Senin, 21 Juli 2014

Umar Bertanya, Imam Menjawab


Umat bertanya:
Sinode Diosesan 2012 melahirkan delapan Misi Gereja lokal KAMS.  Salah satu misi yang berhubungan dengan keluarga adalah “Mewujudkan keluarga sebagai gereja rumah tangga (ecclesia domestica) yang berpolakan keluarga kudus Nasaret, tempat nilai-nilai manusiawi, iman dan tradisi Katolik tersemaikan. Apa arti dan makna pernyataan tersebut dan bagaimana cara keluarga-keluarga mewujudkannya?

Imam menjawab:
Misi tentang keluarga di atas adalah suatu kesadaran Gereja lokal KAMS. Kesadaran bahwa keluarga sebagai Gereja rumah tangga ini muncul selaras dengan kesadaran Gereja universal tentang peranan keluarga dalam hidup menggereja. Kesadaran ini sudah muncul jauh sebelum Paus Yohanes Paulus II.
Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1981 menerbitkan Anjuran Apostolik yang disebut Familiaris Consortio yang adalah anjuran Paus supaya keluarga-keluarga berperan dalam membangun Gereja dan masyarakat dalam dunia modern ini. Paus meneliti ikatan yang mendalam dan hubungan yang erat antara Gereja dan keluarga Katolik dan apa yang menjadikan keluarga Katolik itu suatu Gereja kecil. Hubungan suami-istri yang dilandasi cinta kasih adalah melambangkan hubungan yang erat antara Yesus dan GerejaNya, Yesus yang mencintai GerejaNya (Ef 5:25-32). Dalam arti ini Sakramen Perkawinan membuahkan keselamatan karena persatuan mesra suami-istri mengambil bagian dalam persatuan mesra antara Kristus dan Gereja. Cinta kasih suami-istri adalah tindakan nyata yang bertujuan untuk kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan pasangan. Melihat isi dan ciri peranan keluarga yang adalah tanda keselamatan dan tanda cinta kasih Yesus terhadap Gereja, maka tidak salah kalau dikatakan bahwa suami-istri atau keluarga yang hidupnya dilandasi oleh kasih Tuhan adalah Gereja kecil, Gereja rumah tangga yang merupakan sel Gereja universal dan masyarakat (FC 42, AA 11).
Apa artinya kalau Gereja Lokal KAMS mengemban misi keluarga sebagai Gereja Rumah tangga? Gereja lokal KAMS melihat   dirinya sebagai yang sudah dewasa, yang sudah saatnya meninggalkan kesibukan bersolek diri dan terjun ke masyarakat untuk bekerja bagi kesejahteraan orang banyak.
Keluarga, demikian pun Gereja,  mempunyai fungsi ke dalam dan ke luar. Fungsi ke dalam keluarga atau Gereja membuat para anggotanya hidup dalam persekutuan yang erat (communion personarum, koinonia) untuk mengusahakan hidup saling bersaudara, saling mengampuni, saling mengasihi dan membantu bagi terwujudnya perkembangan hidup masing-masing. Semua anggota keluarga wajib membangun iman yang benar, melalui pengajaran yang benar (kerygma) maupun sakramen-sakramen Gereja (leiturgia), demi tercapainya tujuan bersama, yaitu menjadi semakin serupa dengan Kristus. Adapun fungsi ke luar keluarga atau Gereja adalah mewartakan kabar sukacita kepada segala bangsa (Mt 20:19-20, kerygma). Fungsi ini meliputi baik tugas pemberitaan Injil (kerygma) maupun tugas pelayanan sosial (diakonia) dalam masyarakat umum. Adapun tugas pelayanan sosial merupakan tugas di bawah tugas pemberitaan Injil yang tidak dapat dipisahkan, karena tugas utama gereja adalah menginjili dunia, dan bukan menyempurnakan kesejahteraan sosial masyarakat. Penginjilan adalah usaha memberitakan kabar mahabaik tentang Yesus Kristus, yang melalui kematian dan kebangkitan-Nya, menebus umat manusia, sehingga mereka yang mau percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat, memperoleh pengampunan Allah dan kehidupan kekal.
Gereja Lokal KAMS (bisa dibaca: keluarga) berniat untuk mewujudkan iman  dalam karya-karya konkrit dengan meresapi tata dunia demi terwujudnya tatanan hidup yang lebih bermartabat dan berkeadaban. Hal ini terungkap dalam misi yang ingin dijalani dalam lima tahun ke depan, misalnya: membangun gerakan budaya hidup bersih dan sehat, mendorong kemandirian umat/masyarakat ekonomi lemah dengan cara mendukung pemberdayaan potensi ekonomi, membangun kesadaran dan tanggung jawab sosial politik yang bermartabat di kalangan umat dalam hidup berbangsa dan bernegara. Pada pokoknya keluarga, Gereja, ingin lebih berkiprah dalam tatanan masyarakat yang nyata.
Keluarga: Gereja kecil. Keluarga adalah sungguh-sungguh Gereja. Yesus memilih hidup sebagai manusia dalam satu keluarga Maria dan Yosef. Mereka adalah orang-orang beriman yang hidup dalam persekutuan. Oleh karena itu persekutuan hidup Maria, Yosef dan Yesus sendiri disebut “keluarga Allah” atau Gereja (KGK 1655). Memang sejak awal perkembangan Gereja, keluarga merupakan inti dari Gereja. Orang-orang menjadi percaya kepada Kristus, mereka dibaptis dan hidup dalam persekutuan. Pada umumnya seluruh keluarga menjadi orang percaya (Kis 16:31). Orang yang sudah diselamatkan, dalam hatinya sangat mendambakan keselamatan pula bagi seluruh keluarganya (Kis 11:14).
Anggota keluarga karena baptisan menerima dan memiliki martabat Kristus, yaitu martabat sebagai nabi, imam dan raja. Dengan martabat kenabian, keluarga mempunyai tugas mewartakan Injil; dengan martabat imamat, keluarga mempunyai tugas menguduskan hidup terutama dengan menghayati sakramen-sakramen Gereja dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, keluarga mempunyai tugas melayani sesama.
Keluarga bukan hanya sebuah komunitas manusia yang harus selalu menjadi objek pelayanan Gereja. Keluarga adalah juga komunitas basis Gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah; keluarga mempunyai tugas yang adalah juga lima tugas Gereja yakni: membangun persekutuan hidup dan kasih, membangun keluarga Katolik yang bahagia  ( koinonia). Sebagai keluarga, berkumpul bersama merayakan iman melalui doa ibadat keluarga (leiturgia). Melalui pekerjaan memberikan pelayanan dalam keluarga maupun kepada keluarga-keluarga lainnya (diakonia). Keluarga memberikan kesaksian iman kepada orang lain dalam setiap pergaulannya (martyria). Semua yang keluarga hidupi dan lakukan hendaknya menjadi sarana mewartakan kabar sukacita kepada sesama (kerygma).
Gereja sebagai rumah Allah. Istilah Gereja mempunyai arti yang lain yaitu sebagai rumah Allah dimana umat Allah berkumpul untuk mengucapkan syukur, berdoa bersama, memuji dan meluhurkan Allah dalam ibadat dan ekaristi. Keluarga pun hendaknya membangun dan menjadi altar, menjadi mezbah Allah dimana semua anggotanya bisa berkumpul bersama untuk bersyukur, berdoa, memuji dan meluhurkan Allah dalam ibadat. Berikut ini adalah usulan sebagai gerakan atau langkah untuk mewujudkan keluarga sebagai mezbah Allah:
1. Mulai berdoa bersama sebagai keluarga, bukan sendiri-sendiri saja. Membaca kitab suci harian bersama-sama, berdoa bersama sebelum makan. Bisa menggunakan liturgi resmi Gereja sebagai model liturgi keluarga misalnya ibadat sabda tanpa imam, belajar berdoa secara spontan dan dengan melibatkan hati.
2. Berdoa Rosario bersama-sama dalam keluarga. Anak-anak diberi kesempatan memimpin doa Bapa Kami dan Salam Maria. Anjurkan setiap anggota keluarga mendoakan intensi masing-masing. Doronglah anak-anak berdoa secara teratur setiap harinya.
3. Di dalam Gereja selalu ada salib besar di sekitar altar, pasanglah juga salib yang cukup besar di tempat dimana keluarga sering berkumpul untuk berdoa bersama dan juga di tempat yang mudah dilihat orang. Pasanglah salib-salib ukuran sedang di dinding setiap kamar.
4. Jadikanlah penerimaan sakramen sebagai tradisi keluarga yang secara teratur diterima seperti misalnya pengakuan dosa. Merayakan Ekaristi bersama sebagai keluarga setiap Minggu.
5. Ciptakanlah tradisi keluarga dalam masa-masa tertentu dalam kalender Gerejawi, misalnya Gerakan APP diperhatikan oleh ayah, ibu serta semua anak-anak termasuk anak yang masih kecil. Ajarilah mereka menyisihkan sebagian uang saku mereka untuk dipersembahkan kepada Tuhan dalam kolekte atau APP (bukan orang tua memberi uang kepada anak untuk kolekte atau APP). Ajarilah mereka berkorban untuk nilai yang lebih baik.
6. Jadikanlah ziarah ke tempat suci misalnya ke gua Maria sebagai kebiasaan keluarga yang dilakukan bersama oleh semua anggota keluarga.
7. Jadikanlah berbakti kepada Tuhan sebagai kebiasaan setiap anggota keluarga, bahkan saat-saat liburan; misalnya mengikuti misa harian pagi hari, untuk orangtua sebelum masuk kerja dan anak-anak sebelum masuk sekolah. Kalau sedang liburan di luar kota, carilah Gereja terdekat untuk ikut misa pagi.
8. Orangtua menjadi teladan kemurahan hati bagi anak-anak melalui tutur kata dan perbuatan mereka.
9. Jangan takut mengungkapan cinta kepada pasangan di depan anak-anak misalnya suami istri saling bergandengan tangan, berpelukan dan saling cium pipi. Perlihatkan kemurahan hati kepada tetangga dan orang lain di depan mata anak-anak. Katakan kepada anak-anak bahwa Tuhan mencintai mereka, mereka pun harus mencintai satu-sama lain dan berbaik hati kepada orang lain. Hindari suami-istri bertengkar di depan anak-anak. Dengan demikian mereka akan belajar dari orang tua hal-hal yang baik.
10. Bersharinglah dengan anak-anak tentang kehadiran Tuhan dalam suka dan duka keluarga.
11. Perlihatkanlah selalu keramahan kepada siapa saja yang bertamu di rumah misalnya pastor, bruder, suster dan pelayan Gereja lainnya yang mengunjungi rumah.
12. Aktiflah berpartisipasi dalam hidup menggereja, misalnya ambil bagian dalam liturgi sebagai lektor, prodiakon dll; menjadi anggota Legio Maria, WKRI, atau organisasi Gereja lainnya.
13. Doronglah anak-anak juga ikut serta dalam kegiatan Gereja, tidak dibiarkan larut dalam pengaruh negatif lingkungan mereka.
14. Ikut serta dalam kegiatan sosial di lingkungan kita misalnya menjadi ketua RT/RW (Rukun Tetangga/Rukun Warga), partisipasi dalam gotong-royong membersihkan lingkungan rumah.
15. Tentunya masih ada banyak kegiatan lain yang bisa menjadi ungkapan perwujudan iman dalam masyarakat.

Pada akhirnya, membangun keluarga sebagai Gereja rumah tangga adalah suatu kesadaran Gereja lokal KAMS. Dorongan Roh Kudus menggerakan keluarga secara nyata berkiprah di masyarakat; keluar dari dirinya sendiri melaksanakan karya-karya Gereja menata dunia dan untuk keselamatan umat manusia. Ada saatnya pula keluarga membangun diri sebagai mezbah Allah, keluarga yang bersekutu untuk memuji dan memuliakan Allah dalam ibadat keluarga. Dengan demikian keluarga benar-benar menjadi Gereja sebagai sakramen keselamatan Allah bagi manusia. *** P. Ignatius Sudaryanto, CICM, Ketua Komisi Keluarga KAMS 

Tidak ada komentar: