Kamis, 07 November 2013

Pesta Emas Konstitusi Liturgi

HIDUPKATOLIK.com - “Yang lebih penting, umat merayakan liturgi dengan sadar, aktif, dan berbuah. Perayaan liturgi harus sederhana, singkat, sesuai dengan daya tangkap umat, sekaligus agung dan luhur,” kata Ketua KWI, Mgr Ignatius Suharyo.

Merupakan suatu kebanggaan ketika Makassar menjadi tuan rumah Pesta Emas Konstitusi Liturgi atau Sacrosanctum Concilium (SC). Betapa tidak! Makassar sering tampil dengan citra buruk sebagai kota dengan aksi anarkis dan brutal. Namun, citra buruk itu tidak selalu benar, “karena Makassar juga menyandang nama kota Anging Mammiri, angin yang sepoi-sepoi.” Demikian Uskup Agung Makassar, Mgr John Liku Ada’, saat memberikan sambutan sebagai tuan rumah Perayaan 50 tahun SC.

Perayaan bertajuk “Liturgia Semper Reformanda Est” ini berlangsung pada Selasa-Kamis, 15-17/10, dihadiri sekitar 300 peserta dari semua keuskupan di Indonesia. Panitia memilih tema ini, karena Gereja yang membarui diri dan berkembang itulah Gereja yang merayakan liturgi secara baru. Maka, dalam perayaan ini panitia fokus pada dua aspek, yaitu selebrasi dan refleksi.

Misa pembukaan dipimpin Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr Antonio Guido Filipazzi, dengan konselebran Mgr John Liku Ada’, Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang, dan Ketua Komisi Liturgi KWI Mgr A.M. Sutrisnaatmaka MSF, serta puluhan imam.

Dalam homili, Mgr Filipazzi menegaskan bahwa tepat sekali perayaan diawali dengan Misa. Perayaan Liturgi harus mendahului studi, karena arti liturgi jauh lebih penting ketimbang gagasan-gagasan. Jangan sampai Misa dianggap sebagai kegiatan sekunder atau formal belaka. “Apa yang didiskusikan dalam konferensi ini mesti menuju pada penghayatan dan pemahaman liturgi yang semakin baik dan berguna.”

Diskusi selama Perayaan Pesta Emas ini menghadirkan 13 narasumber. Berbagai tema diperbincangkan, antara lain sejarah lahirnya SC, instruksi-instruksi pelaksanaan SC, dan implementasi 50 tahun SC di Gereja Katolik Indonesia.

Melalui diskusi, para peserta diajak merefleksikan gejala kurang serasi antara penghayatan dan praktik liturgi. “Kedepan, perlu direnungkan apa saja yang masih perlu dibenahi dan ditingkatkan agar pembaruan Gereja pada umumnya dan pembaruan liturgi pada khususnya semakin membawa umat kepada keselamatan yang dirindukan, sekaligus menghasilkan buah-buah yang dapat disumbangkan kepada masyarakat demi kemuliaan Tuhan dan pelayanan terhadap sesama di sekitarnya,” tandas Mgr Sutrisnaatmaka.

Sementara Ketua KWI Mgr Ignatius Suharyo mengingatkan, hendaknya SC dipahami dalam konteks yang lebih luas dengan latar belakang Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, Dei Verbum dan Gaudium et Spes, serta dokumen-dokumen Konsili Vatikan II lainnya. Dalam hal ini, harus juga ditempatkan dalam kerangka Roh yang berkembang sebelum dan selama Konsili berlangsung.

Diskusi menjadi hangat dalam Breakout Session, ketika berbicara tentang inkulturasi yang menyangkut musik, tarian, pembangunan gedung gereja, dan penggunaan teknologi modern. Teknologi modern bisa mendukung ibadat dan menunjang umat agar dapat mengikuti perayaan liturgi dengan lebih baik, asalkan digunakan secara efisien dan berimbang.

Demikian pula inkulturasi perlu dicermati dengan bijaksana. Inkulturasi tidak boleh bersifat subjektif dan pragmatis.

RD Jacobus Tarigan (sumber: http://www.hidupkatolik.com/2013/11/01/pesta-emas-konstitusi-liturgi)

Tidak ada komentar: