Rabu, 09 September 2015

PENGALAMAN BERHARGA DI TAHUN RETORIKA

Tahun 2015 merupakan babak baru dalam proses pendidikan calon imam di Keuskupan Agung Makassar. Setelah melalui diskusi dan proses reflektif, Gereja Lokal KAMS mengambil keputusan untuk membentuk sebuah program baru yang disebut sebagai tahun  retorika sebagai pengganti Kelas Persiapan Bawah (KPB) yang telah dihilangkan selama beberapa tahun.

             Program ini ditempatkan setelah masa tiga tahun  pendidikan di level seminari menengah. Program ini akan berlangsung selama satu tahun . Setelah menyelesaikan program ini, calon imam yang bersangkutan akan melanjutkan jenjang pendidikannya ke Tahun  Orientasi Rohani.  Sebagai bagian integral dari tahap awal pendidikan calon imam, tahun  retorika berkedudukan di Seminari Menengah Santo Petrus Claver. Hanya saja tahun  retorika sudah ditempatkan di unit khusus dan mendapat pendampingan yang lebih intensif khususnya dalam bidang akademik dan pengembangan motivasi panggilan para calon imam.

Tercatat ada 13 orang calon imam yang tahun  ini menjadi bagian dari angkatan pertama dari tahun  retorika, yaitu Cristoporus Sale (Messawa), Evangelinus Trimono (Mamasa), Laurensius Massora (Pomalaa), Paulus Tamar (Lamasi), Marselinus Dhewandari (Labasa-Muna), Alfian Mela Maran (Mamuju), Charles Thomana (Makale), Ayub Rante Batusalu (Balabatu-Sangalla’),  Florian Indra Kusuma Irawan (Makale), Joni Naro (Tobadak-Mamuju), Harby Antonius Beny (Rantepao),  Dwiyandri Efrianto (Sangalla’), George Wira Marselino (Kendari). Secara resmi, tahun  retorika dibuka oleh Bapak Uskup Agung KAMS, Mgr John Liku-Ada’ pada tanggal 5 Agustus 2015. Pada saat misa pembukaan tahun  retorika, Bapak Uskup menyebut para calon ini sebagai retorikan. Tentunya banyak pertanyaan yang muncul mengenai tahun  retorik. Demi membantu para pembaca menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar program ini, salah satu retorikan menuliskan sharing pribadinya mengenai apa yang dialaminya selama sebulan terakhir menjadi bagian dari tahun  retorika.

Apa itu retorika dan apa itu tahun  retorika?
Pernahkah Anda mendengar kata “retorika”? Apa sih “retorika” itu? Apakah nama sebuah perusahaan? Atau nama orang? Atau sejenis merek mobil? Atau bahkan sejenis makanan? Mungkin Anda sangat jarang bahkan mungkin belum pernah mendengarnya sama sekali. Tetapi menurut saya kini merupakan saat yang paling baik untuk menambah satu lagi perbendaharaan sekaligus memberi makna atas kata tersebut. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan “Retorika”, yaitu:
» Menurut kaum Sophis (Demosthenes dan  Isocrates), retorika bukan hanya ilmu berpidato, tetapi juga meliputi pengetahuan sastra, gramatika, dan logika.
» Menurut Plato, retorika merupakan seni bertutur untuk memaparkan kebenaran kepada para pendengar (masyarakat).
» Menurut Aristoteles, retorika adalah gabungan ilmu dan seni yang mengajarkan kepada orang untuk terampil menyusun dan menyajikan tuturan lisan kepada publik secara efektif dan bertujuan mempersuasi publik.

Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa “retorika” adalah kemampuan berbicara seseorang yang disampaikan kepada publik yang di dalamnya mengandung seni dan pengetahuan. Dengan demikian, jelaslah bahwa retorika merupakan kemampuan yang memiliki peranan penting dalam masyarakat terutama untuk menyampaikan informasi di depan umum.

 Apa tujuan dari didirikannya Tahun Retorika itu?
Secara umum tahun  retorika merupakan sebuah tenggang waktu tertentu atau masa yang digunakan untuk membantu seorang calon imam meningkatkan kemampuan mereka untuk tidak hanya cakap tampil di depan umum tetapi juga mampu merumuskan pemahaman mereka secara komprehensif. Kemampuan ini hanya mungkin dicapai bila sang calon memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan keterampilan berbahasa yang memadai, khususnya kecakapan berbahasa Indonesia dan Inggris. Secara khusus, masa ini juga digunakan untuk mengasah kemampuan intelektual calon imam. Setelah melalui masa ini seorang calon imam diharapkan untuk siap memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di level perguruan tinggi.

Apa yang terjadi di Tahun Retorika?
Kegiatan belajar dan berefleksi merupakan ‘makanan’ pokok yang ‘disajikan’ di Tahun  retorika. Ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan, seperti: Tata Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris (Reading, Writing, Conversation), Public Speaking, Penghayatan Kitab Suci, Informasi dan Teknologi (IT), Menulis Ilmiah, Persiapan Belajar di Perguruan Tinggi, dan Isu-isu aktual yang didiskusikan dalam bahasa Inggris. Hampir setiap hari kami disuguhi dengan mata pelajaran-mata pelajaran tersebut yang kadang-kadang membuat kami kewalahan. Tetapi, kami juga menyadari bahwa kesulitan yang kami hadapi sekarang akan terbayar dengan perkembangan terhadap kemampuan kami khususnya dalam hal menulis dan berbicara, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris.

Apa yang kami alami selama berada di Tahun Retorika?
Ada peribahasa dalam bahasa Inggris yang berbunyi “Experience is the best teacher” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Guru yang paling baik adalah pengalaman”. Apa maksud dari peribahasa itu? Pengalaman merupakan kejadian yang pernah terjadi dan kita alami di masa lampau. Pengalaman-pengalaman itu menjadi hal yang begitu penting dalam hidup kita, sebab lewat pengalaman kita bisa melihat kembali hal-hal yang pernah terjadi pada kita di masa lampau. Pengalaman itu ibarat kaca spion pada sebuah kendaraan. Meskipun ukurannya kecil, namun kaca spion ini amat penting bagi setiap pengendara yang mengendarai sebuah kendaraan. Dengan adanya kaca spion, maka pengendara dapat melihat ke arah belakang apakah ada kendaraan lain atau sesuatu yang terjadi di belakang kendaraan mereka. Selain itu dengan adanya kaca spion pengendara dapat lebih fokus melihat ke arah depan dan tidak perlu membalikkan badan ke belakang, sehingga tidak menyebabkan kecelakaan yang dapat merugikan diri pengendara dan orang lain. Begitu pun dengan pengalaman. Ia adalah bagian kecil dalam hidup kita, tetapi memiliki peranan yang begitu penting. Pengalaman-pengalaman yang kita miliki dapat membantu kita untuk mencapai tujuan hidup kita dan menghindari ‘kecelakaan’ yang merugikan kita ataupun orang lain. Dengan belajar dari pengalaman, kita dapat semakin dewasa dan mampu menjalani kehidupan kita dengan baik.

Pengalaman itu datang dan pasti terjadi di manapun dan kapanpun. Begitu pun yang kami alami di tahun  retorika. Ada banyak hal menarik yang kami alami, mulai dari pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang menyedihkan. Pengalaman-pengalaman itu menjadi pelengkap bagi hidup kami. Bahkan dapat dikatakan tanpa pengalaman-pengalaman yang kami alami, kami tidak akan menikmati kehidupan kami di Tahun  Retorika. Pengalaman itulah yang memberikan rasa dan suasana yang berbeda serta menjadi motivasi bagi kami untuk menjalani kehidupan kami di tahun  retorika. Ada beberapa pengalaman unik dan menarik yang kami alami selama berada di tahun  retorika, yaitu:

1. Ketika kami diperkenalkan kepada umat.
Ketika mengikuti misa pentahbisan imam di Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi, ketika mengikuti misa bahasa Inggris di Gereja Katolik di paroki Katedral, dan ketika kami mengikuti doa rukun, kami diperkenalkan langsung kepada umat yang hadir saat itu. Betapa bahagianya kami saat itu yang diperkenalkan kepada puluhan bahkan ratusan umat yang hadir dan mereka memberikan tepuk tangan kepada kami. Perasaan kami pun campur aduk saat itu. Ada perasaan senang, gembira, bangga, dan canggung. Sungguh suatu pengalaman yang tidak akan kami lupakan dalam menjalani kehidupan kami di Tahun  Retorika ini.

2. Ketika belajar bersama.
Sekali lagi belajar adalah ‘makanan’ pokok kami di tahun retorika. Akan tetapi, setiap mata pelajaran memiliki tingkat kesulitan masing-masing. Dan kemampuan kami pun berbeda satu sama lain. Kerja sama dan saling membantu sesama teman merupakan hal yang selalu kami lakukan ketika teman kami menghadapi masalah dalam belajarnya. Dengan membantu teman yang lain, kami juga bisa merasakan kesulitan yang mereka hadapi dan akhirnya kami pun bisa tertawa bersama dan merasa lega saat kami telah menyelesaikan tugas tersebut.

3. Ketika masak bersama.
 Kegiatan masak-memasak lebih identik dengan kaum wanita. Tetapi di Tahun  Retorika ini, kami para pria juga bisa memasak. Kalian bisa bayangkan ada 14 orang laki-laki yang bekerja di dapur, baik untuk menyiapkan bumbu, memasak nasi, atau memasak lauk. Betapa ramainya dapur saat itu. Tetapi, itu adalah salah satu pengalaman unik yang kami alami. Kami bisa berbagi resep masakan ataupun belajar bagaimana caranya memasak.

4. Ketika kerja bakti.
Kerja bakti adalah kegiatan yang rutin kami lakukan. Hal ini bertujuan menjaga kebersihan tempat tinggal kami. Inilah hal yang unik, kami bekerja bersama-sama dan saling membantu satu sama lain. Jika ada pekerjaan yang belum selesai, maka kami akan berinisiatif untuk menyelesaikannya baik sendirian ataupun bersama-sama. Lewat kegiatan tersebut kami dapat membuang jauh-jauh sikap egois dan mengedepankan sikap solidaritas. Sebab, bersatu kami teguh bercerai kami runtuh.

.5. Ketika membawakan refleksi atau kotbah dalam misa harian.
Ini adalah salah satu pengalaman unik dan menarik bagi kami. Kami menyampaikan hasil permenungan kami kepada teman-teman dan pastor saat misa harian, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kami benar-benar dilatih untuk mampu menulis dan berbicara di depan banyak orang. Lewat pengalaman tersebut kami dilatih untuk menjadi pribadi-pribadi yang percaya diri.

Demikianlah beberapa pengalaman menarik yang kami rasakan dan alami selama menjalani kehidupan di Tahun  retorika ini. Selain itu, kami juga belajar untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam segala hal serta perfeksionis atau secara total  dalam melakukan segala sesuatu. Ada juga perasaan-perasaan yang muncul selama menjalani kehidupan di Tahun  Retorika ini, yaitu: rasa sedih, stres, kesepian, bahagia, gembira, dan nyaman. Semuanya itu bercampur menjadi satu.

Sebuah Harapan
Dalam menjalani kehidupan pasti ada harapan yang muncul. Begitu pun juga dengan kami. Kami memiliki harapan-harapan selama atau setelah berada di tahun retorika ini. Kami berharap semoga kami dapat menjadi pribadi-pribadi yang percaya diri ketika berbicara di depan umum karena kami bisa menyampaikannya secara komprehensif, kami juga berharap tidak menjadi pribadi-pribadi yang hanya bisa menggunakan bahasa SMS saat berkomunikasi lisan ataupun tulisan atau saat menulis surat atau makalah, dan kami bisa bersaing di perguruan tinggi nantinya berkat kemampuan intelektual dan keterampilan berbahasa yang memadai. Harapan-harapan sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam bagi kami, sebab jika harapan-harapan tersebut tercapai, itu berarti kami telah sukses menjalani hidup kami. *** (Penulis: Paulus Tamar)

Tidak ada komentar: