Rabu, 29 Juli 2015

“Ketika nasib baik tidak memihak kita”

Orang banyak mengatakan nasib baik atau nasib kegagalan sudah tergores pada garis telapak tangan. Oleh karena itu bisnis si pembaca nasib sering kita jumpai di tempat-tempat keramaian seperti pasar atau mereka duduk di sepanjang emper pertokoan. Setiap orang lewat mereka menawarkan jasa meramal nasib lewat garis-garis tangan kita. Saya tidak tahu sejauh mana kebenaran dan ketepatan ramalan nasib  tetapi yang jelas banyak orang khususnya  anak-anak remaja menggunakan jasa mereka.

Dalam perjalanan Latompa (salah satu stasi Raha yang berada di daratan P.Buton) menuju kota Raha di atas Kapal Motor (KM) Rembulan, setelah saya bersama tim pemberdayaan  mengadakan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Ibu-Ibu Stasi Latompa, mulai berpikir masalah nasib. Apakah memang benar garis tangan masyarakat Latompa memiliki lekukan garis yang sama pada telapak tangan mereka? Karena sepuluh tahun yang lalu ketika saya bertugas di Latompa kondisi kehidupan tidak memiliki perubahan yang signifikan. Saya catat hanya satu rumah baru yang berdiri di Latompa setelah sepuluh tahun lewat. Itu berarti garis nasib yang ada pada tangan mereka nilainya buruk. Tapi adakah metode untuk mengubah garis tangan supaya nilainya baik artinya nasib berubah jadi baik?  Ah, ini mungkin sekedar pikiran kacau saya sambil menikmati hembusan angin laut di pagi hari ketika kami berada di atas kapal motor Rembulan. Tetapi saya masih sempat menghibur diri karena banyak anak-anak yang lahir di Latompa keluar  menuntut ilmu alias bersekolah. Perubahan nasib mungkin menanti generasi selanjutnya.

Lalu apa yang menjadi tanggungjawab besar untuk generasi sekarang? Kerja keras dan tidak cukup hanya membaca garis-garis tangan. Membaca potensi yang ada di tengah masyarakat dan tidak hanya menggantungkan diri pada orang lain. Dan inilah yang dilakukan oleh tim PSE pada tanggal 28 April 2015 di Latompa. Sejumlah ibu-ibu dan beberapa orang bapak-bapak mengikuti pelatihan pengolahan pasca panen yaitu pembuatan dodol tomat, kripik jagung dan stik rumput laut. Sengaja tim mengambil materi ini karena bahan bakunya ada di tengah-tengah masyarakat Latompa. Acara dimulai jam 9 pagi yang diawali dengan pengantar dari Pastor Paroki Raha, P.Daut La Bolo Pr, kemudian sosialisasi dan motivasi oleh P.Linus Oge, Pr. Selanjutnya praktek  pengolahan pasca panen oleh Katarina Saripa (komite KP.Tilangani Kaasi, Labasa) dan  ibu Maria Hariaty (kerabat KP.Tilangano Kaasi, Labasa.). Acara baru rampung semua pada jam 4 sore.

Apa yang mau dicapai dengan kegiatan ini? Kegiatan ini lebih banyak didasari oleh keprihatinan besar di tengah-tengah kehidupan masyarakat Latompa yang warganya kebanyakan beragama Katolik. Kehidupan moral, spiritual dan ekonomi boleh dikatakan tidak berjalan semestinya. Khususnya kehidupan ekonomi kian lama kian berat langkahnya. Peristiwa terakhir ini, merebaknya demam dana pengungsi di tengah masyarakat mengakibatkan beberapa warga mengalami kerugian yang luar biasa. PSE dan Credit Union dengan program-program pemberdayaannya terus mencoba memotivasi masyarakat untuk merancang hidup jauh lebih baik lagi. 

Pelatihan pengolahan pasca panen hanyalah sarana membuka wawasan yang luas dan sehat. Syukur untuk tahun ini kebanyakan  warga membuka lahan pertanian. Oleh karena itu peserta pelatihan tidak terlalu banyak karena bertepatan dengan saat memanen padi ladang. Sebenarnya bertani, berkebun dan beternak adalah “basic” mereka. Kapan mereka tidak bertani dan berternak , bahaya sudah mengintai.

Pada sesi tanya jawab, sejumlah ibu-ibu masih mengusulkan sejumlah pelatihan seperti pelatihan peternakan ayam kampung dan pelatihan budidaya ikan lele melalui media kolam terpal. Usulan mereka ini memang tepat karena saat ini  lahan-lahan pekarangan mereka hanya menjadi lahan tidur saja. Sementara mereka cenderung membuka lahan perkebunan yang jauh dari perkampungan penduduk. Selain dari pada itu nampaklah juga  semangat dan harapan mereka untuk berubah. Pola pikir berubah dan tentu saja pola hidup diandaikan berubah  menjadi lebih baik lagi.

Acara pelatihan selesai jam 4 sore. Namun menjelang malam, setelah makan malam malah beberapa ibu-ibu masih melanjutkan praktek mengolah pangan lokal. Sesi yang berlangsung dari pagi hingga sore ternyata belumlah cukup bagi mereka. Ya, ada banyak kerinduan yang masih terpendam dalam hati. Dan ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi PSE dan  khususnya gerakan Credit Union. Judul tulisan ini “ketika nasib baik tidak memihak kita” membuka wawasan kita betapa pentingnya gerakan pemberdayaan di tengah umat atau di tengah masyarakat.  Wawasan yang mulai terbuka ditindaklanjuti dengan implementasi perberdayaan, yang tentu saja sejalan kondisi yang ada di tengah masyarakat. Misalkan saja pemberdayaan dalam peternakan ayam kampung sangatlah cocok untuk diterapkan di segala tempat, termasuk mereka yang tidak memiliki lahan luas khususnya di perkotaan. Peternakan ayam kampung juga sudah lama dilakoni oleh masyarakat kita. Jadi apa yang telah dilakukan oleh PSE dan Credit Union untuk masyarakat Latompa menjadi contoh langkah konkrit untuk pemberdayaan. Nasib tidak ditentukan oleh garis-garis tangan tetapi oleh usaha dan kerja keras serta terus menerus belajar mengelola hidup dengan baik dan benar. Untuk masyarakat Latompa, kami –PSE dan Credit Union- akan kembali dengan bentuk pemberdayaan lain. Terimakasih.
Salam jumpa. *** Penulis: Pastor Linus Oge Pr

Tidak ada komentar: