalam karya, dsb. Sungguh Yesus adalah “Roti dan air hidup”. IA bersabda:  "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6,35). “Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yoh. 7:38) *** Penulis: Pastor Natan Runtung Pr, Vikep Toraja

Tidak ada komentar: